Jumat, 30 November 2012

the most difficult to handle...

It's true. For me, this is the most difficult to handle. Lana and all about him.
Sungguh Ul, saat engkau berpindah ke dimensi yang lebih tinggi aku benar-benar merasa bahwa akhir hidupku mungkin akan dimulai. Dan Lana adalah alasan terkuatku untuk tetap bertahan.
Aku tahu aku tak mungkin bisa hidup tanpamu, so jika aku tetap tanpa hadirmu tetap saja aku tak akan mampu. Maka, aku katakan kepada jiwa untuk tetap bersama, karna fana hanya dimiliki oleh raga, fana tidak menyentuh jiwa.
Pada awal-awal perpindahanmu ke dimensi lain, aku benar-benar belum menyadari hal ini Ul, aku mulai menyadari bahwa ada hal yang lebih sulit dan lebih berat dari perpisahan denganmu setelah aku beberapa bulan kemudian ketika aku mulai mampu menghadirkan kebersamaan jiwa bersamamu. Ketika aku mulai menyadari bahwa raga kita adalah wadah bagi jiwa kita dan jiwa kita tetap hidup dan hadir meski tidak dalam wadah raga.

Ul, aku tahu Lana berbeda dengan anak-anak lainnya, bahkan sebelum perpisahan denganmu pun ia sudah berbeda. Ia memiliki ukuran tersendiri atas apapun yang ia lakukan. Ia memiliki standar tersendiri atas tingkat resiko apapun yang akan ia lakukan. Jelas bagiku bahwa ia memang telah dipersiapkan Tuhan untuk menghadapi hidupnya.
Namun, aku juga manusia biasa, sepandai apapun aku berusaha untuk meyakini bahwa Lana berbeda dengan anak-anak lainnya, tetap saja ada saat-saat tertentu mau tidak mau aku memperhatikan perkembangan psikologisnya dan memperbandingkannya dengan anak-anak seusianya, bahkan dengan anak-anak yang berusia di bawahnya.
Ul, terus terang hal yang paling menggelisahkanku dalam perkembangan psikologis Lana adalah tingkat ketergantungannya dengan orang lain (terutama mbak Nani). Hingga saat ini Lana tetap belum bisa ditinggal mbak Nani, di sekolah ia masih harus ditemani mbak Nani di dalam kelas, padahal teman-temannya sudah tidak ditunggu para pengantarnya, bahkan di TPQ mbak Nani malah harus ikut berada di sampingnya, ketika teman-temannya sudah tidak ditunggu siapa-siapa.
Aku bingung Ul, gimana cara melepaskan ketergantungan itu secara pelan-pelan. Setiap kali aku mencoba untuk menggantikan mbak Nani nganter sekolah yang terjadi adalah Lana malah nangis dan ga mau berangkat. Ah mbuhlah Ul, gak ngerti ku mesti bagaimana.
Ul, kadang aku juga tidak bisa menghindari untuk membandingkan perkembangan intelektual Lana dengan anak-anak sebayanya. Ketika anak-anak sebayanya bahkan anak-anak yang secara usia berada di bawahnya sudah mulai menghafal dan mengenal angka dan huruf, Lana tetap saja belum mampu untuk melakukannya. Benar memang bahwa itu bukan ukuran apakah seorang anak terbelakang atau tidak, namun kadang aku benar-benar ga bisa menghindarkan diri untuk tidak membandingkannya.
Dan kau tahu Ul, masalah terbesarku adalah bahwa ternyata aku benar-benar belum mampu untuk menjadi seorang pembelajar bagi Lana. Aku benar-benar tak mampu membuat Lana belajar dan senang belajar bersamaku. Aku benar-benar bingung Ul, kadang ga ngerti harus melakukan apa agar bisa memaksimalkan pembelajaran Lana sesuai dengan model dan karakternya.
Belum lagi ketika tiba-tiba Lana kehilangan seluruh kendali dirinya, ketika tiba-tiba ia menginginkan sesuatu dan ketika tiba-tiba ia seperti kehilangan apa yang ia inginkan. 
Kau tahu Ul, beberapa kali Lana tiba-tiba ndak mau berangkat sekolah, benar-benar ndak mau. Gak tahu aku mesti bagaimana mensikapinya, kadang juga tak biarkan ia ga berangkat sekolah. 
Ul, kadang aku juga berpikir jangan-jangan Lana terlalu terbebani dengan sekolahnya. Pagi ia mesti di TK dan sore di TPQ, tapi aku juga berpikir kalau tidak seperti itu trus gimana cara membelajarkan Lana. Sungguh Ul aku benar-benar ga tahu harus melakukan apa untuk memaksimalkan kemampuan dan potensi Lana, jangankan melakukan hal itu, ngajari Lana nulis ae aku ga bisa, bingung gimana carane.
Ul, aku tidak terlalu bingung ketika Lana sakit, karena bagiku itu jauh lebih mudah diatasi daripada hal-hal yang bersifat non-fisik. Mungkin hari-hari ini yang bisa ku berikan kepada Lana baru sebatas pemenuhan dalam persoalan-persoalan fisik--itupun aku yakin masih dalam batas yang jauh dari sempurna--
Dan kau tahu Ul, segala sesuatu yang berhubungan dengan Lana dan hal-hal yang terkait dengan cara menghebatkan Lana adalah hal yang sering membuatku berpikir bahwa aku tidak mungkin mampu menjalankan peran ini sendiri, aku butuh orang lain untuk membantuku menjalankan peran ini dan itu bukan mbak Nani. Mbak Nani ga bisa karena mbak Nani selalu memposisikan diri sebagai emban bagi Lana.
Aku butuh seseorang yang bisa tak ajak bicara, bertukar pikiran, dan memberi masukan bagaimana dan apa yang mesti aku lakukan agar mampu membuka jalan bagi Lana dalam proses perkembangan pribadi dan intelektualnya.
Ah, entahlah Ul, aku sendiri kadang sudah tidak terlalu peduli dengan apa yang terjadi pada diriku, dan Lana bukan aku, Lana adalah garis masa depan yang akan menghadirkan dan mengabadikan jiwa kita dalam lintas sejarah kehidupan. 
Ul, benar-benar kadang aku merasa tidak akan sanggup melakukan ini sendiri, aku butuh seseorang untuk bersama-sama denganku, denganmu, dalam usaha membelajarkan dan menghebatkan Lana untuk menjalani garis hidupnya. Dan aku tak terlalu peduli posisi apa yang mesti dimiliki seseorang itu, boleh saja ia memiliki posisi apapun asal ia mau bersama-sama denganku, bersama kita, membuka jalan kehebatan bagi Lana.

Ah, sudahlah Ul, kita lihat saja apa yang akan terjadi....

Aku merindumu Ul, rindu hadirmu, rindu segala yang ada di dirimu....


Senin, 26 November 2012

Sabtu, 24 November 2012

ceritaku kali ini

Ul, aku mulai khawatir bahwa rinduku padamu yang terlalu menggebu padamu hari-hari ini akan kembali membawaku dalam balut keresahan keindahan yang melingkupi seluruh diriku, nalar dan hatiku, seperti pada masa-masa dulu.
Aku kembali terlalu merindumu hingga seluruh nalar pikirku dikuasai oleh aliran rindu, hanya ada resah indah pada tiap tarikan nafasku, akalku tak lagi sehat karena seluruh isi kepalaku penuh dengan kerinduan padamu. Tak ada sesuatu pun yang mampu menggerakkanku untuk melakukan segala wajib yang mesti aku jalankan kecuali secuil kesadaran nalar yang tersisa yang menyuruhku untuk tetap melaksanakan wajibku, meski hanya raga tanpa jiwa.
Ul, ternyata aku tetaplah anam seperti ketika itu, yang ketika rindu begitu meliputi diriku tak ada yang bisa ku lakukan selain menikmati seluruh rindu dalam kegelisahan dan keresahan. Tak ada hasrat untuk melakukan apapun, tak ada dorongan untuk bertindak apapun.
Meski sekarang mungkin ada sedikit hal yang membedakan, kalau dulu mungkin aku benar-benar tidak akan melakukan apapun dalam kungkungan rindu, cukup dengan menutup kamar dan merebahkan badan seharian atau pergi ke suatu tempat yang bisa mengalirkan setiap tetes kerinduan. Sekarang aku tak bisa lakukan itu lagi, tak mungkin ku tinggalkan kelasku dengan alasan ini, tak mungkin ku pergi begitu saja tanpa mengajak Lana, meski akibatnya semua meski ku lakukan tanpa jiwa, hanya gerakan raga tanpa makna (ah, semakin tua memang semakin kehilangan spontanitasnya).
Dan kau tahun Ul, yang lebih aku khawatirkan adalah ketika aku pada akhirnya benar-benar tak mampu menanggung rindu ini, aku khawatir malah merusakkan segalanya, karena yang aku tahu hingga saat ini adalah bahwa dalam keadaan sangat merindumu aku biasanya menjadi seseorang yang benar-benar tak mau diganggu, menjadi seseorang yang seakan berada di dimensi lain kehidupan, menjadi seseorang yang sangat mudah untuk menjadi berang. Aku takut sensitifitasku menjadi-jadi, hingga semua berujung pada kemarahan-kemarahan yang tak semestinya.
Ah entahlah Ul, banyak hal yang memaksaku untuk memikirkan kembali segala langkahku, banyak hal yang membuatku berpikir ulang tentang segala tindakanku, banyak hal yang membuatku mempertanyakan kembali motif-motif yang berada di balik tiap perilakuku. Kebaikan atau keburukan. Ketulusan dan pamrih yang terbungkus. Kelapangan dada atau kemarahan yang tak tertahankan. Pasrah atau menyerah.
Ah entahlah Ul, hingga saat ini belum juga kutemukan cara untuk menghadapi semua.........
Aku benar-benar merasa sendiri kali ini Ul, tak ada teman bicara, tak ada tempat bercerita, tak ada kerindangan dan kesejukan yang bisa kugunakan untuk sekedar beristirahat dan menyandarkan kepala.
Kadang aku ingin marah, benar-benar marah, tapi marah dengan siapa? kepada siapa? karena apa?
Semua kadang serasa benar-benar hampa, tanpa makna, tak ada nilai dan harga.
Ul, ah.....

Ul, ku merindumu, semoga aku selalu mampu menahankan itu...... 

Jumat, 23 November 2012

terkapar........

menggigil dingin menembus tulang sumsum, berlapis selimut pun tak kan mampu usir dingin, dan aku tahu apa sebabnya sebagaimana engkau pasti juga memahaminya.
raga kelelakianku membutuhkan raga keperempuanmu, tubuh biologisku butuh kehadiran hangat tubuhmu. gigil tubuh ini hanya bisa diobati dengan desah nafas memburu, bersama nafasku dan nafasmu. bergumul di atas ranjang, saling merapatkan badan, dan menyatukan gairahku dan gairahmu, mengalirkan hasrat dalam tubuhku menemui hasrat dalam tubuhmu, menggelinjang dalam puncak pencapaian, kemudian terkapar bersama dalam senyum kepuasan, dan hangatpun menyebar ke seluruh badan.
tak ingin aku berapologi mengapa seperti ini, karena tak ada apologi ataupun argumentasi,

peluk cium selalu untukmu
dalam dingin malam-malamku

Rabu, 21 November 2012

Aduh Ul, aku ngaco lagi...

ah Ul, kayake aku ngaco lagi nih.
Baru dua hari ini Jun mulai kembali mau berkomunikasi, dan hari ini aku ngaco lagi ketika ngasih comment di status fb. 
Ul, ga tahu juga tiba-tiba ingin kasih comment, aku hanya ngerasa bahwa Jun lagi menanggung sesuatu yang berat sehingga seringkali dalam nulis di wall sesuatu yang membuatku kadang kaget, dan hari ini aku ga bisa menahan diri untuk tidak kasih comment, dan ternyata aku kembali menyentuh wilayah psikologis yang sangat sensitif sehingga menurutku Jun kembali jengkel dan efeke mungkin ia tidak akan mau lagi berkomunikasi denganku, entah untuk berapa waktu (seperti apa yang ia lakukan dalam waktu hampir dua bulan ini).
Ul, hari-hari ini aku begitu merindumu, dan sebenarnya juga aku butuh ngobrol dengan Jun. Bukan untuk apa-apa, hanya sekedar ngobrol yang biasanya bisa membantuku mengatasi rasa rinduku.
Ah, ga ngerti lah Ul, entah berapa lama Jun akan kembali tidak mau berkomunikasi denganku, meski tetep ae aku berharap tidak terjadi.
Ul, ga ngerti juga kenapa hari-hari ini aku rasakan rindu begitu melimpah di hati, rindu akan kebersamaan bersamamu, rindu untuk kembali berbagi cerita denganmu , rindu segala yang ada dalam dirimu.
Ul, ga tahu juga mengapa getarku begitu menekan dalam beberapa hari ini. Dan engkau tahu Ul, dalam keadaan  seperti ini sebenarnya aku tidak lagi mampu melakukan apapun, karena hati dan jiwaku tak lagi bersama dengan ragaku. Aku menjadi raga tanpa jiwa, raga yang melangkah hanya mengikuti tata nalar akan sebuah kebiasaan. Jiwa dan hatiku membumbung tinggi dalam rindu, rindu bersamamu.
Ah, ga ngerti lah Ul, apa lagi yang  mesti ku ceritakan padamu. Yang jelas hari ini mungkin aku telah melakukan ketidak sengajaan yang telah merusak sesuatu yang baru mulai kembali baik. Hari ini aku telah melakukan sebuah ketidak sengajaan yang mungkin saja akan mengembalikanku dalam sebuah kegelapan dalam sebuah pola hubungan, yang aku sendiri tak pernah tahu sampai kapan.
Jelas aku tak ingin demikian Ul, dan sungguh tak pernah terbersit sedikitpun keinginan untuk menambah beban, menggores luka, ataupun mendalamkan pedih yang dirasakan Jun, aku hanya ingin sebenarnya mencoba untuk ikut berbagi dengan harapan dapat membuat sesuatu menjadi lebih mudah dan lebih ringan, beban menjadi tak lagi begitu menekan, meski kadang antara keinginan dan kenyataan seperti bertolak belakang.
Ah Ul, aku lagi benar-benar merindumu dan sebenarnya aku perlu dan butuh Jun untuk sekedar ngobrol agar rindu padamu tak terlalu menggebu dan menguasai hati dan pikirku.
Sudahlah Ul, semoga semua berakhir pada kebaikan.
Ul, aku merindumu, selalu merindumu, hingga dalam hati dan pikirku tertutup oleh segala sesuatu tentangmu. 
Ul I love you more and more.....

Senin, 19 November 2012

Kembali Merayumu

Ul, terus saja kangen menggelayut manja di lengan jiwaku, dalam dingin malam saat musim mulai berganti. Ah, kelelakianku kadang begitu menggebu akan hadir keperempuanmu, bersama desir mengalir, bersama dingin merambat dari dada ke sekujur raga.
Ul kau tahu aku tak bisa membunuh apapun yang muncul dalam hatiku. Bagiku semua adalah karunia, semua punya masa, semua ada saat hadir dan sirnanya. Jadi, apapun yang hadir coba ku nikmati, coba ku resapi, meski kadang membuatku jatuh kembali dan kembali.
Ul, aku tahu aku hanya setengah bahkan mungkin tak ada lagi. Engkau penggenggam hatiku, pengisi jiwaku. Cintamu mengalir dalam nadiku, menggerahkan langkah dan arah hidupku. 
Ini bukan pemujaan sayang, ini adalah caraku menikmati apa yang hidup di hati, caraku meresapi apa yang mengalir di jiwa, caraku mensyukuri apa yang dianugerahkan Sang Pemilik Segala.
Ul aku tak peduli orang bilang aku terjebak dalam masa lalu. Aku tak peduli orang mengatakan bahwa jika terjebak di masa lalu orang tak akan mampu melihat masa depan dengan benar.
Ul sebenarnya juga aku tidak pernah benar-benar tahu, apakah tetap merasakan cintamu mengalir dalam nadiku adalah sebuah keterjebakan di masa lalu? Apakah mengabadikan apa yang tumbuh di jiwa adalah sebuah kesalahan yang akan merusak masa depan?
Sungguh aku tak tahu, aku hanya menuruti apa yang ku pikir sebagai kata hatiku. Aku hanya mengikuti aliran yang berasal dari rasaku, tanpa perlu penentangan, tanpa perlu bertanya pada pendapat nalar. 
Ul, yang aku tahu cinta adalah persoalan jiwa, bukan wilayah nalar. Cinta jauh berada di atas tata nalar dan nalar tak diperlukan kala kita berada dalam dekap cinta. Hanya nalar yang mengenal dan membedakan masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Cinta berada di atas semua itu. Cinta dalam jiwa mampu melihat masa lalu, masa sekarang, dan masa datang dalam satu kali pandangan.
Ul, selama ini dan hingga saat ini aku sangat percaya dengan rasa yang mengalir di hatiku. Aku percaya bahwa apapun yang ada dalam desir jiwaku adalah kebenaran yang mesti aku ikuti. Sebuah kenyataan yang harus aku terima dan jalani.
Aku percaya cinta adalah matahari yang tak akan pernah kehilangan keutuhannya dan rindu adalah rembulan yang senantiasa menanti dan mendamba pancarannya.
Ul, tak akan pernah habis kata untuk mengurai cinta dan rindu padamu, meski pada akhirnya kata kembali kehilangan makna dalam hadirmu.
Ul, seperti yang sering ku katakan padamu, setiap orang dipersiapkan Tuhan untuk menghadapi dan menjalani garis hidupnya. Apapun yang terjadi pada kita, apapun yang aku lewati, apapun yang aku rasakan, semua pada akhirnya akan berujung pada usaha Tuhan untuk mempersiapkan jiwaku dalam menjalani garis hidupku.
Namun satu hal yang menurutku pasti Ul, bahwa engkau adalah penyempurna jiwa hingga kita menjadi sebuah keutuhan. Bahwa cinta kita adalah sebuah keabadian, bahwa rinduku adalah sebuah kenyataan yang membahagiakan, mesti tentu saja dalam kegelisahan yang kadang hampir tak tertahankan.
Ul, ku coba terima apapun dengan hati lega, meski tetap saja tak bisa ku sirnakan sebuah harapan 'SUATU SAAT ENGKAU AKAN KEMBALI MENJAWAB RINDUKU DALAM WUJUD PEREMPUAN PILIHANMU'. Karena sungguh aku membutuhkanmu dalam wujud lahir untuk bersama menghebatkan Lana.
Ul sungguh aku berharap hingga saat itu tiba--jika memang saat itu ada--tetaplah bersama kita dalam jiwa, kita bertemu di alam khusus bagi pecinta dan sang kekasih untuk sekedar mengurangi dahaga rindu, temani Lana dalam malam-malam saat mimpi mulai merenda.
Ul, aku merindumu, benar-benar merindumu, dalam jiwa dan ragaku, lagi dan lagi.
Ul, I love You as always. more and more...

Minggu, 11 November 2012

mbuh lah.....

ya Allah, kadang seperti tidak mampu lagi aku menahan semua, kadang seperti tidak kuat lagi aku untuk menanggung semua.

Ampunkan aku ya Rabb, karena hingga kini aku belum benar-benar mampu untuk tegak kembali, untuk benar-benar tegar--dan Engkau Maha tahu akan hal itu--.

Ul, semakin ku tahu bahwa engkaulah tempat menyandar kepalaku ketika berat tak lagi tertahankan, engkau selalu menyediakan dadamu untuk meletakkan kepala lelahku,

Ul, ah....engkau segalanya bagiku.........

Ul, terlalu aku merindumu, dalam sadar dan lelapku, dalam jiwa dan ragaku, dalam diam dan bicaraku.....

Ul, dan aku pun tak tahu lagi mesti bicara apa padamu.....setiap huruf kehilangan bentuknya, setiap kata kehilangan maknanya, setiap kalimat kehilangan pesannya, setiap syair kehilangan keindahannya.....semua luruh di depanmu...........

Ah Ul...........love you as always.....

Jumat, 09 November 2012

Ul, masih saja seperti dulu (rinduku padamu)

Ul, kembali rindu padamu. Rindu yang selalu menderu, tak ada surut bahkan semakin besar. Detak-detak kegelisahan yang membahagiakan.
Ul, kadang memang benar-benar tak tertahankan. Benar memang perbedaan alam bukan merupakan penghalang kebersatuan jiwa, bahwa jiwa akan mampu melintasi perbedaan dimensi, namun kadang hadirmu secara raga tetap saja merupakan kerinduan yang menggetarkan, membuatku kadang kehilangan segala akal dan kewarasan, ya akal dan kewarasan. Dua hal yang mungkin hanya ada ketika jiwa masih berada dalam kungkungan raga.
Ul, seperti malam ini, benar-benar ku kembali merindu hadir nyatamu. Ya aku tahu, tak mungkin itu. Tapi rindu tetaplah rindu, keluar dari segala bentuk nalar. Rindu adalah anugerah terindah yang hadir bersama dengan anugerah cinta.
Ul, tak tahu lagi aku apa yang mesti ku tulis untuk sekedar mengungkapkan rinduku padamu, rindu pada keberpaduan jiwa kita, yang kadang sangat sulit aku lakukan karena jiwaku masih berada dalam rengkuhan raga.
Ul, tak ada lagi kata untuk ungkapkan kerinduanku, tak ada kalimat untuk jelaskan betapa aku sangat merindumu, tak ada lagi syair yang mampu mengkiaskan gelombang kegelisahanku, tak ada lagi....
Tapi yang pasti Ul, aku rindu padamu, jiwa dan ragaku. Dan aku bersyukur untuk itu. Bersyukur karena Ia Sang Pemilik Segala masih tetap menanam rasa rindu di hatiku, tetap memelihara rasa cinta dalam jiwaku, tetap memperkenankan kita bersatu berpadu dalam jiwa.
Aku merindumu, jiwa dan ragaku. Love you so much as always....

Selasa, 06 November 2012

Merasa Diabaikan untuk Kali Pertama; Luar Biasa

Ul, mungkin selama ini perjalanan hidupku terlalu mudah, banyak keinginanku terpenuhi dengan cara yang seringkali jauh lebih mudah daripada yang aku perkirakan. Aku belum pernah putus cinta, belum pernah kecewa atas setiap hubungan yang aku jalani.
Ul kau tahu kan bahwa cinta pertamaku pada seorang perempuan adalah dirimu, dan engkau menerimanya sehingga kemudian kita menyatu. Semua indah bersamamu, tak ada kesedihan, kekecewaan, dan kemarahan apapun yang mampu mengalahkan kebahagiaan dan keindahan cinta kita.
Ul aku juga belum pernah benar-benar diabaikan oleh siapapun dalam hubungan--baik pertemanan maupun pola hubungan lainnya--sehingga real aku belum pernah benar-benar merasakan bagaimana rasa ketika merasa disisihkan, merasa diabaikan, bahkan dalam pertengkaran dan perselisihan yang paling hebat selama inipun--baik dengan teman maupun dengan rekan kerja--aku belum pernah benar-benar merasa tersisihkan atau terabaikan.
Ul cinta yang aku rasakan darimu, cinta yang menyatu dalam jiwa kita mengajarkan padaku bahwa sesengit apapun permusuhan yang diberikan kepada kita asal dalam hari kita masih penuh dengan cinta, maka tak akan mungkin rasa permusuhan mampu memenangkan pertarungan dengan cinta. Cinta berasal dari hati dan pasti akan sampai juga di hati.
Ul aku juga sangat jarang gagal untuk membujuk orang dengan kata-kataku, kecuali denganmu--karena denganmu kata-kataku hilang makna, karena engkaulah sumber dari setiap kata yang mengalir dari lisanku.
Dan tiba-tiba Ul, dalam sebulan ini aku merasa benar-benar diabaikan. Bukan oleh orang yang selama ini menunjukkan penentangan padaku, bukan oleh orang yang selama ini menggelar permusuhan denganku. Tapi oleh orang yang selama ini kurasakan sudah sangat dekat denganku--secara jiwa tentu--. Ya Jun Ul orang itu. Kalau kamu adalah orang pertamaku dalam cinta, keindahan pertama yang melahirkan berjuta keindahan lainnya, maka Jun adalah orang pertama yang membuatku merasa terabaikan, tanpa makna, ah.. ga lucu ya, he he.
Kau tahu kan Ul, aku pernah merasakan begitu dekat dengan Jun, sehingga apapun bisa kuceritakan padanya--kau ingat hanya ada satu orang yang aku bisa bercerita apapun dengannya, hanya ia yang memiliki kedekatan jiwa denganku. Ketika kita masih bersama, engkau orang itu dan ketika engkau telah berpindah ke dimensi alam lain, maka perlahan Jun menjadi orang itu.
Tiba-tiba aku tidak dapat berkomunikasi dengannya, ia menjadi tak tersentuh. Ini benar-benar kali pertama aku merasa diabaikan, disisihkan. Dan rasanya luar biasa. Muncul kegelisahan luar biasa yang disertai ketakutan akan rusaknya sebuah hubungan baik.
Ul, hari-hari pertama merasa terabaikan mampu membuatku benar-benar ga tahu apa yang mesti kulakukan. Kulakukan segala hal agar dapat kembali mengakses komunikasi dengannya, tapi ternyata gagal. Banyak hal yang membuatku mengalami ketakutan yang begitu menggelisahkan, aku takut aku telah menghancurkan suatu hubungan baik tanpa kusadari. Aku takut bahwa kedekatan kami mesti hancur padahal aku sudah mulai tergantung padanya. Aku takut ini, aku takut itu dan seterusnya.
Bayangkan saja Ul, kami yang biasanya selalu bertukar cerita, bahkan hampir tiap hari sms-an, ngobrol di fb atau pakai skype, tiba-tiba benar-benar tak bisa berkomunikasi sama sekali. Berubah dari orang yang merasa sangat dekat menjadi orang yang seperti tak dikenal memang luar biasa, luar biasa menyakitkan, luar biasa menggelisahkan, luar biasa menakutkan.
Pada hari-hari pertama aku masih berusaha untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan Jun memang jauh lebih keras darimu, aku tidak bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Ia hanya menulis aku lagi ada masalah mas dan ga bisa bicara dengan siapapun.
Ul, hari-hari ini aku sudah tidak ingin lagi mendesaknya untuk bercerita, yang jelas saat ini aku tidak memiliki akses komunikasi untuk berbicara dan ngobrol dengannya.
Ah Ul, kadang aku benar-benar pengen kembali bisa bercerita dan ngobrol dengan Jun seperti dulu (meski aku masih bisa bercerita dengannya dengan berkirim email atau lainnya, tapi ya yang terjadi hanya monolog bukan dialog). Tidak bisa pula ku pungkiri bahwa ketika aku berkirim email, sms, atau apapun tetap saja aku ingin ia membalasnya (meski aku juga tahu bahwa kemungkinan besar Jun tidak membalasnya).
Ah Ul, inilah pengalaman pertama aku merasa diabaikan, luar biasa menyesakkan dada, luar biasa menggelisahkan, luar biasa menggoncangkan, luar biasa.....
Ul, pengalaman pertama aku merasa diabaikan, membuatku belajar banyak hal. Membuatku sadar bahwa tak semestinya aku membebani Jun dengan berbagai persoalan dan permasalahanku, persoalan Lana, persoalan kita.
Dan tentu saja Ul, aku mesti berterima kasih pada Jun atas apa yang terjadi. Jelas ini merupakan salah satu titik dalam proses pendewasaan diri. Sebuah mata kuliah kehidupan yang selama ini belum pernah kuambil.
Tak usah khawatir Ul, ini bukan kemarahan, ini bukan kekecewaan. Lagian ga mungkin aku marah pada Jun karena ia tidak melakukan kesalahan apa-apa. Percayalah Ul, menyatu jiwa kita menyatu pula apa yang ada di dalamnya. Engkau menyayanginya, aku pun menyayanginya, dan rasa sayang yang memancar dari jiwa kita tidak memungkinkanku untuk marah atau membencinya. Itu juga yang selama ini mengalir dalam diri kita, tak akan kemarahan, kebencian, kekecewaan yang akan mampu memenangkan pertempuran dengan cinta yang memancar dari kebersatuan jiwa kita.

Ul, aku juga ga tahu apakah pada suatu saat nanti aku akan bercerita tentang hal ini pada Jun atau tidak. Entahlah lihat saja situasi dan kondisine, he he..

Kali ini sudah ya Ul, percayalah aku masih meyakini bahwa ketulusan cinta dan menyatu jiwa kita tidak akan mampu dikotori oleh kebencian dan rasa permusuhan.

Love you so much as always....
See you....

Senin, 05 November 2012

Ul, engkau keindahan pertamaku

Setiap segala sesuatu pasti ada awalnya. Ada peristiwa pertama yang menjadi titik awal dari sebuah rangkaian peristiwa yang mengikutinya. Sebuah rangkaian yang akan pada akhirnya merupakan sebuah proses dari perjalanan panjang kehidupan seseorang menuju kedewasaannya.
Dan seperti yang kita tahu Ul, setiap peristiwa pertama pasti akan menjadi peristiwa yang benar-benar akan membekas, akan sangat berkesan--baik yang menyenangkan maupun yang tidak--dalam kehidupan seseorang. Peristiwa pertama pula yang biasanya akan menjadi tonggak bagi jalan kehidupan dan pandangan serta keyakinan seseorang atas sesuatu.
Peristiwa pertama juga akan memberikan beban yang sangat menekan pada saat mengalaminya, sebuah campuran dari kesenangan, ketakutan, kekhawatiran, kebahagiaan. Tak peduli apakah peristiwa pertama itu langsung membuat mata kita berbinar atau menangis darah, semuanya akan memberikan tekanan yang pasti berat dirasakan.
Peristiwa pertama juga memberi kita kejutan-kejutan yang kadang tidak pernah kita pikirkan, membuat kita bertemu hal-hal yang yang tak pernah kita bayangkan, bahkan seringkali membuat kita berpikir, 'kok bisa ya aku jadi kayak gini?'.
Ul, salah satu syukur terbesarku adalah bahwa engkau adalah peristiwa pertamaku dalam cinta, pintu awal bagiku untuk mengenal cinta dan kerinduan. Aku belajar segala keindahan, keagungan, nikmatnya kerinduan, indahnya kegelisahan, kesucian rasa, semua berawal dari anugerah cinta antara kita.
Cinta ini pula yang kemudian mengajarkan padaku bahwa pada hakikatnya segala sesuatu berasal dan lahir dari cinta. Dan bahwa cinta hanya mampu menghasilkan keindahan, keagungan, kesucian. Penderitaan, pengorbanan dan kegelisahan akibat cinta adalah sebuah keindahan. Rindu adalah sebuah kegelisahan yang begitu terdambakan.
Cinta ini pula yang mengajarkan padaku bahwa tak layak bagi kita untuk membunuh rasa cinta di hati hanya karena kita membenci. Bahwa cinta pada akhirnya akan merangkul kebencian dalam dekap hangatnya.
Cinta ini pula yang membuatku selalu bergelora, bersemangat memandang hidup daripada sebelumnya.
Cinta ini pula yang kemudian membuatku selalu berusaha untuk tidak membalas kebencian dengan kebencian, untuk tidak membalas permusuhan dengan permusuhan, untuk tidak membalas dendam dengan dendam.
Cinta ini pula yang membuatku selalu merasa hangat, merasa tak pernah sendiri karena jiwa kita tak mungkin tidak bersama, cinta telah menyatukannya dan cinta abadi berada dalam jiwa.
Cinta ini pula yang membuat rasa marah, rasa kecewa, rasa putus asa tak pernah mampu menghancurkan optimisnya yang mengalir darinya, bahwa pada akhirnya kasih sayang akan menghilangkan kemarahan, cinta akan menghapus kekecewaan, dan jiwa yang penuh dengan cinta akan menukar keputus asaan dengan cahaya harapan.
Perpindahanmu ke dimensi lain kehidupan memang begitu menggoncangkan tata jiwaku, namun cinta kita telah mengembalikan kesadaranku bahwa cinta adalah masalah jiwa, masalah ruh. Cinta kita adalah kebersatuan jiwa kita, keterpaduan ruh kita sehingga tak ada lagi aku, tak ada lagi kamu. Yang ada cuma kita, cinta kita, jiwa kita, ruh kita. Dan itu tidak pernah sirna, itu abadi dalam jiwa, tidak pernah mati karena yang bisa mati hanya raga kita, sekarang ragamu yang telah purna, entah kemudian kapan ragaku akan menyusulnya.
Cinta kita tetap sama, hidup dalam jiwa kita, bersatu dan berpadu ruh. Mesti kadang tetap saja rindu akan pertemuan raga begitu menggoda dan menelanjangi sisi khayawaniyahku.
Seabadi ruh memancar dari Entitas Sang Segala Maha, begitu pula segala sesuatu yang berada dalam jiwa.
Ah, Ul, engkaulah keindahan pertama yang membuatnya melihat segalanya sebagai keindahan. Cinta kita adalah anugerah terindah pertama yang membuatku memandang segala peristiwa dari sisi indahnya, dari sisi kenikmatan dalam menjalaninya. Membuatku mulai memandang segala peristiwa adalah sebuah keindahan yang mesti disyukuri, segala penderitaan adalah sebuah seni indah dan agung yang diciptakan Tuhan untuk kita nikmati, resapi, jalani yang akan membawa kita menuju sempurna takdir kita.
Ah Ul, karena engkau keindahan  pertamaku, maka segala yang mengalir darimu, segala yang berkaitan denganmu tak dapat menghasilkan apapun bagiku kecuali keindahan dan keagungan. Kegelisahan karenamu adalah kegelisahan yang terdambakan, kesedihan mengingatmu adalah kesedihan yang menyenangkan. Kerinduanku padamu yang selalu bergulung dan menggulung adalah keresahan luar biasa yang begitu kudambakan. Engkau pula yang dititahkan bagiku sehingga setiap huruf darimu menjadi bercahaya, setiap kata menjadi keindahan tak terkira, setiap baris menjadi bait puisi dan syair.
Ah Ul, segalanya menuju titik syukur kepada ilah yang telah menetapkanmu sebagai keindahan pertamaku, keindahan yang selalu melahirkan dan menghadirkan keindahan-keindahan dan keluar biasaan baru dalam perjalanan hidupku.

Ul, you're still everything for me (beside God). Love you so much...dan merindumu selalu merupakan keresahan paling indah bagiku....
See you in a special place for us (tempat di mana sang pecinta dan sang kekasih menempati singgasananya)

Sabtu, 03 November 2012

It's about me Ul

Ul, banyak hal yang ingin ku ceritakan padamu, meski rasanya hampir tak lagi dapat ku menulis lagi, semakin tak dapat ku menulis, semakin banyak hal yang ingin ku bagi denganmu.
Ul, bingung juga mesti dari mana memulainya, ya sudahlah mengalir saja ya, ga pa pa kan cerita kali ini di awali dari antah berantah, ga jelas ujung pangkalnya. Lagian kamu kan juga ngerti Ul, ketika terlalu banyak hal mulai menumpuk di kepala dan rasaku, aku jadi ga bisa bercerita, kalaupun akhirnya bercerita ya jadinya sering ga urut dan melompat-lompat.
Ul, beberapa hari ini rasanya badanku belum kembali pulih seperti semula, rasanya proses recovery menjadi lebih lambat daripada sebelumnya. Mungkin sudah mulai tua ya, he he.
Ul mungkin cuaca juga menjadi salah satu faktor yang membuat kondisi tubuh ga bisa benar-benar fit. ah.....ya ngono lah Ul, daya tahan tubuh mungkin makin bertambah usia makin rapuh pula........
Ul tanpa sadar ternyata cara berpikirku pun juga berubah, bergeser. Sekarang ini aku mulai terganggu dengan pertimbangan kepantasan atas apa yang akan tak lakukan. Padahal kau tahu kan Ul, dulu kita tidak terlalu memusingkan apakah yang akan kita lakukan pantas atau tidak, asal apa yang kita lakukan baik dalam pikiran kita, maka kita lakukan.
Ul, sekarang aku mulai mempertimbangkan faktor-faktor di luar diriku untuk memutuskan apakah sebuah tindakan akan aku lakukan atau tidak, meskipun menurutku baik, tapi kalau dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain bisa jadi aku tidak jadi lakukan.
Ul, aku mulai kehilangan spontanitas dalam mensikapi persoalan, mulai muncul dalam diriku kekhawatiran-kekhawatiran yang pada akhirnya mematikan spontanitasku, nyaliku mulai berada dalam kendali tata aturan nalar, keberanian mulai tunduk di bawah pertimbangan-pertimbangan pikiran. Akibatnya apa yang aku lakukan menjadi semakin lambat, pertimbangan atas berbagai resiko yang mungkin akan kuhadapi mengambil waktu cukup banyak di awal--jauh sebelum tindakan itu sendiri dilakukan--.
Ah Ul, mungkin benar aku sudah mulai tua, mulai usang, mulai kehilangan keberanian untuk mengambil resiko, mulai kehilangan keberanian untuk berbeda dan mengabaikan pendapat sekitar, mulai mempertimbangkan banyak hal yang seringkali malah membuatku kehilangan keberanian untuk melakukan dan memutuskan suatu tindakan.
Ah Ul, mungkin benar aku sudah mulai usang, tua, dan mungkin sudah saatnya untuk digantikan. Daya kreatif berkurang, keberanian hampir hilang, spontanitas kehilangan kehebatan.
Ul kau tahu bagaimana rasanya ketika spontanitas mulai menghilang, ketika nyali mulai berada di bawah kendali nalar, ketika ekspresi dan aktualisasi mulai terganggu dengan pendapat orang?
Tiba-tiba semua persoalan menjadi jauh lebih rumit, jauh lebih repot, jauh lebih sulit untuk diselesaikan, karena ketika kita menggunakan pendapat orang lain masuk dalam pertimbangan untuk memutuskan suatu tindakan, pada saat yang sama kita pasti harus bertarung dengan diri kita sendiri, antara menjaga diri yang khas dan menempatkan diri dalam kepantasan yang nyaman.
Ul kadang sering aku meragukan kemampuanku untuk menahan segala kejadian--tanpamu di sisiku--namun aku terus mencoba meyakini bahwa apapun yang terjadi adalah garis terbaik yang ditetapkan Allah untukku, untukmu, untuk kita. So, seberat dan seperih apapun tentunya aku akan mampu. Lagian trus gimana dengan Lana jika aku menyerah? Tak ada menyerah dalam inginku karena aku tahu engkau dalam abadimu tetap bersamaku--meski kita di alam dengan dimensi berbeda--, kebersamaan kita tak lagi kebersamaan raga, namun kebersamaan jiwa.

Wis sik ya, Ul..emmmmmm.....aahhhhhhhhhhh...........
Love you as always....
dan aku tahu bahwa rindu adalah bukti bahwa cinta di dada masih tetap bergelora...

(Mohon perkenan pada Ia yang Putuskan Segala, semoga ijinkanmu sering temuiku untuk memadu rindu, dan bersama Lana untuk curahkan kasih bunda)