Kamis, 20 Desember 2012

AKU

Ul, sudah dua minggu sejak hari perpindahanmu dan jiwaku belum juga kembali, jiwaku masih berada di tempat yang tidak dapat ku tarik kembali. Sudah dua minggu dan aku masih raga tanpa jiwa, badan tanpa hati, jasmani tanpa ruhani, tak ada keinginan, tak ada semangat, tak ada arah tujuan.
Ul, tak pikir cerita ini tidak lebih dari sebuah bukti bagiku bahwa selama ini apa yang tak yakini adalah benar. Aku yakin kondisi raga seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi kejiwaannya, jika secara psikis seseorang lagi sakit, lagi tidak punya apa-apa sebagai alasan untuk bertahan, maka raga seseorang pasti akan bertemu dengan berbagai kekurangan dan akan mulai kehilangan kemampuannya untuk menjaga diri, untuk mempertahankan segala kemampuan dan kekuatannya menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan sehari-hari raga.
Ul, aku ga nyangka kalau hal ini akan kembali terjadi padaku, bahwa aku akan kembali kehilangan seluruh jiwa dan ragaku kembali runtuh dan luluh dalam segala kelemahannya, menyerah pada apapun yang menyambanginya.
Ul, semua dimulai dua minggu lalu, Jum'at 7 Desember, menjelang shalat jum'at, aku benar-benar tak mampu mengendalikan diriku, hanya ada kemarahan yang tak lagi mampu aku bendung, dan akhirnya, engkau tahu, notebook menjadi pelampiasan kemarahanku dan hancurlah harddisknya, hilanglah seluruh data yang ku miliki dan jelas ga mungkin bagiku untuk mendapatkannya kembali, bahkan hingga kini tak juga mampu kukembalikan harddisk itu (meski akhirnya aku tetap bisa menggunakan notebook dengan menggunakan harddisk lainnya, dan harus tak gunakan secara eksternal).
Ul setelah itu ku coba untuk memanggil kembali jiwaku dengan melakukan berbagai hal yang akan membangkitkan kebaikan jiwa dan mengurangi segala kemarahan yang masih tersisa. Ku pergi ke Solo, ke Purwodadi, dan juga ke Semarang, tapi tetap saja belum juga mampu ku panggil kembali jiwaku, ku temukan kembali semangat hidupku.
Dan engkau tahu Ul, hari Minggu kemarin, tubuhku benar-benar tak mampu lagi menahan seluruh bebannya, seluruh persendianku rasaku nyeri, sakit saat ku gerakkan, tubuhku lemas tanpa tenaga, kepalaku pening yang aku tahu bahwa itu bukan sekedar penyakit fisik, mulutku rasanya pahit ketika aku makan dan minum, dan yang paling lucu, perutku mudah sekali lapar, sehingga rasanya aku pengin makan terus namun males karena mulutku pahit. Minggu malam Senin kemarin--menurutku--adalah yang paling parah, aku benar-benar terkapar, bahkan untuk berdiri pun rasanya badanku gemetar. Aku benar-benar takut waktu itu Ul, aku takut kalau tubuhku benar-benar tak mampu lagi menahannya sehingga aku harus masuk rumah sakit. Aku benar-benar ga mau masuk rumah sakit lagi--masih saja aku trauma dengan rumah sakit--, tapi alhamdulillah, pagiku--meski badan masih lemas dan persendian bahkan kulitku pun rasanya sakit ketika disentuh--kayaknya kondisi badanku sudah lebih baik. Lagian aku mesti benar-benar bertahan karena engkau tahu Ul, Lana akan menjadi sedih dan menangis jika ia tahu bahwa aku sakit--Lana seperti memiliki ketakutan tersendiri jika melihat aku sakit, ia seperti tidak bisa terima kalau bapaknya sakit, sesuatu yang mungkin menjadi wajar karena ia pun tahu bahwa ia hanya punya bapak, sebuah kenyataan yang kadang membuatku menangis dan sedapat mungkin untuk menahan sakit apapun agar tidak kelihatan di hadapannya.
Dan sampai sekarang pun aku masih terasa pening di kepala, lemah di tubuh, pahit di lidah, nyeri di persendian dan lapar yang cukup menyiksa (karena biasanya perutku tidak gampang lapar) meski kini sudah berkurang dan tak lagi begitu menyiksa seperti hari-hari sebelumnya.
Ul, beberapa obat dan suplemen sudah ku gunakan dan ku usahakan untuk mengembalikan kembali kekuatan dan kondisi badanku namun tetap saja belum mampu mengembalikan vitalitas dan kesehatan badanku sehingga aku semakin yakin bahwa ini bukan sekedar penyakit fisik, namun lebih pada sekedar penyakit fisik yang hanya merupakan efek dari kondisi psikis yang tak lagi mampu ku kuasai dan ku kendalikan. Rasanya kok tidak masuk akal bagiku jika seseorang sakit malah menjadi selalu lapar, namun aku bersyukur karena jika aku tidak merasa sering lapar mungkin aku bahkan tidak akan makan (kau tahu Ul, ketika secara psikis aku mengalami gangguan, biasanya aku malas untuk makan dan biasanya perutku tidak pernah protes dengan hadirnya rasa lapar).
Ul, sebenarnya sebelum tanggal 7, aku memiliki beberapa rencana dan agenda, aku pengin belan sql untuk membuat dan merancang database selama liburan, dan juga aku ingin benar-benar mengikuti dan berperan aktif dalam kursus online yang dimulai tanggal 26 Nopember dan berlangsung selama 12 minggu. Dan engkau pasti tahu Ul, dua-duanya tidak mungkin aku lakukan dalam kondisi seperti ini. Benar Ul, sampai sekarang (ketika libur sekolah sudah berjalan hampir seminggu) belum juga aku punya semangat dan keinginan untuk kembali melakukan apa yang ku rencanakan, bahkan program sql yang kuperlukan hingga sekarang belum juga aku install kembali. Dan untuk kursus online yang aku ikut (aku ambil tema How to think) yang sekarang sudah berjalan 4 minggu dan akan memasuki minggu kelima, tetap saja belum ku sentuh sama sekali, padahal tiap minggu ada tugas yang harus diselesaikan (minimal 5/6 tugas).
Ah, entahlah Ul, sampai kini pun aku ga ngerti kapan bisa ku dapatkan lagi semangatku, kapan ku temukan kembali jiwaku, kapan mampu ku bangkitkan lagi gairahku.
Ul, aku tahu bahwa aku mesti tetap hidup (hidup dalam arti sebenarnya, hidup dalam sebuah keutuhan antara jiwa dan raga, bukan sekedar raga yang melangkah tanpa jiwa) karena aku tahu aku mesti menghebatkan Lana, aku mesti melaksanakan amanat yang engkau berikan kepadaku, kepercayaan yang engkau serahkan pada pundakku.
Namun aku juga tahu Ul bahwa jiwaku ada dalam dirimu, semangatku mengalir dari keinginan-keinginanmu, gairahku bangkit dari mimpi-mimpimu, maka aku minta maaf Ul jika aku masih saja mengganggumu dengan memintamu untuk mengisi kembali ragaku dengan jiwaku yang bersatu dengan jiwamu, mengobarkan kembali semangat yang menyala dalam keinginan-keinginanmu.
Maka, hadirlah selalu bersamaku, bersatu kita dalam cinta yang tak pernah mati.
Ah, mungkin ini yang bisa aku ceritakan padamu kali ini.
I love you Ul, always love you...
rinduku padamu mengalir dari tiap pori tubuhku, memancar dari setiap titik yang membentuk jiwaku. Aku merindumu dalam seutuh seluruh diriku, raga dan jiwa, lahir dan batin, jasmani dan ruhani...
peluk cium selalu untukmu...