Minggu, 15 Januari 2017

Kembali tentang Lana

Hai Ul, semoga senantiasa berlimpah dengan rahmah dan anugerah dari Dzat yang kasih sayang-Nya melampaui kemurkaan-Nya.
Ul, kali ini aku ingin bercerita tentang cahaya mata kita, Lana. Atas perkenan Ia yang seluruh takdir berada di tangan-Nya, aku yakin engkau juga tahu dan merasakan bahwa dalam beberapa hari ini selalu saja ada hal yang berkaitan dengan Lana yang membuat aku cenderung susah untuk mengendalikan diri.
Tadi saja aku habis nyubit Lana karena aku kembali tak mampu mengendalikan diri. Sebenarnya mungkin bukan sepenuhnya salah Lana, mungkin karena harapanku saja yang terlalu berlebih atas ia sementara aku belum melakukan apapun untuk mematutkan diri atas harapan yang aku sandarkan padanya.
Mungkin sebenarnya aku sendiri yang salah. Salah karena mungkin aku belum mampu memaksimalkan perhatianku kepadanya.
Sebenarnya mungkin masalahnya sederhana, selama ini aku merasa bahwa Lana sudah mampu membaca dengan cukup baik, meskipun aku tahu belum cukup lancar dan belum mampu dengan mudah memahami isi apa yang ia baca.
Ul, mungkin sekitar dua minggu lalu, aku menyuruh Lana untuk langsung belajar setelah mengaji. O ya, Lana kembali mengaji di rumah. Jadi setelah shalat magrib, Lana mengaji denganku di rumah. Sebelumnya ia ngaji di Thoha, karena guru ngaji di langgar sedang hamil tua dan sekarang baru melahirkan. Tapi karena yang ngaji di Thoha sering tidak ada teman, maka Lana tidak mau lagi dan memilih ngaji di rumah. Biasanya Lana mengaji Juz Amma kemudian lanjut denga fasholatan, dan kemudian diakhiri dengan hafalan surat-surat pendek. 
Pada hari-hari pertama Lana cukup bersemangat untuk belajar, apalagi ketika aku belikan ia lampu belajar. Ia membaca buku-buku ringan yang ia sukai namun bukan buku pelajaran. Setelah beberapa hari ia mulai agar malas dan cenderung ngeles ketika tak suruh belajar. Ketika aku minta ia membaca buku-buku pelajarannya, selalu saja ia cari-cari alasan.
Tadi, ketika aku memintanya belajar, dengan ogah-ogahan ia akhirnya belajar, namun tidak sampai lima menit katanya sudah selesai, lalu aku minta Lana untuk membaca keras denganku, ia menolak. 
Ketika aku memaksanya, Ul, aku kaget ketika aku tulis kata Sastra, kemudian minta Lana membaca satu suku kata pertama Sas, ia membacanya Sa dengan menyertakan huruf s, ku coba mengejakan suku kata 'bas' ia membacanya ba tanpa huruf s.
Aduh Ul, kamu tahu rasanya hampir meledak aku, campuran antara marah, kecewa, dan merasa bahwa aku belum melakukan hal terbaik untuk mendidik Lana. Apalagi ketika Lana mulai menangis--biasaya Lana ketika merasa tidak mampu melakukan sesuatu atau tidak mau maka ia akan mulai menangis meskipun tidak aku marahi--dan kau juga tahu Ul, ketika Lana mulai menangis maka seluruh fokusku pun akan hilang, bercampur antara perasaan marah, kasihan, dan entah rasa apalagi yang jika diterus-teruskan aku pun akan menangis pada akhirnya.
Ul, ketika itu aku mulai kehilangan kemampuan untuk mengendalikan diri, aku dekati Lana kemudian aku cubit pahanya, ia menjerit dan menangis--sebenarnya hatiku juga menangis tapi aku juga ingin Lana mulai belajar untuk menyelesaikan masalahnya tidak dengan menangis tapi dengan berusaha keras menghadapinya--.
Setelah itu aku katakan kepadaya, Na sekalian ae tak ciwel genah larane nak nangis nangiso, ra usah nangis nak ra iso, tapi belajar ben iso, ra sah nangis nang angel, ngko nak wis iso mesti gak angel maneh.
Ul, kadang aku merasa seakan-akan tidak mampu untuk mendidik Lana dengan baik, kadang aku merasa bahwa hadirmu merupakan jawaban atas ketidakmampuanku ini, tapi bagaimana mungkin aku meragukan setiap ketetapan-Nya, bukankah segala yang terjadi adalah anugerah-Nya, jalan dan proses yang sudah ditata sedemikian rupa bagi kita untuk menuju takdir terbaik kita?
Ul, aku hanya berharap semoga Sang Maha Kasih mempenankan engkau sering hadir mengunjungiku, dalam tidur maupun sadarku, dalam kebersamaan wujud mimpi maupun kebersamaa rasa bersamamu.
O ya Ul, sekitar tiga bulan lalu Lana bilang bahwa ia mau khitan pas liburan sekolah bahkan sudah meminta tanggal 20 Desember untuk khitan. Banyak orang yang sudah ia beritahu, bahkan mas Fuad sempat bertanya kapan Lana khitan, tak jawab saja, lha lihat ae mas, aku ngerti Lana kok.
Ketika Anip mengajak Lana ke Pare saat liburan, ia sangat senang. Namun ketika mendekati waktunya, ia mengubah rencana dengan mengatakan bahwa ia akan khitan jadi ga bisa ke Pare (rencana ke Pare tanggal 19 Desember).
Kau tahu Ul, tanggal 18 Desember aku kembali bertanya ke Lana apakah ia jadi khitan atau tidak? Tahu apa jawabannya, 'sik bapak tak pikir-pikir sik'. Aku langsung kepikiran, ah....kayake ki ga sido.
Ternyata benar ketika pada tanggal 20 aku tanya lagi, ia bilang 'ga sah saiki bapak sok ae..'. Akhire ya gak jadi ke Pare sekaligus juga ga jadi khitan. he he he
Mungkin itu ceritaku kali ini, selamat menikmati kembali istiharatmu, maaf jika aku masih sering mengganggumu.
Kau tahu dan merasakan betapa cinta dan rinduku padamu merupakan salah satu anugerah terindah yang senantiasa akan berusaha aku syukuri.
Love you so much.....see you...

Rabu, 11 Januari 2017

Cerita Lagi

Hai Ul, semoga kelimpahan nikmat dan karunia selalu tercurah untukmu dalam naungan dan lindungan Sang Pemberi Segala.
Ul, tak rasa-rasake aku kok tambah kacau ya, kesombongan kayake mulai menguasai. Kesombongan yang dibungkus dengan kepura-puraan rendah hati.
Ah....mbuhlah Ul, pada satu sisi aku merasa bahwa aku memang tidak layak lagi untuk menjadi kepada. Ada banyak hal yang menurutku menjadi alasan ketidak layakanku. Mulai dari bahwa aku kehabisan waktu bersama Lana, padahal semakin hari Lana semakin membutuhkan kehadiranku, semakin hari Lana semakin perlu untuk didampingi. Ada orang yang bilang dan mengatakan padaku bahwa aku mestinya melakukan pendekatan dan memberi pengertian kepada Lana, tapi bukankah mestinya aku yang mengerti Lana, bukan sebaliknya? Bukankah mestinya orang tua yang mengerti anaknya, bukan sebaliknya anak yang harus mengerti orang tua?.
Lalu, pikiran-pikiranku tentang seks, tentang belaian perempuan kadang terlalu kuat membelitku. Aku gak ngerti ini wajar atau tidak, ini karena sebagai laki-laki aku membutuhkan belaian perempuan atau hanya sekedar nafsu yang tak terkendali, sehingga bahkan aku melakukan hal-hal yang dulu sama sekali tak pernah terpikirkan. Padahal menurutku seorang pemimpin, sekecil apapun bentuknya, bukan saja seorang yang menjadi titik akhir bagi berputarnya roda organisasi, lebih dari itu seorang pemimpin adalah ruh, jantung bagi organisasi atau kelompok yang dipimpinnya. Kamu tahu kan Ul, bagaimana fungsi jantung bagi tubuh dalam sebuah hadits, apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuh dan apabila dia rusak rusaklah seluruh tubuh.
Dalam kondisi seperti ini, bagiku jelas bahwa aku menjadi jantung yang tidak baik sehingga aku tidak berani untuk tetap menjadi jantung, mungkin kalau sekedar otak, ga pa pa lah, lagian dulu aku pernah bilang bahwa aku hanya bisa mengajar di dua tempat, di Sunniyyah dan di sekolah yang aku dirikan.
Selain itu Ul, menurutku ada beberapa orang yang lebih baik dari aku, terutama dalam kondisi psikisnya. Ada beberapa guru yang lebih stabil secara psikologis, ada yang lebih memiliki pengalaman dalam memimpin, ada yang ibadahnya jauh lebih baik dari yang mampu aku lakukan, ada yang lebih ikhlas dan loyal terhadap madrasah daripada yang bisa aku berikan.
Tapi Ul, pada sisi lain, aku mudah menceritakan hal itu kepada beberapa orang, Bu Sihah, Pak Niam, Kang Lih, Pak Muklis, mengenai hal-hal itu--terutama poin satu dan tiga--aku masih belum berani cerita ke orang lain mengenai poin kedua. Kembali hanya padamu aku bisa menceritaka semua.
Bukan masalah cerita yang membuat aku takut dan khawatir, tapi di balik cerita itu, tak rasakan semakin muncul keinginan untuk dipuji, untuk menunjukkan betapa baik aku, merasakan kebanggaan diri atas kehebatan yang sebenarnya tidak pernah aku miliki. Aku mulai benar-benar ingin disanjung, dikatakan sebagai orang yang aneh dalam arti baik, ikhlas, memperhatikan orang lain, mampu menghormati orang lain, dan serentetan pujian-pujian lainnya.
Aku takut Ul, aku takut kesombongan dan keangkuhan akan menggilasku, aku membakarku menjadi abu.
Ul, pada sisi lainnya--mungkin kau sudah tahu juga karena mungkin dari alammu kau bisa melihat da mendengar semua yang aku lakukan dan apa yang tersembunyi dari pandangan mata lahir orang-orang di sekitarku--aku juga merasakan kekhawatiran bagaimana jika benar aku sudah tidak lagi jadi kepala, bagaimana dengan penghasilan material, bagaimana dengan sikapku, apakah aku masih tetap biasa sebagaimana apa adanya, atau aku akan bersikap sebagaimana orang yang lagi mengalami post power sindrome.
Ah, entahlah Ul....thanks telah hadir kembali dan meluangkan waktu untuk menemuiku kembali di dunia antara yang memungkinkan pertemuan kita. Terima kasih atas segalanya. Sebenarnya ada banyak cerita lagi yang ingin aku tuliskan untukmu, meski mungkin tanpa tak kasih tahu engkaupun sudah tahu--dengan perkenan-Nya apa sih yang tidak mungkin--entah itu tentang Lana ataupun tentang aku, tentang kita. Tapi kali ini mungkin cukup ini saja dulu ya, miss you so much....

Ul, sungguh aku merindumu, betapa setiap denyutku selalu mengeluarkan fibrasi kuat dan indah setiap kali namamu membelai telingaku....dan aku yakin kau pun pasti tahu serta merasakannya.
Peluk cium dariku.............see you

Senin, 09 Januari 2017

...dan aku lupa....

...dan aku seperti lupa bagaimana cara menulis sayang, padahal ada banyak hal yang ingin aku goreskan.....