Rabu, 24 Oktober 2012

Lanjutan Cerita

Ul, ternyata aku tetap saja anam seperti yang dulu. Anam yang ketika secara psikologis mengalami gangguan, maka akan luruh dan penyakit fisik pun akan datang.
Ul, kemarin hampir saja aku benar-benar jatuh, hampir saja ku tinggalkan kelas dan pulang lalu membiarkan diriku terkapar. Tapi alhamdulillah tidak, aku masih bisa bertahan hingga jam pelajaran selesai. Kemarin pagi aku serasa kehilangan segala kekuatan penyanggaku, seakan rumah jiwaku rubuh, aku merasa pengabaian Jun selama 2 minggu ini benar-benar telah mengacaukan seluruh tata batinku. Aku mulai menuntut banyak hal, menginginkan banyak hal. Aku mulai bergerak menuju titik di mana aku hanya mementingkan diriku sendiri--sesuatu yang baru ku sadari setelah aku benar-benar kembali mengalami jatuh secara psikis--.
Ul tadi malam aku mulai berpikir tentang sakitku beberapa hari ini, sakit gigi selama 3 hari, kemudian mulai kemarin pagi hingga malam pangkal tulang belakangku sakit sehingga untuk tidur telentang susah, tapi sekarang dah baikan kog. Bahwa semua itu tidak sekedar terkait dengan kondisi fisikku, tidak sekedar terkait dengan cuaca, tapi lebih terkait dengan kondisi psikologisku. Kamu tahu kan Ul, dalam kondisi psikis yang tidak stabil maka hampir bisa dipastikan akan akan mengalami drop secara fisik.
Ul, setelah engkau Jun adalah perempuan yang mampu menggelisahkanku, membuatku berpikir berulang kali tentang apa yang terjadi. Tapi kegelisahanku karenamu bagiku adalah sebuah keindahan tersendiri, sebuah inspirasi yang selalu menghasilkan puisi-puisi--kegelisahan yang terindukan, keresahan yang didambakan. Berbeda dengan kegelisahanku yang berhubungan dengan Jun, aku merasakan kegelisahan yang sangat berbeda, ini seperti kegelisahan karena ketakutan. Takut sesuatu tidak berjalan sebagaimana yang tak inginkan, takut sesuatu yang buruk menghancurkan sesuatu yang sebelumnya baik dan porsinya berlebihan.
Ul, itu yang kemudian membuatku berpikir dan berusaha mencari tahu apa yang terjadi. Benarkah kegelisahan macam ini? Karena menurutku, cinta dan kasih sayang tidak mungkin menghasilkan ketakutan, cinta dan kasih sayang hanya akan menghasilkan kenyamanan, ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan.
Ul, ternyata aku mulai bergerak dari menyayangi Jun menjadi ingin memilikinya, sebuah keinginan nafsu khayawani yang mulai menggangu dan mulai tak terkendali. Aku mulai merasa perlu tahu apapun yang ia lakukan, aku merasa kecewa ketika ia melakukan sesuatu dan aku tidak diberitahu, dan seterusnya.
Aku kembalikan semua pada awalnya Ul, bahwa awalnya aku menyayangi Jun sebagaimana aku menyayangi Anip, Aam, Fahrur, Zein. Aku menyayanginya sebagai adikku. Itu kemudian yang membuatkan menjadi sedikit lega sehingga mulai tertidur dan bangun dengan keadaan yang lebih baik (sakit tulang belakangku juga berkurang).
Ul, maka kayaknya ini hal terbaik yang mesti dilakukan. Aku akan membiarkan Jun melakukan apapun yang akan menyenangkannya, membuatkan berkembang seperti yang diangankannya. Aku akan selalu men-support apapun yang ia anggap sebagai jalan untuk mencapai apa yang ia angankan. Bahkan jika jalan untuk membuatnya lega adalah dengan memutus komunikasi denganku, akan akan terima. Tak ada lagi tuntutan baginya untuk merespon apapun dariku. Meskipun tetap saja aku tidak mau untuk benar-benar memutus komunikasi dengan Jun, karena bagiku awal dari kehancuran hubungan sebaik apapun adalah tidak adanya komunikasi.
Ul, ya mungkin saja saat ini aku menyayangi Jun tidak lagi murni sebagaimana dulu, tapi tetap saja bagiku menyayangi bertarti memberikan kenyamanan, ketenangan, kebebasan untuk bergerak bagi orang yang kita sayangi, bukan mengekang dan menuntutnya untuk melakukan sesuatu.
Ul, lagi pula aku sangat yakin bahwa apapun yang Jun lakukan tidak akan pernah membuatku membencinya, karena aku yakin sayangku sebagai kakak (sebagaimana juga engkau) tidak akan pernah mengijinkanku untuk membencinya.
Ah, sudahlah Ul, yang jelas kini aku akan ada untuk men-support nya, dengan cara yang semoga saja tidak pernah menyakiti hatinya, tidak akan mengganggu konsentrasinya. Sebagaimana kulakukan pada yang lainnya. (mungkin saja nanti aku akan menulis ke Jun tentang ini atau mungkin ga usah sekalian pa ya? tapi ya lihat saja nanti lah, he he)

Pindah cerita Ul,
Ul aku heran beberapa hari ini Lana kok mau ya diajari sama Anip, padahal kalau tak ajak sinau mesti ada aja alasane. Apa memang benar ya apa yang tak pikir selama ini bahwa ternyata aku memang ga bisa ngajari cah cilik, atau tepate aku memang gak bisa ngajari karena aku memang ga punya pengalaman bagaimana carane belajar ketika kecil.
So, dua hari ini tiap bar magrib Lana belajar dengan Anip nang lor, mulai dari belajar nulis, baca, sampai berhitung. Aku ya seneng ae sih, karena Lana mau belajar.
Trus sekarang juga Lana ngajine mulai konsisten, artinya tiap malam ia ngaji meskipun ga selalu bar magrib. Bahkan ketika magrib nang lor maka ketika ia sampai rumah (bar isya biasane), ia sekarang akan ngomong, 'Bapak ngaji yuk, tapi ngajine nang kamar ya'. Sekarang ia juga mulai mengingatkan kalau aku lupa ga ngajari ngaji. Sungguh aku senang dengan perkembangan ini meski aku juga tetap ae masih bingung jiwa berpikir tentang kemandirian dan ketergantungan Lana pada mbak Nani.

Ah, wis ah cerita kali ini, selama bersamaku ya, biar kembali tegak kepala dan badanku, Love you so much.......aku selalu saja merindumu ratu jiwaku, pemilik singgasana hatiku.... (gimana Ul, aku sudah mulai bisa bercerita banyak lewat tulisan kan?, meski tetep saja alur ceritanya masih melompat-lompat ya...)