Senin, 26 April 2010

Bingung aku...

Ul, tadi sore kang Lih ke sini. Ia tanya tentang keseriusanku berkaitan dengan tanahnya. Tanah yang kita rencanakan untuk kita beli. Spontan tadi aku jawab ya, aku serius. Kemudian Kang Lih menceritakan rencananya bagaimana agar tanah itu jatuh ke kita. Ia akan pura-pura membeli tanah itu, dan untuk beberapa lama baru kemudian kita yang berpura-pura membeli tanah itu dari Kang Lih. Tadi aku mengiyakannya Ul. Resikonya, paling nanti aku akan berhadapan dengan Lek Nasir, tapi itu tak jadi soal. Aku bisa minta tolong Mas Fuad untuk ngomong ke Lek Nasir. Kemungkinan kedua, Mas Syamsul akan ndak enak hati jika sampai tahu bahwa ternyata ia telah dipermainkan dalam permainan ini.
Ul, setelah Kang Lih pulang, aku jadi ragu, haruskah ku ambil tanah itu sekarang? Adilkah aku dengan orang-orang yang sudah menawar tanah itu? Lalu, Kang Lih, apakah ini tidak akan menjadi beban baginya? Bukankah terbuka kemungkinan akan terjadi perselisihan antara Kang Lih dengan saudara-saudaranya jika mereka tahu bahwa Kang Lih hanya pura-pura membelinya?
Jika demikian Ul, haruskah ku beli tanah itu jika ternyata membawa banyak ketidak baikan di dalamnya? Haruskah ku beli tanah itu sekarang jika ternyata malah membuat repot dan menyulitkan Kang Lih? Haruskah ku beli tanah itu sekarang jika pada akhirnya aku akan merasa ndak enak hati dengan Mas Syamsul karena aku telah menelikungnya?
Ul, hampir aku putuskan aku mundur saja. Bukan masalah uang Ul, tapi masalah hubungan dengan orang-orang yang telah tertipu dengan permainan ini. Bagaimana jika kemudian mereka tahu bahwa mereka telah ditipu mentah-mentah? Tidak mustahilkan jika mereka kemudian menghujatkan, menyumpaiku bahkan ingin menghancurkanku?
Maafkan aku Ul jika apa yang akan aku putuskan tidak sesuai dengan keinginanmu. Maafkan aku Ul jika pertimbangan yang aku gunakan tidak pas dengan pertimbanganmu.
Tapi Ul jika engkau memang menghendaki tanah itu sekarang, tolong beritahu aku, tolong beri isyarat kepadaku.
Ul. aku tetap berharap meskipun kali ini kita tidak jadi membelinya, suatu saat akhirnya tanah itu menjadi milik kita. Suatu saat akhirnya kita mampu membelinya dari siapapun yang kemudian menjualnya,
Ul, maafkan aku sayang, Sungguh Ul aku sangat menginginkan tanah itu, bahkan aku menganggap memiliki tanah itu bagian dari janjiku padamu Ul.
Tapi, aku juga menginginkan membeli tanah itu dengan cara enak, dengan cara yang tidak menyakitkan siapapun, dengan cara yang dapat diterima oleh siapapun yang juga menginginkan tanah itu. Sungguh Ul aku takut jika ku beli tanah itu dengan cara yang tidak benar akan membawa petaka bagi kita, bagi Lana. Aku takut tidak adanya berkah dari pembelian tanah itu.
Maafkan aku Ul, sekali lagi jika engkau menghendaki aku membeli tanah itu sekarang, beri isyarat kepadaku, tolong beritahu aku. 
Sungguh Ul, aku sayang kepadamu, bahkan mungkin terlalu sayang kepadamu.
kutitipkan rinduku padamu Ul

Kamis, 22 April 2010

Pengalaman adalah Guru Terbaik

Pengalaman adalah guru terbaik. Sudah lama kita kenal dan akrab dengan kata mutiara ini khan Ul. Sungguh kemarin aku benar-benar khawatir dengan Lana, eee...ternyata kata orang-orang itu tidak apa-apa, paling 'tetepen', digigit semut atau 'tengu'. 'Biarkan aja, nanti juga sembuh, atau cukup kasih minyak kayu putih' demikian kata mereka. Dan ternyata memang benar, sekarang semua sudah kembali normal, meski masih ada satu bintik kecil yang dijadikan alasan Lana untuk ogak memakai celana.
Kau tahu khan Ul, Lana putra kita, ia sangat berhati-hati jika berhubungan dengan sakit. Sedikit saja ada yang beda dengan dirinya, entah itu luka kecil, gatal, atau apapun juga, maka ia akan cenderung mensikapinya dengan histeris.
Kadang aku berpikir mungkin ini adalah cara Allah untuk menjaganya. Tapi Ul, kadang aku juga agak khawatir dengan sikap 'over protective'nya Lana. Aku khawatir, jangan-jangan ia jadi tidak berani melakukan hal-hal baru hanya karena kekhawatirannya yang terlalu besar atas hal negatif yang mungkin terjadi.
Ul, ada lagi yang kadang membuatku berpikir bahwa segalanya memang telah disiapkanNya. Jika tak ingat-ingat Lana sudah terbiasa untuk tidur denganku.
Ul, seringlah tengok rumah ya..., kunjungi aku dan Lana, dalam mimpi maupun dalam rasa. Sungguh Ul, aku dan Lana sangat membutuhkanmu. Aku tahu Ul, tempat kita memang sudah beda, tapi tidak ada yang tidak mungkin bagi hati yang telah menyatu. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Ia yang Maha Segala. Ia Yang Maha Segala tidak akan membiarkan dua jiwa menyatu tercerai dalam perpisahan abadi, aku yakin itu Ul.
Seperti yakinku pada titahNya, begitulah yakinku akan cinta kita. Seperti yakinku akan takdirNya, demikian juga yakinku pada rindu kita.

Rabu, 21 April 2010

Ceritaku kepadamu

Ul, entah apa yang terjadi aku gak ngerti, 'ikut'e Lana membengkak mulai kemarin sore.Aku tidak memperhatikan ketika Lana buang air kecil di tempate bue, tapi kayake saat itu belum membengkak. Aku tahu ketika sudah pulang. Lana bilang pengen pipis, setelah buang air kecil, setelah aku mencebokinya dan pengen memakaikan celana kepadanya, baru aku tahu bahwa ada yang tidak biasa dengan batang zakarnya. Setelah tak perhatikan, ternyata 'ikut'e membengkak, seperti ada air di dalamnya.
Ul, aku berpikir apakah itu terjadi karena kemarin ketika di Unnes Lana minum terlalu banyak es? Tadi malam aku berharap bahwa jika itu benar terjadi karena terlalu banyak minum es teh yang aku sendiri tidak tahu kualitasnya, maka tak pikir pada pagi hari setelah tidur pasti sudah mereda, sudah tidak terlalu membengkak.
Tapi Ul, tadi ku lihat tetap saja masih membengkak. Aku tidak tahu sebenarnya apa yang terjadi. Kenapa kok tiba-tiba bisa membengkak seperti itu. Aku sendiri tidak pernah mengalami hal seperti itu.
Ul, rencananya nanti aku akan minta Mbak Nani untuk bawa Lana ke klinik desa. Biar tahu apa sebenarnya yang terjadi. Kalau memang terpaksa khitan merupakan jalan keluarnya, maka Lana ya tak khitankan. Aku akan mencari tahu khitan model apa yang paling tepat untuk Lana, setidaknya tidak sakit dan sembuhnya cepat.
Kau tahu kan Ul, Lana sangat histeris jika terkait dengan sakit dan luka. Aku menduga bengkaknya tidak sakit, karena sebelum aku tahu bengkak itu, ia tidak apa-apa, juga tidak mengeluh sakit. Tetapi setelah aku tahu itu, ia mengatakan bahwa itu sakit. Selain itu, malam ini Lana tidur pulas, bangun satu kali dengan tetap ingat pada bengkak itu, sehingga agak rewel, tetapi sebentar kemudian ia bangun lagi, setelah minta tak pangku.
Ul, semoga Lana tidak apa-apa ya. Do'akan bengkaknya segera menyusut tanpa perlu dikhitan sekarang. Karena, terus terang Ul, aku tidak tahu mesti bagaimana menghadapinya jika benar-benar khitan merupakan jalan terbaiknya.
Ul, bantu aku ya...aku sangat merindumu....
Ma'afkan aku jika sampai sekarang pun aku masih saja merepotkanmu...

Selasa, 13 April 2010

ah....

Ul, sungguh berat bagiku untuk bermain muka di depan Lana, putra semata wayang kita. Hampir semua yang ada di dirinya merupakan warisan darimu. Gayanya, manjanya, marahnya, ngambegnya, keinginannya semua selalu terkait denganmu.
Ul, Lana juga tidak pernah suka aku bermuram durja, kesedihan di wajahku tidak pernah dapat ia terima, seperti dulu engkau juga begitu khan?. Kau selalu mencari tahu ketika semburat tidak menyenangkan muncul di rautku. Baginya Ul, tidak boleh ada air mata di mataku. Tidak boleh ada kesedihan di wajahnya. Tidak boleh ada duka di mukaku. Tidak boleh ada kemarahan di diriku. Jika ia merasakan semua itu, ia akan menangis keras luar biasa. Ia akan terus menangis hingga rautku kembali gembira.
Ul, bagi Lana aku mesti selalu gembira, selalu mau diajak bercanda, selalu ramah tanpa marah.
Ul, sungguh berat bagiku untuk bermain muka di depan Lana. Sesedih dan semarah apapun aku, tak boleh ia melihatnya. Betapapun terisak aku, tak boleh ia mengetahuinya. Seluruh duka lara, sedih sengsara, biarlah itu milikku semua, bukan miliknya.
Ul, sungguh berat bagiku untuk bermain muka di depan Lana. Meski ku tahu aku mesti melakukannya.
Ul, di alammu sana, dengan izinNya, jelas engkau lebih tahu keadaanku dan keadaan Lana, temani aku, bantu aku, ingatkan aku untuk semua lalaiku.
Ul, dengan caramu, hadirlah di setiap tarikan nafasku, temani seluruh langkah perjalanku, cumbui hati dan jiwaku.
Ul, aku rindu padamu, sungguh rindu padamu
Ul, kapan kita bertemu?
Peluk ciumku selalu untukmu.

Minggu, 11 April 2010

kembali tentangmu

Ul, maafkan aku jika kau lihat aku belum melakukan apa-apa bagi masa depan buah hati kita.
Ul, kadang aku benar-benar tak tahu mesti ngapa, aku benar-benar bimbang dan gamang. Seakan tak ada lagi pegangan yang dapat kujadikan pijakan.
Ul, aku tahu engkau melihat dan mungkin sangat kecewa kepadaku. Mungkin bagimu saat ini yang ku lakukan hanya untuk kesenanganku. Mungkin dalam pandangannya yang kulakukan semua ini belum menjadi langkah jelas pada penyiapan masa depan putra kita.

Ul, aku tahu kau tidak akan membiarkan aku seenakku. Dengan caramu saat ini tentu engkau tidak akan membiarkan aku semakin tenggelam dalam kegamanganku.
Ul, aku tahu kau pasti akan membantuku, mendukungku, mengingatkanku. Apalagi ketika terkait dengan Lana. Engkau pasti tidak akan membiarkan aku lalai dalam merawat dan menjaga Lana.

Ul, aku kadang benar-benar merasa kewalahan dengan Lana. Kadang-kadang dalam manjanya aku kuwalahan mensikapinya. Marahnya, ngambegnya, sifatnya, manjanya semua engkau wariskan kepadanya. semua membuatku kembali kepadamu.
Ul, seringlah datang dan sambangi hatiku. Biar ku rasa kembali kebersamaan denganmu. Biar kuyakin kembali bahwa ku mampu jalani. Biar ku peluk kembali mimpi-mimpi jaya kita. Biar catatan sejarah membuktikan kehebatan cinta kita.
Ul, aku merindumu. sungguh aku merindumu.
Ul, kapan kita diijinkan bertemu?
Ul, peluk ciumku selalu untukmu.

Rabu, 07 April 2010

kembali goresku

Ul, malam ni harusnya kusiapkan kejutan menyenangkan untuk besok. kejutan yang kadang hanya sebuah kecupan d kening pas kau baru buka mata jelang fajar. aku tahu semburat bahagia pasti memancar di wajahmu. semburat yang kan bangkitkan semua di diriku. Ul, jelas kau tahu betapa cinta tertanam sehingga perpisahan termustahilkan. Ul...ah...