Rabu, 31 Oktober 2012

Lana is Lana

Ul, Lana is still Lana, Lana ya Lana. Mungkin itu yang hari-hari menjadi cerita menarik. 
Kau tahu Ul beberapa hari ini Lana melakukan beberapa hal yang tidak biasa ia lakukan, mulai dari tiba-tiba ga mau ngaji, tiba-tiba ga mau berangkat sekolah, disuruh cukup rambut ga mau dan beberapa hal lain yang sudah menjadi rutinitasnya tiba-tiba ia tidak mau melakukan.
Ul, dalam beberapa hari ini aku melihat Lana sebagai benar-benar gambaran kecil kita berdua, keras kepalamu dan juga ngengkelku dua-duanya ada dalam dirinya dan kadang muncul dengan tiba-tiba. Bayangkan saja tiba-tiba aku harus berhadapan dengan diriku sendiri sekaligus dirimu dalam satu waktu, seorang yang kalau sudah punya keinginan tidak bisa ditawar ditambah selalu punya alasan untuk membenarkan keinginannya, ah....mesti banyak belajar lagi nih...
Ul, benar kata orang bahwa yang paling mampu untuk mengalahkan orang tua adalah anaknya sendiri. Mengapa demikian? aku berpikir mungkin bukan sekedar karena orang tua terlalu menyayangi anaknya, mungkin juga--selain karena sayang--orang tua juga melihat dirinya sendiri dalam diri anaknya. Jadi, mana mungkin seseorang mampu mengalahkan atau mengabaikan dirinya sendiri.
Ul, sebenarnya aku sendiri bingung dengan sikap Lana akhir-akhir ini yang seringkali berubah dengan tiba-tiba. Bisa saja kadang ia jenuh dengan aktivitas harian yang ia lakukan, pagi ke TK, sore TPQ, habis magrib Fasolatan (kalau yang ini kita juga kan, sama-sama mudah bosen dengan rutinitas yang kita lakukan) sehingga kadang ia ingin melakukan sesuatu yang berbeda dengan rutinitas biasa, mungkin inilah refreshing a la Lana, he he...
Ul, mungkin juga ia sedang benar-benar merindukanmu sehingga seluruh energi dan fokusnya hanya padamu dan akibatnya ia merasakan malas luar biasa untuk melakukan apapun selain mengingatmu (kadang aku juga seperti itu kog) dan ia tidak tahu harus melakukan apa untuk mengalirkannya, so yang ia lakukan ya pokoke ogah melakukan apa-apa, ah entahlah Ul....
Ul sampai sekarang pun aku masih benar-benar bingung dan tak tahu apa yang mesti ku lakukan untuk memberi Lana bimbingan, pengarahan, dan pembelajaran terbaik (selain memasukkannya ke TK dan TPQ). Serius Ul, sampai sekarang aku belum menemukan cara yang tepat untuk membelajarkan Lana, karena bagiku Lana is a special one, berbeda dengan anak-anak seusianya baik dalam sikap, pilihan, tata pikir dan lain sebagainya.
Ul, Lana tetaplah Lana kita yang dulu, yang selalu heboh dalam mensikapi segala sesuatu, mulai dari hal yang menyenangkan hingga hal yang tidak menyenangkan. Beberapa hari lalu ketika tiduran di tempat bue, tiba-tiba ia kejatuhan kotoran tokek, ia bilang, 'bapak ki rek teles gene?', kemudian tak lihat, e ternyata ada kotoran tokek di bajunya, maka ku jawab, 'ga pa-pa, mung keno telek tikus', tahu bahwa ia kena kotoran di bajunya, langsung ia ribut, mulai dari minta basuh tangan yang katanya baunya ga enak, terus langsung minta gantu baju--padahal yang kena mung sedikit--dan ga mau ketika tak bilang, ayo bali ganti klambine nang omah, tetap ae ia minta bajunya ditanggalkan dan akhirnya malah tidak berbaju (mung pakai singlet) baru mau ia pulang dengan singletan dan ambil baju ganti. 
Paginya, tiba-tiba ia bilang Bapak Lana ga pe sekolah, tak tanya lha ngapa? sakit?, ia diam saja meski menurutnya satu-satunya alasan adalah males karena terlalu jenuh (mungkin ia lagi boring dengan sekolah). Tak desak dengan pertanyaan, eee seperti biasa ia tetap ae diam dan mulai nangis...
Ah....kalau sudah gini aku yang kalah Ul, so akhire ya ga sekolahlah hari itu......
Ul, kadang aku berpikir jangan-jangan beban yang diterima Lana dengan beragam kegiatan belajarnya terlalu berat baginya. Jangan-jangan aku juga sudah mulai menuntutnya untuk bisa melakukan banyak hal yang sebenarnya ia belum mampu melakukannya, sehingga kadang ia merasa malas untuk melakukannya.
Ah, entahlah Ul......biasanya dalam keadaan seperti ini aku akan menghubungi Jun kemudian berdialog tentang hal ini dan hal-hal yang berkaitan sehingga seringkali menemukan beberapa alternatif untuk mensikapinya, tapi kali ini aku tidak bisa melakukannya. Kau tahu sendiri kan Ul, saat ini aku tidak memiliki akses komunikasi dialogis dengannya, entahlah sampai kapan....ya cuma aku berharap ini ga akan terjadi terlalu lama lah, he he...
Ah, sudahlah Ul, mungkin ini dulu cerita kali ini....Seringlah tengok rumah dan temani Lana ya (aku juga lho, kan aku juga kangen, he he...)

see you, love you so much as always.....
tunggu aku di pantai rindu karena aku akan datang dengan gelombangnya...he he....

Senin, 29 Oktober 2012

Ul,.....

Uuulllll.....susah temen nata hati, menstabilkan tata jiwa.....untung saja engkau tetap berada dan bersemayam di hati, menyatu jiwa....jika tidak entahlah aku pun ga tahu bakal gimana jadinya....he he...

Sabtu, 27 Oktober 2012

Ternyata Berat Juga

Ul, mungkin yang disebut sebagai cobaan yang sebenarnya adalah ketika kita merasa mulai terbebani dengan masalah yang kita hadapi, dan sebelum masalah itu selesai sudah datang lagi masalah secara beruntun sehingga kita benar-benar merasa tak bisa apa-apa lagi.
Ul, bulan ini aku benar-benar merasa bulan yang sangat berat. Masalah datang beruntung tanpa aku bisa menceritakannya pada siapapun. Diawali dengan Jun yang memutuskan untuk tidak lagi berkomunikasi, padahal kau tahu Ul, ia sudah menjadi the one bagiku, orang yang aku bisa bercerita apa saja padanya. Belum lagi aku mampu menata hatiku, tiba-tiba datang idul adha dan aku ga bisa menyediakan hewan kurban, sesuatu yang juga sangat menekan hatiku, membuatku tiba-tiba menangis, menyesal, sedih dan beragam perasaan menyatu yang pada akhirnya hanya terungkapkan dalam tangis sembunyi-sembunyi (dan bisa dengan tiba-tiba muncul dan muncul lagi).
Bahkan hari-hari ini mungkin aku benar-benar tak mampu lagi untuk menyembunyikan beban di wajahku, sehingga mungkin banyak orang bisa melihat dengan jelas bahwa aku lagi ada masalah (sesuatu yang selama ini berusaha aku sembunyikan dan biasanya mampu aku lakukan). Seperti kemarin, tiba-tiba saja aku ga bisa menahan tangis ketika pulang dari masjid, tiba-tiba saja ketika berjalan aku begitu sedih dan merasakan beban sangat berat menghimpit dada dan kepala sehingga menangis dengan begitu saja tanpa bisa aku tahan (hal seperti ini baru sekali kurasakan sebelumnya, yakni selama beberapa hari setelah kepindahanmu dengan alam yang berbeda). Suatu keadaan yang menurutku hanya muncul ketika aku benar-benar merasakan kehilangan yang luar biasa, kehilangan pegangan, kehilangan sandaran, kehilangan tempat berbagi.
Dan hari ini tambah lagi masalah yang membuat rencanaku hari ini untuk mencoba menata tanaman depan rumah gagal karena seluruh sendiku rasanya lumpuh, tak ada keinginan sama sekali untuk melakukan sesuatu. Rasanya seperti meledak kepala dan dadaku. Begitu kuat masalah menekan tanpa aku bisa bercerita kepada siapapun. Mungkin ini yang bisa membuat orang stress dan kehilangan kesadaran, ketika masalah begitu berat menekan pikiran dan perasaan sementara tak ada tempat untuk bercerita, ga da tempat untuk mengalirkan beban yang menekan.
Ul, belum pernah aku mengalami hal ini, biasanya seberat apapun masalah yang datang, aku masih cukup tenang, cukup santai untuk mensikapinya karena aku tahu bahwa ada tempat aku untuk bercerita (meski tidak selalu aku menceritakan masalahku, tapi cukup bagiku untuk mengurangi beban masalah ketika aku masih bisa bercerita dengan seseorang yang aku nyaman dengannya). Kali ini benar-benar aku tidak bisa bercerita dengan siapapun, karena dari dulu sampai seperti kau tahu Ul, aku hanya bisa bercerita pada satu orang, hanya satu orang, dan setelah kepindahanmu, aku merasakan the one adalah Jun, yang saat ini pun lagi tidak mau berkomunikasi denganku.
Ah, entahlah Ul, entah bagaimana dan apa yang mesti ku lakukan. Aku hanya mencoba untuk berpikir positif bahwa ini adalah salah satu cara yang dilakukan Tuhan untuk membuat kita semakin dewasa, semakin kuat menghadapi kehidupan, dengan cara memberi kita masalah yang seakan tak mampu kita selesaikan, kemudian menambah masalah secara beruntun sebelum masalah pertama benar-benar dapat kita selesaikan. Benar-benar berat menekan, melumpuhkan seluruh kekuatan dan keinginan, meruntuhkan seluruh keinginan untuk bertahan.
Ah, entahlah Ul, aku hanya mencoba untuk tetap yakin bahwa apapun yang ditimpakan adalah dalam batas kemampuan kita untuk menghadapinya. Bahwa cara Tuhan untuk mendewasakan jiwa kita adalah dengan memberi kita masalah yang sedikit lebih sulit, sedikit lebih berat, sedikit lebih kuat dari kemampuan kita saat ini.
Ah, entahlah Ul, tak bisa lagi aku menuliskan apa yang mesti kulakukan.....Kita lihat saja apa yang akan terjadi berikutnya...

I love you so much, ...jangan pernah tinggalkan aku dalam kesendirian jiwa, karena tanpamu aku bukan hanya rapuh, namun hancur berantakan....

Segalanya berasal dari-Nya, tentu Ia juga telah mempersiapkan cara penyelesaiannya....

Kamis, 25 Oktober 2012

Hanya cerita

Hai Ul, aku yakin engkau semakin hari semakin baik saja di sana.
Ul, sebenare sakit di ujung tulang belakangku sebenere kemarin dah mendingan dan tak pikir hari ini pasti sembuh, eee ternyata gara-gara kemarin aku motoran ke Gabus (aku lagi ada pelatihan LS di Gabus sampai hari ini), ternyata habis motoran kroso maneh, dan bangun tidur tadi sebenare dah agak mendingan, ya semoga nanti ga apa-apa lah kalo tak pake motoran ke Gabus lagi.

Hari ini sebenare Lana ngajak ke Pati, ke tempat mas Fuad. Sebab Lana pengen lihat penyembelihan kurban sapi di sana (biasa tiap ke sini kan mas Fuad selalu ngajak Lana ke tempatnya dan kemarin Lana tertarik karena ada penyembelihan kurban). Tapi, kan kamu tahu sendiri Lana ga bisa di tempat yang sangat ramai, so tak pikir ga usah ae lah, daripada mengko di sana rewel malah tambah ga enak.
Pas tak bilang ga usah nang nggone mas Fafa ya Na, ia cemberut pengene tetap ke sana, ia baru mau ga jadi ke sana ketika Anip kemudian janji akan ngajak Lana ke kolam renang (Anip memang jago mbujuki Lana og). Jadi nanti rencanane Lana akan ke kolam renang bareng Anip dan aku pergi ke Gabus untuk Pelatihan LS.

Ul, tetap saja aku pengen mengangis ketika ingat bahwa tahun ini aku gagal mengatur dan merencanakan segala sesuatu sehingga kita tidak bisa menyembelih kurban tahun ini (meski itu hanya seekor kambing), maaf ya Ul, terpaksa jatah kurbanmu kita tunda sampai tahun depan.

Eh Ul, tahu nggak ternyata benar kata orang-orang bahwa kapur barus bisa mengatasi tikus. Beberapa hari lalu aku benar-benar jengkel dengan tikus yang semakin merajalela di rumah, terus kemudian aku beli kapur barus, tak hancurkan lalu tak sebar di beberapa sudut yang menurutku biasa dilewati tikus, dan hasilnya....malamnya tidak ada lagi suara berisik tikus (ya minimal jauh lebih berkurang lah, he he). Tapi tadi malam tampaknya tikus sudah mulai merajalela lagi, kayaknya kapur barus yang tak taburkan sudah hilang khasiate, mungkin karena tak hancurkan maka baunya cepat hilang.
Ul, aku berpikir mungkin jika kapur barus tidak tak hancurkan dan masih berada di tempat-tempat yang biasa dilalui tikus maka tikus tidak akan melewatinya hingga kapur barus habis. Berarti semakin besar kapur barus semakin awet efeke.

Ul, engkau berada dalam hatiku, engkau pasti tahu apa yang terjadi di dalamnya, engkau pasti tahu gelegak-gelegak yang ada di dalamnya, maka bantu aku ya agar apapun yang terjadi aku tetap mampu mengatasinya, agar apapun yang terjadi efek baik dan kebaikan selalu menjadi pertimbanganku dalam melakukan segala sesuatu.

Ul, menyatulah selalu dalam jiwaku, bersama kita melangkah menuju wujud angan dan impian yang pernah kita bangun bersama.
Ul, aku merindumu, selalu
I love You so much, more anda more....

See you....

Rabu, 24 Oktober 2012

Lanjutan Cerita

Ul, ternyata aku tetap saja anam seperti yang dulu. Anam yang ketika secara psikologis mengalami gangguan, maka akan luruh dan penyakit fisik pun akan datang.
Ul, kemarin hampir saja aku benar-benar jatuh, hampir saja ku tinggalkan kelas dan pulang lalu membiarkan diriku terkapar. Tapi alhamdulillah tidak, aku masih bisa bertahan hingga jam pelajaran selesai. Kemarin pagi aku serasa kehilangan segala kekuatan penyanggaku, seakan rumah jiwaku rubuh, aku merasa pengabaian Jun selama 2 minggu ini benar-benar telah mengacaukan seluruh tata batinku. Aku mulai menuntut banyak hal, menginginkan banyak hal. Aku mulai bergerak menuju titik di mana aku hanya mementingkan diriku sendiri--sesuatu yang baru ku sadari setelah aku benar-benar kembali mengalami jatuh secara psikis--.
Ul tadi malam aku mulai berpikir tentang sakitku beberapa hari ini, sakit gigi selama 3 hari, kemudian mulai kemarin pagi hingga malam pangkal tulang belakangku sakit sehingga untuk tidur telentang susah, tapi sekarang dah baikan kog. Bahwa semua itu tidak sekedar terkait dengan kondisi fisikku, tidak sekedar terkait dengan cuaca, tapi lebih terkait dengan kondisi psikologisku. Kamu tahu kan Ul, dalam kondisi psikis yang tidak stabil maka hampir bisa dipastikan akan akan mengalami drop secara fisik.
Ul, setelah engkau Jun adalah perempuan yang mampu menggelisahkanku, membuatku berpikir berulang kali tentang apa yang terjadi. Tapi kegelisahanku karenamu bagiku adalah sebuah keindahan tersendiri, sebuah inspirasi yang selalu menghasilkan puisi-puisi--kegelisahan yang terindukan, keresahan yang didambakan. Berbeda dengan kegelisahanku yang berhubungan dengan Jun, aku merasakan kegelisahan yang sangat berbeda, ini seperti kegelisahan karena ketakutan. Takut sesuatu tidak berjalan sebagaimana yang tak inginkan, takut sesuatu yang buruk menghancurkan sesuatu yang sebelumnya baik dan porsinya berlebihan.
Ul, itu yang kemudian membuatku berpikir dan berusaha mencari tahu apa yang terjadi. Benarkah kegelisahan macam ini? Karena menurutku, cinta dan kasih sayang tidak mungkin menghasilkan ketakutan, cinta dan kasih sayang hanya akan menghasilkan kenyamanan, ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan.
Ul, ternyata aku mulai bergerak dari menyayangi Jun menjadi ingin memilikinya, sebuah keinginan nafsu khayawani yang mulai menggangu dan mulai tak terkendali. Aku mulai merasa perlu tahu apapun yang ia lakukan, aku merasa kecewa ketika ia melakukan sesuatu dan aku tidak diberitahu, dan seterusnya.
Aku kembalikan semua pada awalnya Ul, bahwa awalnya aku menyayangi Jun sebagaimana aku menyayangi Anip, Aam, Fahrur, Zein. Aku menyayanginya sebagai adikku. Itu kemudian yang membuatkan menjadi sedikit lega sehingga mulai tertidur dan bangun dengan keadaan yang lebih baik (sakit tulang belakangku juga berkurang).
Ul, maka kayaknya ini hal terbaik yang mesti dilakukan. Aku akan membiarkan Jun melakukan apapun yang akan menyenangkannya, membuatkan berkembang seperti yang diangankannya. Aku akan selalu men-support apapun yang ia anggap sebagai jalan untuk mencapai apa yang ia angankan. Bahkan jika jalan untuk membuatnya lega adalah dengan memutus komunikasi denganku, akan akan terima. Tak ada lagi tuntutan baginya untuk merespon apapun dariku. Meskipun tetap saja aku tidak mau untuk benar-benar memutus komunikasi dengan Jun, karena bagiku awal dari kehancuran hubungan sebaik apapun adalah tidak adanya komunikasi.
Ul, ya mungkin saja saat ini aku menyayangi Jun tidak lagi murni sebagaimana dulu, tapi tetap saja bagiku menyayangi bertarti memberikan kenyamanan, ketenangan, kebebasan untuk bergerak bagi orang yang kita sayangi, bukan mengekang dan menuntutnya untuk melakukan sesuatu.
Ul, lagi pula aku sangat yakin bahwa apapun yang Jun lakukan tidak akan pernah membuatku membencinya, karena aku yakin sayangku sebagai kakak (sebagaimana juga engkau) tidak akan pernah mengijinkanku untuk membencinya.
Ah, sudahlah Ul, yang jelas kini aku akan ada untuk men-support nya, dengan cara yang semoga saja tidak pernah menyakiti hatinya, tidak akan mengganggu konsentrasinya. Sebagaimana kulakukan pada yang lainnya. (mungkin saja nanti aku akan menulis ke Jun tentang ini atau mungkin ga usah sekalian pa ya? tapi ya lihat saja nanti lah, he he)

Pindah cerita Ul,
Ul aku heran beberapa hari ini Lana kok mau ya diajari sama Anip, padahal kalau tak ajak sinau mesti ada aja alasane. Apa memang benar ya apa yang tak pikir selama ini bahwa ternyata aku memang ga bisa ngajari cah cilik, atau tepate aku memang gak bisa ngajari karena aku memang ga punya pengalaman bagaimana carane belajar ketika kecil.
So, dua hari ini tiap bar magrib Lana belajar dengan Anip nang lor, mulai dari belajar nulis, baca, sampai berhitung. Aku ya seneng ae sih, karena Lana mau belajar.
Trus sekarang juga Lana ngajine mulai konsisten, artinya tiap malam ia ngaji meskipun ga selalu bar magrib. Bahkan ketika magrib nang lor maka ketika ia sampai rumah (bar isya biasane), ia sekarang akan ngomong, 'Bapak ngaji yuk, tapi ngajine nang kamar ya'. Sekarang ia juga mulai mengingatkan kalau aku lupa ga ngajari ngaji. Sungguh aku senang dengan perkembangan ini meski aku juga tetap ae masih bingung jiwa berpikir tentang kemandirian dan ketergantungan Lana pada mbak Nani.

Ah, wis ah cerita kali ini, selama bersamaku ya, biar kembali tegak kepala dan badanku, Love you so much.......aku selalu saja merindumu ratu jiwaku, pemilik singgasana hatiku.... (gimana Ul, aku sudah mulai bisa bercerita banyak lewat tulisan kan?, meski tetep saja alur ceritanya masih melompat-lompat ya...)

Selasa, 23 Oktober 2012

Ul, tak ceritani...

Ul, malam ini nyamuk banyak banget, sehingga Lana pun ga iso nyenyak tidure, hingga akhire terpaksa tak nyalakan obat nyamuk bakar, setelah lebih dari 2 bulan aku ga pakai. Tak pikir obat nyamuk bakar tetep saja ga baik untuk kesehatan, so aku berusaha untuk tidak lagi makai, atau minimal menguranginya, tapi malam ini benar-benar ga bisa--akeh banget nyamuke sehingga susah mengusirnya--.
Ul, hari ini Anip pulang. Lana seperti biasanya menyambutnya dengan cukup ribut--biasa jika Anip pulang Lana ya kayak gitu og--. Apalagi Lana juga ada acara nagih janji, ketika ia minta call Anip ia akan selalu bertanya kapan pulang, terus kemudian minta dibeliin ini itu.
Ul, ada sedikit cerita tentang Jun yang buat aku lega sekaligus membuatku kembali berpikir tentang apa yang sedang terjadi. Anip cerita, 'mas mas, mbak Jun ngebel aku esuk-esuk mung ape pamer nak ke grand canyon, wis crita sampean durung?' Tak jawab; 'beberapa hari ki aku ga komunikasi karo Jun, lagian 3 hari ini aku sakit gigi og' (dan bener aku memang sakit gigi mulai Jum'at kemarin, sampai saat inipun masih belum benar-benar pulih--kayake faktor cuaca sih karena beberapa penyandang sakit gigi yang kutemui katanya juga lagi kumat gigine). Lalu ia ngelanjutkan; 'katane mbak Jun ..............."
Ul, aku lega karena ia tak mungkin akan menjadi seperti nyai Ontosorah--masalahnya bukan benar-benar ingin melepaskan sesuatu dari dirinya. Dan yang lebih melegakan lagi bagiku Ul, Jun tidak akan sendiri, ia masih bisa dan mau bercerita pada Anip, dan juga Aam tak kira. Apapun masalah yang dihadapi asal masih ada seseorang yang menemani (setidaknya seseorang yang akan selalu ada) pasti masalah tersebut akan selesai pada akhirnya.
Ul, mau ga mau aku jadi kembali berpikir tentang apa yang terjadi antara aku dan Jun, mengapa ia menjadi seperti menghindariku, mengapa ia menjadi seperti sengaja memutus komunikasi denganku? Dan sederet pertanyaan yang tidak lagi mungkin ku tanyakan pada Jun karena ia sudah mengatakan bahwa "q plg males didesak-desak suruh ngomong. q lg pengen melarikan diri, gak mikir apapun terkait dgn masalah di indonesia. q pgn konsen menghadapi masalahq sendiri. boleh kan, tuk sementara q cuma mikiri diriku sendiri. q lg da masalah n gak ada hubunganx ma pean. q gak pernah cerita ke siapapun ttg masalahq saat q tengah menghadapix".
Ul, yang jelas aku jadi merasa bahwa apa yang ia hadapi kemungkinan besar sedikit banyak bersinggungan denganku atau minimal aku ketika ia berhubungan denganku akan membangkitkan kerunyaman dalam masalahnya. Atau jangan-jangan aku sendiri sebenarnya yang jadi masalahnya. Ah entahlah Ul, aku jadi bingung mikire....
Ul, bagaimana aku tidak berpikir dan merasa seperti itu, karena dalam 2 minggu ini Jun memang ga mau berkomunikasi denganku (kecuali mungkin dengan sangat terpaksa karena aku terus mengejarnya dua atau tiga hari lalu). Aku mencoba berkomunikasi dengannya, menyapa dan menanyakan hal-hal standar yang menurutku tidak berhubungan sama sekali dengan masalah yang mungkin sekarang dihadapinya, tapi tetap saja ia tidak memberi respon atau balasan. Ya memang sih Jun masih membiarkanku untk tetap menulis kepadanya (ga tahu juga kepaksa atau tidak, tpi sungguh aku sangat bersyukur masih boleh menulis kepadanya).
Ul, sungguh aku sebenarnya tidak biasa atau mungkin sudah mulai masuk wilayah tidak bisa menulis (entah itu sms, email, chart fb, komen atau apapun lah) kepada Jun kemudian ia tidak meresponnya. Ada sesuatu yang hilang dan satu pertanyaan muncul 'sampai kapan kayak gini?'.
Ul, aku sudah terlalu biasa berdialog, ngobrol, bertukar cerita dengan Jun. Mungkin semua berawal dari fakta bahwa kami adalah dua orang yang sedang hancur karena ketiadaan orang yang sama (awakmu Ul). Sama-sama dua orang yang benar-benar jatuh saat itu, kemudian saling membantu dan saling menguatkan, sehingga akhirnya aku merasa sangat nyaman untuk bercerita apapun kepadanya dan merasa memiliki kedekatan dengannya. Dan perlahan-lahan semakin jauh wilayah yang dibagi dengannya sehingga setelah engkau tiada, ia seperti mulai menjadi the one bagiku (kamu tahu kan, aku hanya bisa bicara dan berbagi kepada satu orang, ya bagiku cukup satu orang yang akan mendengar seluruh ceritaku). Dan sejak itu aku ga pernah putus komunikasi dengannya lebih dari seminggu (minimal kami berkomunikasi lewat sms), dan ini sudah 2 minggu Ul.
Ul, mungkin kesalahan terbesarku adalah aku merasa dekat dengan Jun, sehingga ketika ia tidak lagi ingin berbagi denganku, aku benar-benar merasa ada yang hilang, sebuah ruang hampa mulai tercipta. 
Memang benar Ul, aku tetap saja masih bisa kirim sms, email atau lainnya, tapi seperti pendapatmu dulu bahwa ketika kita menulis sesuatu, maka yang kita inginkan sebenarnya adalah mendapat respon atas sesuatu itu, sehingga sering engkau marah ke aku ketika aku ga balas surat atau sms, 'ngapa ga dibalas, wis ra gelem ya, marai emosi ae".
Ul, itu dulu kamu ke aku, dan sekarang mungkin aku mulai merasakan apa yang dulu engkau rasakan ketika aku tidak membalas surat atau sms (karena aku berpikir ga sah jawab pasti awakmu tahu jawabnya). Aku benar-benar merasa seperti menulis di ruang hampa, ruang yang membuat apapun yang aku tulis akan hilang tanpa bekas. Dan jelas aku tidak mungkin mengatakan kepada Jun apa yang kau katakan padaku dulu. Permasalahan jauh berbeda.
Ul, aku hanya berharap semoga bukan benar-benar tujuh bulan lagi aku baru bisa bicara dengan Jun, semoga benar apa yang ditulisnya 2/3 hari lalu (meskipun tetap saja aku agak meragukannya), semoga segalanya baik pada akhirnya.
Ul, kayaknya jika memang harus 7 bulan lagi aku baru bisa bicara dengan Jun, aku juga harus mempersiapkan diriku untuk menghadapi kegelisahan luar biasa, akan muncul kerinduan penuh bias yang aku sendiri tak akan bisa menjelaskannya, maka aku sangat berharap engkau selalu menemaniku dalam jiwa, menjagaku tetap dalam kesadaran hingga tidak membuatkan melakukan terlalu banyak kegilaan.
Ah entahlah Ul, fakta yang terjadi sekarang adalah kenyataan bahwa Jun belum juga mau kembali bicara denganku, dan aku cukup bingung dan gelisah karena itu.

Ya udah Ul, love you so much.....O ya Ul, kalo habis ini aku bisa tidur, tlong hadir ya, aku rindu melihat wajah dan segala yang ada di dirimu....biar sedikit berkurang dahagaku akanmu....

Minggu, 21 Oktober 2012

Lana, Yasinan, dan Sekolah

Hai Ul, malam ini kayake aku ga kan bisa tidur nyenyak, masa baru jam 12 wis nglilir 3 kali, semua karena gigiku sakit. Benar memang bar tak kasih obat dah ga sakit lagi, tpi masa dalam semalam aku harus minum 3 obat (pertama tak kasih antangin karena kyke lagi masuk angin, kedua tak kasih asam mefenamat dan amox untuk menghilangkan rasa sakit, trus ketiga aku gak mau minum obat lagi so tak kumur sama air garam dan reda juga).
Ul, jane pengen tidur lagi, tapi aku khawatir nanti malah kumat lagi, so q pilih ga tidur karena pas ga tidur ga sakit ya, nyalain tv ga da yang bagus, akhire ya, tekan turn on notebook, lalu nulis cerita nang awakmu.
Ul, malam kamis lalu aku ambil jatah yasin tahlil, sebenere aku ga dapat sih, juga ga minta, cuma pas acara tahlil yasin sebelumne (ditempat mas Dikin), lupa ga ditentukan bulan depan di tempat siapa, trus mas Sentot bilang ke aku, 'piye nak sasi ngarep ngonmu', ya tak jawab 'ya wis'.
Ul, aku jawab 'ya' karena tak pikir Lana wis cukup besar dan kalau misale harus tidak tidur sampai jam 9.30 malam ga pa pa. Sebenarnya sih, acara berjalan lancar, cuma ternyata Lana tiba-tiba menjadi ribut, ia mulai ngantuk (siange ga tidur, dan memang dalam beberapa waktu terakhir ini Lana sangat susah disuruh tidur siang), tak suruh tidur di pangkuanku ga mau, malah mulai ngrengek dan hampir nangis. 
Ul, aku sendiri mulai jengkel, tak bilang ke Lana, 'ya ga kena ngono Na, acarane kan durung rampung'. Sebenare aku sendiri hampir nangis waktu itu  melihat Lana mulai nangis. Akhire ia ngajak keluar (sebenare ya ga enak juga, masa tuan rumah malah keluar rumah, tapi gimana lagi?). Aku keluar trus kemudian tak pangku di bangku depan rumah, tapi karena ga nyaman tetep ae lana ga bisa tidur. Tak suruh main dengan Salma, ia juga ga mau. Akhire--mungkin karena ga enak kabeh--ia ambil truk mainan terus main truk-trukan. Ya lumayanlah akhire acara bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Ul, tadi pagi juga, ternyata jika Lana ngambek memang ga pernah bisa dibilangin. Tadi pagi Lana minta dibuatkan mie untuk dimakan di sekolah (biasa tiap sabtu anak TK ada acara makan bersama di sekolah), tapi karena kesiangan akhirnya ga dibuatkan mbak Nani, alasane biasane Lana mau beli mie di sekolah. Tadi pagi entah kenapa, kok sudah sampai sekolah mbak Nani pulang lagi bareng Lana yang nangis, kata mbak Nani Lana nangis di sekolah karena ga dibikinkan mie dan ia tidak mau beli. Sudah dikasih nasehat guru-guru TK tetap ae ia ga mau malah nangis banter, so ya pulang ae.
Ul, aku ga tahu apakah ini kali pertama atau sudah beberapa kali seperti ini. Mbak Nani memang ga pernah cerita apa-apa tentang kenakalan Lana, kalaupun tak tanya paling cuma bilang 'ndek wau nangis', wis cuma gitu.
Tadi pagi memang aku pulang lagi setelah masuk kelas, gigiku sakit bukan main dan aku pulang untuk sekedar bikin kopi lalu minum obat. Pas baru mau masak air untuk bikin kopi dan mie, tiba-tiba Lana pulang dan nangis, ternyata seperti itu alasane, trus tak bikinke mie dan tak suruh berangkat lagi.
Ul, sampai saat ini salah satu hal yang aku terlalu sering berakhir dengan nangis tak berdaya, ya soal Lana, bagaimana dan apa yang mesti ku lakukan untuk mengajari kemandirian, keberanian, dan ketidak tergantungan pada orang lain (terutama mbak Nani).
Kau tahu sendiri kan Ul, aku tidak punya pengalaman belajar tekun waktu kecil sehingga aku sendiri bingung bagaimana cara mengajari Lana.
Aku cuma berharap mendapat  limpahan kesabaran sehingga secara perlahan mampu belajar bagaimana mendidik dan mengarahkan Lana dengan benar.
Dan kehadiranmu tentu merupakan sesuatu yang tak terelakkan bagiku, karena sampai sekarang hanya dengan bersamamu aku kembali merasa kuat dan memiliki alasan untuk tetap bertahan. Love you as always Ul....

O ya Ul, soal Jun, kayaknya masalah yang sedang dihadapi kok berat banget ya, dan aku kok ngerasa ia seperti ingin menghilangkan, melepaskan, atau minimal melupakan sesuatu yang merupakan bagian dari dirinya (mungkin masa lalu). Beberapa kali ia bilang bahwa kehilangan pak e dan awakmu membuatnya kehilangan seluruh semangat dan hidupnya dan ingatan akan pak e dan awakmu seringkali membuatnya semakin sakit dan terluka. Selain itu, ia juga pernah mengatakan bahwa ia tidak pengin pulang ke Selo, karena di Selo terlalu banyak luka dan kesedihan yang membuatnya berpikir untuk tidak kembali ke Selo karena hanya akan membuka luka lama. Dan bisa jadi ini yang ingin ia selesaikan.
Ul, bicara tentang melepaskan masa lalu, tiba-tiba aku kok ingat sama sosok Nyai Ontosorah (perempuan fiktif dalam Bumi Manusia-nya Pram). Seorang perempuan pribumi luar biasa yang berhasil keluar dari jamannya dan menjadi perempuan dengan berbagai prestasi yang sangat jarang dicapai perempuan pada zamannya namun ia kehilangan seluruh diri dan jiwanya akibat memutus mata rantai hubungan dengan seluruh masa lalunya. Meskipun berhasil pada akhirnya namun sayang keberhasilannya tetap saja penuh dengan dendam dan kemarahan atas masa lalu yang ia anggap telah membunuh kesejatian dirinya......
Ul, aku tidak bermaksud  untuk menyerupakan kasus Jun dengan perempuan fiktif ini, tapi kalau memang masalahnya adalah ingin melepaskan diri dari beberapa hal di masa lalu, maka itu benar-benar merupakan masalah yang sangat berat untuk dihadapi. Dan tak pikir akan lebih baik jika Jun mau berbagi dengan seseorang.
Jelas aku tidak masuk dalam kelompok ini, meski mau mau saja sebenarnya, selain mungkin bagi Jun cara terbaik untuk menghadapi masalah adalah dihadapi sendiri. Menurutku Ul, mungkin hanya kamu yang bisa melakukan ini (selain karena ia sangat mengagumimu juga karena saat ini awakmu bisa masuk langsung ke hatinya dan tidak memerlukan tatap muka), mungkin hanya kamu yang ia inginkan untuk berbagi, maka dengan caramu, temani ia ya, bantu ia, masuklah dalam jiwanya dan biarkan ia merasakan bahwa ia tidak sendiri, bahwa engkau selalu ada untuknya, bahwa mengingatmu tak lagi melukai hatinya, bahwa mengingatmu merupakan salah satu anugerah untuknya.
Ah, entahlah Ul, semoga saja apa yang tak pikir tak sesuai dengan kenyataan. 

Sudah dulu ya cerita kali ini, besok kita lanjutkan, he he....
Kalau aku masih bisa tidur malam ini, temui aku ya, aku lagi sangat ingin kembali menikmati seluruh keindahanmu ki.
merindumu adalah getar mendebarkan paling indah bagiku, sakit yang begitu ku harapkan, gelisah yang begitu ku dambakan....

Sabtu, 20 Oktober 2012

Ul, selesai sudah

Ul, selesai sudah persoalan dengan Jun, yang benar tebakan ketiga, ia lagi ada masalah dan ia tidak ingin berbagi dengan siapapun. Ia ingin menyelesaikannya sendiri. 
It's OK, semua orang berhak memilih dan menentukan caranya sendiri dalam menghadapi masalah, dan aku memilih ga akan mencampurinya. 
Ul, mungkin hari-hari ini aku akan banyak bercerita padamu, menulis di sini karena tak pikir aku juga ga bisa lagi bercerita banyak pada Jun apalagi ia sendiri sedang dalam masalah. Alih-alih ceritaku bisa meringankan masalahnya, lha kalau malah menambah runyam kan bisa berabe, he he...
Ya mungkin kadang aku akan tetap akan berkomunikasi dengannya Ul, entah lewat email atau sms, tapi yang paling yang ingin tak ceritakan ya cerita biasa ae, tidak seperti beberapa waktu lalu. Cerita standar lah, he he..

Wis sik ya, ki Lana wis tangi dan biasa Lana sampai sekarang ga pernah bisa terima ketika ia bangun dan aku masih berkutat dengan keyboard.

Thanks for everything, Love you as always
..................

Maafkan aku Ul

Ul, ternyata Idul Adha tinggal seminggu lagi. Jum'at depan sudah Idul Adha. Dulu kita bersepakat bahwa kita akan berusaha agar setiap Idul Adha keluarga kita mampu menyembelih kurban meski hanya seekor kambing, dan selama ini kita berhasil melaksanakannya.
Ul, maafkan aku, mungkin kali ini aku gagal melaksanakan kesepakatan kita. Tinggal seminggu dan aku mulai yakin bahwa tahun ini keluarga kita tidak bisa menyembelih hewan kurban. Maafkan aku Ul, aku ga teliti dalam merencanakan sesuatu, aku masih berpikir bahwa Idul Adha jatuh di bulan November. Aku lupa bahwa tahun komariyah jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan tahun samsiyah, sehingga setiap tahun akan ada pergeseran waktu pelaksanaan Idul Adha.
Ul, saat ini uang yang ada hanya sekitar 500.000 itupun paling hanya 400.000 yang bisa digunakan, padahal harga kambing yang cukup layak untuk dijadikan hewan kurban saat ini sekitar 1,5 juta, dan aku tidak punya ide darimana akan mendapatkan 1 juta agar kita bisa menyembelih kurban tahun ini. Sebenarnya kalau mau hutang mungkin aku bisa mendapatkan uang 1 juta tapi aku tidak bisa menerima bahwa kita melaksanakan kurban dengan uang hutang. Itu bukan kurban bagiku, itu mungkin hanya salah satu keinginan nafsu untuk dianggap hebat. Bagiku kurban adalah sebuah jalan bagi kita untuk memberikan rejeki terbaik kita guna mendekatkan diri kepada Allah, bukan memaksakan diri kita dengan cara hutang.
Ul, dari dulu penyembelihan kurban selalu kita lakukan bergiliran, tahun ini kurban atas namaku, tahun depan atas namamu dan tahun berikutnya atas nama Lana. Tahun ini sebenarnya adalah giliranmu Ul, dan maaf tahun ini tampaknya aku gagal melaksanakannya, kecuali Allah menentukan lain.
Ul, aku hanya berharap semoga tahun ini adalah tahun terakhir keluarga kita tidak mampu melakukan penyembelihan kurban, aku hanya berharap bahwa tahun ini adalah tahun terakhir keluarga kita gagal melaksanakan kurban. Aku berharap tahun-tahun selanjutnya Allah akan memberi kemudahan sehingga keluarga kita selalu bisa melaksanakan penyembelihan kurban. Sungguh aku berharap itu ya Allah. Dan jika akhirnya tahun ini keluarga kita benar-benar tidak bisa melaksanakan kurban, maka giliranmu untuk berkurban kita undur sampai tahun depan. Ga pa pa ya...
Sekali lagi, maafkan aku Ul, sungguh tak ada maksudku untuk melalaikan apa yang sudah kita sepakati, aku sungguh menyesal dan insya Allah tak akan ku biarkan hal seperti ini terjadi pada tahun-tahun yang akan datang. Ul, aku berjanji bahwa ini adalah tahun terakhir keluarga kita tidak bisa melaksanakan penyembelihan kurban.
Tapi aku tetap berharap semoga Allah memberikan jalan bagiku agar mampu melaksanakan kurban tahun, meskipun secara nalar sudah tidak mungkin bagiku untuk melaksanakannya....

Ul, peluk cium dariku, dengan segenap rindu membuncah di kalbu
Love you as always.....

Jumat, 19 Oktober 2012

Ul, kalau lagi sakit kayak gini, benar-benar aku butuh hadirmu. Bukan untuk merawatku, bukan pula untuk melayaniku, tapi melihatmu akan mengurangi rasa sakitku, menikmati senyummu adalah obat paling manjur untuk mengobati sakitku, mendengar suaramu adalah hembusan paling nyaman yang akan menenangkan gelisahku. Bersamamu adalah keadaan paling nyaman  bagiku.

Ul, hari ini benar-benar ku merindumu,
..............................

Curhat hari ini

Hai Ul, hari ini sebenare q pengen coba nata kembang, tapi sejak subuh tadi untuku kumat. Ga seperti biasane, kali sampai sakit bukan main sampai kepala pusing, mata berkunang, terus badan lemes, padahal dah kumur pakai air garam (biasane manjur) terus tak kasih amox dan paracetamol (langkah berikute nak air garam ga manjur), dan tetapi saja masih sakit bukan main. Tapi kali ini dah agak mendingan so bisa mulai cerita ke kamu. Mungkin karena matahari wis panas (biasane jika sakit gigi memang kalau siang ga terlalu terasa tapi menjelang sore kambung lagi og).
Ul, tadi malam aku mimpi Jun ngecall aku tapi ketika tak angkat dia ga ngomong apa-apa cuma nangis. Aku ga tahu sebenarnya apa yang terjadi tapi setelah itu aku bangun dan sms ke Jun menanyakan kabar, ya....masih saja ga mau balas dia. Aku cuma berharap bahwa mimpi itu bukan apa-apa hanya sekedar bunga tidur akibat kepikiran karena ga pernah bisa berkomunikasi dengan Jun beberapa hari ini.
Ul, tetap saja aku ga bisa menghindari rasa penasaran dan kepikiran dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Aku juga ga bisa memastikan apakah email yang tak kirim dibaca atau tidak oleh Jun, tapi kemarin sekitar jam 10 an tiba-tiba perasaanku ga enak. Perasaan yang biasanya terjadi ketika ada orang yang marah atau lagi ada sesuatu denganku, dan jika itu terkait emailku ke Jun maka ada kemungkinan ia sudah membacanya atau minimal ia sudah melihatnya.
Ah, entahlah Ul. Mungkin kesalahan terbesarku adalah karena tanpa sadar aku dalam beberapa hal aku telah menjadikan Jun sebagai penggantimu. Aku mulai merasakan kenyamanan ketika aku bercerita dengannya sebagaimana ketika aku bercerita kepadamu (ya tentu saja ada beberapa hal yang bisa kubagi denganmu namun tidak bisa kubagi dengan Jun).
Serius Ul, aku mulai menyadari hal itu ketika Jun mau berangkat ke Arizona, tiba-tiba aku ngerasa, wah kalau gini trus gimana aku bisa berbagi dengannya? Di awal-awal Jun di Arizona memang tidak ada kendala karena ia juga masih sering bercerita kepadaku dan komunikasi lancar, tapi beberapa waktu lalu keadaan mulai berubah dan aku harus mengakui bahwa apa yang tak perkirakan benar. Aku kehilangan tempat berbagi, kehilangan kenyamanan berbagi.
Ul, lihat saja tulisan di sini, baru beberapa hari saja sudah banyak posting yang tak lakukan, padahal sebelumnya sangat jarang aku ngepos di sini. Aku tidak bisa lagi bercerita padanya sehingga aku kembali menulis kepadamu di sini.
Ul, kadang terlintas juga dalam pikiranku bahwa Jun adalah perempuan yang engkau pilihkan untukku, makanya aku mulai merasakan bahwa rinduku padamu dapat ditawarkan ketika aku bisa berbicara dengannya. Aku mulai merasakan kebutuhan untuk selalu merasakan kehadirannya dalam sebuah komunikasi yang timbal balik sebagaimana aku membutuhkan kehadiranmu untuk melengkapi keutuhan jiwa. Maka ketiadaan komunikasi dengan Jun pun sekarang menjadi menggelisahkanku.
Tapi, sebenarnya masih ada satu lagi yang tak anggap jauh melampaui seluruh keinginanku untuk menjadikan Jun sebagai penggantimu, yaitu aku benar-benar tidak ingin hubungan baik yang terjadi selama ini (Jun yang mungkin menganggapku sebagai kakak dan aku yang memandangnya sebagai adik) rusak hanya karena keinginanku untuk menikahinya yang datang belakangan.
Ul, pernikahan bagiku menjadi tidak penting lagi jika kemudian mengungkapkannya saja sudah merusak hal-hal baik yang akan berusaha selalu aku pertahankan. Aku lebih memilih hubungan sebagai saudara yang sudah ada sejak lama daripada menginginkan hubungan suami isteri namun merusak hubungan persaudaraan yang ada.
Ul aku tetap tidak akan pernah rela jika keinginanku yang mulai muncul untuk menjadikan Jun isteriku merusak hubungan persaudaraan kami. Dan aku curiga hal ini sedikit banyak terkait dengan hal itu. Maka mungkin mestinya ku bunuh saja keinginanku agar hubungan kami kembali seperti sebelumnya.
Tapi bagaimana aku bisa membunuhnya Ul, karena sebenarnya saat ini belatinya ada di tangan Jun. Aku butuh bantuannya untuk membunuhnya. Cukup dengan mengatakan, 'Mas aku ga bisa nikah dengan pean', sudah selesai dan pandanganku kepadanya tidak akan lagi bias, aku akan melihatnya sebagai benar-benar hanya adikku, bukan bias seperti sekarang ini, pada satu sisi aku memandangnya sebagai adikku, tapi pada sisi lain aku juga melihatnya sebagai perempuan yang akan menjadi calon isteriku, karena dalam dirinya kurasakan hadirmu.
Atau kadang aku juga merasa jangan-jangan Jun juga memberi harapan padaku karena aku juga berpikir bahwa jika engkau ada dalam diri seorang perempuan maka tidak mungkin perempuan itu menolakku, karena tidak mungkin engkau menolakku. Namun sebagai perempuan, tentu ia tidak akan mampu dibandingkan atau diposisikan sebagai yang kedua, padahal ia sudah tahu bahwa jika ia mau menerimaku maka ia pasti akan berada dalam bayang-bayang perempuan lain yang ia gantikan (meskipun itu dirimu Ul, kakaknya sendiri yang sangat dikaguminya). Dan saat ini ia sedang bertarung dengan dirinya sendiri untuk itu.
Ah entahlah Ul, aku juga ga ngerti apa yang sebenarnya terjadi. Cuma semakin lama ia mendiamkanku semakin bingung dan gelisah aku. Meski tetap saja aku akan berusaha untuk berlaku sebagaimana biasa, menyapa lewat sms, fb, atau bahkan berkirim email.
Ah Ul, sungguh sebenarnya aku sangat ingin menceritakan semua ini pada Jun, cuma aku khawatir akan menjadi tambah runyam masalah karena saat ini cerita ini pasti penuh dengan bias.
Ul, aku hanya berharap ini cepat selesai sehingga hubunganku dengan Jun bisa kembali seperti sediakala.

Wis sik ya, I love so much as always 

Ul, tetap saja aku merindumu sepanjang waktu dalam tidur dan sadarku....

Kamis, 18 Oktober 2012

the next story

Ul, ah...gimana ki. Aku mulai bingung Ul. Aku  ga ngerti apa sebenarnya yang terjadi. Hampir dua minggu Jun ga bisa atau tepatnya ga mau berkomunikasi sama sekali. Awalnya aku mengira mungkin ia lagi ada masalah besar yang harus diselesaikan dan ia butuh ketengangan untuk menyelesaikannya, namun sudah hampir dua minggu dan ia tetap ae ga mau berkomunikasi.
Ul, beberapa kali aku mencoba mengajaknya komunikasi dengan menanyakan hal-hal biasa yang dulu sering kami lakukan, beberapa kali juga aku mencoba melakukannya dengan memberi berita biasa yang sedang terjadi di sini. Biasanya ia akan memberi komentar meskipun cuma beberapa kata, tapi ini tidak sama sekali.
Ul, kamu tahu kan, aku sangat tidak bisa diam ketika aku merasa ada sesuatu yang salah sedang terjadi. Aku pasti akan berusaha untuk terus mencari tahu sebenarnya apa yang terjadi. Itupun tidak bisa tak hindari dalam hal ini, meskipun dalam porsi dan cara yang jauh berbeda.
Ul, dulu ketika kamu engkau marah, cara marahmu juga mendiamkanku, biasanya aku akan selalu bertanya ke awakmu mengapa engkau marah dan biasanya juga tapi ga sampai 3 hari pasti kau gomong ke aku mengapa engkau marah, meski kadang setelah itu kau kembali ga mau ngomong ke aku. Itu cukup bagiku, aku tahu dan kan ku biarkan engkau marah hingga reda setelah beberapa hari.
Tapi ini Jun, she is not you Ul, tentu aku tidak bisa berlaku sama seperti apa yang tak lakukan padamu.
Beberapa hari ini aku berpikir untuk berkirim email atau tidak, dan tadi aku baru saja mengirim email ke alamat email Jun. Ul, tetap saja aku tidak bisa tahan untuk terus berada dalam kebingungan karena tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi dan aku putuskan untuk bertanya (meskipun tentu saja aku juga tidak tahu apakah emailku akan menjadi jalan bagi penyelesaian masalah atau malah memperkeruh persoalan?).
Ul, kalau mau mengira-ngira apa yang terjadi maka ada beberapa kemungkinan (tapi ini hanya versiku lho, bukan apa yang sebenarnya terjadi).
Pertama, Jun marah karena aku bilang kadang aku sangat merindukan perempuan dan aku pengen nikah, tambah lagi aku bilang bahwa ia adalah salah satu perempuan yang memiliki kans besar untuk kuajak nikah. Karena Jun pernah bilang bahwa ia tidak bisa membayangkan Lana punya ibu baru.
Sungguh Ul, meskipun saat ini seringkali kerinduanku padamu dapat diturunkan tensinya (atau mungkin sedikit banyak terobati) ketika aku berbicara dengannya, tapi kalau hal ini membuat hubunganku dengannya buruk maka tentu akan aku katakan bahwa aku tidak akan menikah, kecuali ia membolehkannya.
Kedua, mungkin beberapa tulisanku ataupun ucapanku membuatnya tersinggung. Tapi sungguh Ul, semua yang ku tulis dan ku ucap adalah benar adanya. Aku hanya ingin ia tahu apa yang sebenarnya, tak ada maksud sedikit pun untuk menyakiti hatinya, apalagi dengan sengaja merusak hal baik yang sudah terjalin di antara kami.
Ketiga, mungkin Jun baru bertarung dengan dirinya sendiri untuk menentukan langkah hidupnya dan ia tidak mau ada orang lain yang mengganggu prosesnya. Dan tidak ada yang salah dengan hal itu.

Ul, sebenarnya aku hanya ingin bahwa meskipun kami tidak bisa saling berkomunikasi, namun aku setidaknya aku tahu bahwa kami sedang tidak dalam masalah. Aku tidak akan marah (dan memang tidak punya hak untuk marah) misalnya Jun mengatakan padaku, mas pean ga usah nggubungi aku selama aku di Arizona. It's OK bagiku, asal memang tidak ada masalah yang terjadi di antara kami.

Tapi Ul, selama aku ngerasa bahwa sesuatu yang salah terjadi. Sungguh Ul, aku pasti akan berusaha untuk mencari tahu letak permasalahannya. Kau kan tahu Ul, aku paling tidak kuat untuk menyimpan masalah sendiri, pasti stress kalau kayak gitu.

Ul, aku juga masih saja seperti dulu, hanya bisa bercerita dengan satu orang, tidak lebih. Dan setelah engkau tidak ada, Jun perlahan-lahan menjadi orang itu. Aku perlahan-lahan merasakan kenyamanan tersendiri ketika bercerita dengannya. Sama denganmu dulu. Dan kalau itu tidak bisa ku lakukan maka menulis menjadi jalan terakhirku.

Bedane Ul, kalau dulu aku lagi punya masalah denganmu, aku pun juga akan membicarakannya denganmu (ingat gak, ketika suatu waktu kita punya masalah, lalu aku bercerita padamu tentang isteriku yang lagi marah padaku via sms?) karena memang aku ga bisa bercerita kepada orang lain.
Jelas yang seperti itu ga bisa tak lakukan kepada Jun, lagian kadang aku juga ngerasa ga adil dengan anak itu, benar memang bahwa seperti katamu ada saat di mana ia jauh lebih dewasa dibandingkan aku, tapi tetap saja ia juga punya masalah sendiri yang dihadapi dan kamu tahu Ul, ia tidak pernah menceritakan masalah yang dihadapinya kepadaku sehingga aku pun kadang menjadi merasa ga enak, khawatir kalau beberapa di antara ceritaku akan membebani pikirannya. (Beda dengan kita dulu yang selalu bertukar cerita--meski tentu saja kita sama-sama tahu bahwa kita tetap memiliki rahasia masing-masing yang ga pernah bisa kita bagi dengan orang lain, meskipun itu pasangan kita sendiri).

Ah, entahlah Ul, aku hanya berharap bahwa semua ini akan berakhir dengan baik, benar-benar aku tidak menginginkan atau berharap bahwa pada akhirnya hubunganku dengan Jun, Anip, Aam, Bue, Mas Fuad, Mas Ib menjadi renggang karena masalah-masalah yang datang kemudian.

Ul, aku selalu berharap engkau tetap menemaniku, memberiku ide untuk mensikapi setiap masalah dengan baik (dalam hal ini jelas aku tidak mengenal Jun dan engkau tentu lebih mengenalnya daripada aku).

Sudah dulu Ul, lagian hari ini aku berangkat pagi, so harus segera bersiap-siap (tetap saja aku masih ingat betapa engkau sewot ketika jam segini aku belum ngapa-ngapa padahal harus masuk kelas jam 7, he he).

The last, Ul love U as always dan merindumu adalah bagian dari nikmat terbesarku....

Senin, 15 Oktober 2012

I must learn from the live. I know that. Everything is a way to make me be better, be stronger and I believe everyone is prepared for his destiny.
When we believe in a thing, we will be tested. The stronger more and more in what we believe ini it, the harder test will come to us, more anda more.
God is the most mercyful and He'll be patient to wait for us to tak action and make a change. But He never let us for taking a rest too long, because He know when we do that, our years will be lost usefullness.


Minggu, 14 Oktober 2012

Ul, terus ki aku kudu piye...............................................................
sungguh aku bingung iki,.............................................. tell me something, please...!

Kembali merindumu, semakin menggebu, mengharu. Ul, huft, entahlah aku lagi bingung, sejujurnya ga ngerti juga ku apa sebenarnya yang sedang terjadi.
Kembali merindumu, berusaha menemukanmu kembali dalam lintasan masa dan ingatanku.

Ul, biasanya juga begitu sih, cuma biasanya aku bercerita pada Jun tentang rinduku, dan seminggu tidak dapat bercakap, bertukar cerita dengannya ternyata juga mulai menjadi masalah bagiku.
Ul, ga ngerti juga sebenarnya apa yang sedang terjadi, aku merasakan betapa aku merindumu, yang sebelumnya dengan mudah ku kuasai ketika aku mampu berkomunikasi dengan Jun, entah itu sekedar sms, email, atau ngobrol.
Ul, aku ga tahu mengapa begitu. Real kerinduan yang kurasakan adalah kerinduanku padamu. Sangat jelas bagiku. Namun mengapa seringkali bisa ku selesaikan ketika mampu menjalin komunikasi dengan Jun. Apakah engkau ada di dalamnya?
Ul, seminggu ini aku ga bisa menghubungi Jun, baik lewat sms, email, atau pun lainnya, hanya kadang saja ia masih mau merespon ketika di fb. Aku ga tahu juga mengapa tiba-tiba ia seperti menghindariku, mengapa tiba-tiba ia begitu berusaha untuk tidak berkomunikasi denganku. aku benar-benar tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Ya sebenarnya Ul, kalau sekedar mengira-ngira, bisalah aku lakukan, dan itupun tidak dalam satu perkiraan, ada beberapa kemungkinan yang sekarang lagi terjadi pada Jun, alasan kenapa ia memilih untuk memutus komunikasi dengannya, sehingga seakan ketika berusaha menghubunginya aku seperti berada di pinggir jurang dalam kemudian suara dan kata dariku harus masuk pada kehampaan.
Ul, aku benar-benar mulai khawatir yang apa yang sedang terjadi, beberapa di antara kemungkinan yang ada di pikiranku adalah bahwa Jun mungkin lagi kecewa atau marah atas sesuatu hal. Dan sesuatu hal itu terkait--entah langsung entah tidak--denganku, denganmu, dan dengan Lana.
Haaaah, entahlah Ul, bagaimana aku mesti bercerita kepadamu, karena aku sendiri juga sangat bingung........
Aaahhhh, entahlah....baru itu yang bisa ku ceritakan saat ini, mungkin lain kali aku aku menyambungnya kembali, ketika aku menemukan sesuatu yang baru dalam kejadian seperti ini....
....

Jumat, 12 Oktober 2012

Ul, berbagi cerita nih...

Hai Ul, aku selalu yakin bahwa engkau selalu berada dalam keadaan yang semakin baik di sisi Ia yang Maha Menghendaki Segala.

Ul, perkembangan Lana belakangan ini membuatku bingung, ragu, dan gamang untuk mengambil tindakan yang diperlukan. Beberapa hari ini--mungkin sekitar 2 mingguan--Lana menjadi seperti males berangkat ke TPQ. Aku belum tahu pasti sebenarnya kenapa ia menjadi malas berangkat, apakah karena ia ingin bermain saja, ataukah ia merasa keberatan ketika harus sekolah dua kali, pagi di TK dan sore di TPQ, ataukah ia merasa terbebani dengan kenyataan bahwa ia belum berani untuk maju sendiri.
Sebenarnya terpikir juga bahwa ada kemungkinan Lana cukup terbebani dengan beban belajar ini. Ia yang secara usia mungkin masih sangat membutuhkan banyak bermain, tiba-tiba harus berangkat sekolah dua kali sehari, mungkin inilah stress keccil gaya anak-anak, menjadi malas berangkat.
Ada saja alasan yang ia gunakan agar tidak berangkat, mulai dari ngantuk, tidak mau mandi, hingga tidak mau pakai baju (maka beberapa kali Lana berangkat sekolah dengan menggunakan kaos). Sehingga dalam beberapa hari inipun aku sering bertegang urat dengan Lana karena tidak mau berangkat TPQ. Ya, akhirnya ia berangkat juga sih, tapi berangkatnya dengan keterpaksaan, terpaksa karena ga berani membantahku.
Ul, aku sendiri cukup terbebani melihat Lana berangkat TPQ dengan terpaksa. Aku sendiri merasa jangan-jangan belum waktunya bagi Lana untuk benar-benar belajar di sebuah institusi pendidikan.
Tapi kalau tidak ikut di TPQ, Lana mau mulai belajar ngaji di mana? Karena sekarang sudah menjadi umum bahwa anak-anak belajar ngaji di TPQ. Ngaji di musholla seperti saat kita kecil dulu sudah ga laku lagi. Sementara sampai sekarang aku juga masih bingung bagaimana cara ngajari Lana.
Ul, beberapa kali aku nyoba ngajari Lana ngaji, tapi selalu saja ia menolak dan kalau dipaksa, hasilnya ia nangis. Kalau sudah begini aku sendiri akhirnya yang ga tega.
Ya, untung saja ada satu kebiasaan yang sudah diterima Lana, yaitu bahwa habis magrib ia mesti ngaji fasholatan, meskipun kadang juga dilakukan sambil bermain dan aku yang lebih banyak membaca daripada ia.
Ul, seringkali juga aku bingung dengan kecenderungan Lana yang masih saja sangat bergantung pada mbak Nani. Tidak salah memang karena engkau sudah tidak ada di sisinya lagi, tapi pada tingkat tertentu aku khawatir ia menjadi semakin tergantung pada mbak Nani sehingga tidak memiliki keberanian untuk bertindak sendiri, bertindak mandiri.
Ah, entahlah Ul, hari-hari ini aku sering bingung mesti bicara dengan siapa, bertukar pikiran dengan siapa? Biasanya memang aku bicara dengan Jun dan seringkali ia memberi solusi yang bagus, namun beberapa hari ini kayaknya Jun sendiri lagi bertarung dengan dirinya sendiri dan kayaknya belum bisa diganggu dengan hal-hal lainnya.
Ya, akhirnya cerita sajalah ke awakmu karena memang selama ini kepada engkaulah aku mengatakan semuanya pada akhirnya, he he he.
Semoga segera ku temukan caranya, bantu aku ya...

Ul, seperti biasanya I love you as always, aku merindumu dalam tidur dan sadarku....

Rabu, 10 Oktober 2012

ul....

Ul, ah...tak tahu lagi ku mesti cerita dari mana. Sepertinya banyak hal yang terjadi dan banyak hal yang membuatku serasa gambang dan seperti kehilangan kendali diri.
Ul, entahlah aku juga bingung bagaimana cara mengatasi ini, rasanya segala sesuatu menjadi lebih berat untuk dihadapi,

Selasa, 09 Oktober 2012

Uuuuulllllllllllllllllllllllllllllllll...................................................
hanya bisa ku rasakan,
tak lagi mampu ku katakan

Uuuuuuuullllllllllllllllllllllllllll...........................
kembali merindumu dan selalu merindumu.

Ul, aku percaya bahwa apapun yang terjadi tak akan menghilangkan apa yang telah tertanam dalam dada, karena semua berasal dari-Nya. Apapun yang menimpa tak akan mungkin mampu merubah apa yang telah diabadikan dalam jiwa, karena semua adalah kehendak-Nya.

Ul, ah....sudahlah....kadang memang tak ada lagi kata yang bisa diucap, tak ada lagi huruf yang bisa dirangkai, tak lagi ada kalimat yang dapat diurai....

Minggu, 07 Oktober 2012

Sekedar cerita

Hai Ul, aku yakin engkau dalam keadaan yang selalu baik malah mungkin semakin hari semakin luar biasa karena engkau kini bersama Ia yang Maha Segala.
Ul, aku merindumu, pasti itu, tapi bukan untuk itu aku menulis kali ini. Aku hanya ingin bercerita bahwa kayake sekarang Jun baru dalam masalah yang mungkin ia sendiri kurang bisa terima. Mungkin juga saat ini ia merasa bahwa satu-satunya orang yang berhak untuk mendengar ceritanya adalah engkau, maka kalau bisa datanglah padanya, biar ia bisa bercerita, menceritakan banyak hal yang mungkin saat ini mengganjal dan menekan batinnya.
Ul, aku bukan engkau dan tidak akan pernah menjadi engkau. Bagi Jun dan Anip engkau jelas tak tergantikan. Aku hanyalah orang yang dulu pernah engkau ajak untuk membantumu, menjaga agar segalanya tetap berjalan dengan baik, menjadi orang yang akan ada ketika diperlukan, dibutuhkan.
Ul, terus terang hanya satu yang bisa ku janjikan untukmu bahwa aku berusaha selalu menjadi orang yang membantumu untuk menjaga mereka, orang-orang yang bertahta dalam singgasana hatimu, menjadi orang yang senantiasa ada ketika diperlukan, menjadi orang yang selalu bersedia untuk setiap bantuan dan pertolongan.
Ul, jangan biarkan anak-anak itu kehilangan pegangannya, hadirlah saat mereka benar-benar membutuhkanmu untuk bicara, mungkin saja mereka agak terbiasa denganku untuk membicarakan banyak hal, tapi Ul, aku tak akan pernah mampu untuk menyentuh wilayah privacy mereka, wilayah yang mungkin hanya engkau yang boleh memasukinya.
Benar katamu Ul bahwa pada akhirnya semua orang akan sendiri, namun benar juga bahwa ada saat ketika orang tidak dapat menahan segalanya sendiri. Ada saat-saat di mana orang membutuhkan seorang yang benar-benar dipercaya untuk sekedar berbagi cerita. Untuk sekedar melepaskan penah di dada, untuk sekedar meringankan beban yang menekan hati dan rasa.
Ul, aku mulai berpikir bahwa mungkin saja apa yang kulakukan selama ini salah. Aku salah sudah berbicara terlalu dalam dengan Jun mengenai berbagai hal yang terkait denganmu, Lana, dan aku sendiri.  Aku khawatir bahwa ada beberapa hal dari yang aku ceritakan sedikit banyak mengusik atau bahkan mungkin mengganggu.
Awalnya memang aku hanya ingin berbagi, dengan harapan Jun juga mau berbagi persoalan denganku--meski aku tahu aku tak bisa berharap terlalu banyak karna aku tahu mungkin hanya engkau yang mampu--. Dan kenyataannya memang begitu.
Ul, aku tidak marah, tidak kecewa. Bagiku ketika Jun dan Anip bisa menerimaku sebagai teman bicara, itu sudah lebih dari cukup bagiku. Artinya aku tetap masih punya cukup banyak kesempatan untuk tetap melakukan apa yang pernah aku janjikan padamu, menjaga dan menjadi orang yang ada ketika dibutuhkan, ketika diminta bantuan.
Ul, sekali lagi, dengan izin Ia yang Maha Segala, hadirlah dalam hatinya, biar ia dapat kembali berbincang denganmu, berbagai beban denganmu agar tak terlalu lama berada dalam kegelisahan yang kadang sangat menyakitkan.
Ul, wis disik ya, meski sebenare tak pernah ada cukup waktu bagiku ketika bersamamu.........
Ul, kembali merindumu, dalam raga dan sukmaku....

Sabtu, 06 Oktober 2012

kita, sayang....


aku dan kamu adalah cinta yang dianugerahkan
aku dan kamu adalah rindu yang digelorakan
aku dan kamu adalah rasa yang saling bertautan
aku dan kamu adalah langit bumi yang disatukan
aku dan kamu adalah raga jiwa yang dipertemukan
aku dan kamu adalah kanan kiri yang dipasangkan
aku dan kamu adalah memadunya bagian menjadi keutuhan
aku dan kamu adalah kepedihan dan kebahagiaan yang melahirkan kehidupan
aku dan kamu adalah ….......

Jumat, 05 Oktober 2012

Ul, merindumu lagi

Ul, kembali merindumu
dalam raga dan sukmaku
kembali ku merindumu
akan peluk dan ciummu
akan belai dan usapmu
akan tutur dan sapamu
akan senyum dan tawamu

kembali ku merindumu
merindu untuk membelaimu
merindu menatap matamu
merindu menikmati senyummu
membelai rambutmu
mendengar suaramu
merasakan desahmu

kembali ku merindumu
merindu hangat kasihmu
merindu gelora di dadamu
merindu aliran cinta dari jiwamu

kembali ku merindumu
merindu segala yang ada padamu
raga dan jiwamu

kembali ku merindumu
merindu segala yang berasal darimu
lahir dan batinmu

kembali ku merindumu
merindu untuk kembali berpadu
menyatu dengan desah dan nafasmu

kembali ku merindumu
merindu hangat peluk kasihmu
berpadu jiwaku dan jiwamu

kembali ku merindumu
merindumu sepanjang waktu..........

Selasa, 02 Oktober 2012

Ul, ternyata aku masih hanya bisa bercerita kepadamu, tidak kepada yang lain.....

Senin, 01 Oktober 2012

Kembali bercerita padamu

Ul, ngapa kok jadine kayak gini? Kayake aku benar-benar mulai merindumu untuk mewujud dalam dirinya. Benar-benar mulai kurasakan perasaan yang sama dalam kehadiranmu di dirinya.
Ul, aku kadang juga ga ngerti, apakah ini hayalan terpendamku untuk kembali menghadirkan dirimu di sisiku, ataukah ini kenyataan sebenarnya bahwa Allah telah mengijinkan jiwamu dibangkitkan kembali dalam dirinya agar kembali menemaniku.
Ul, kenapa jadinya seperti ini? Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa akan kurasakan rindu yang sama pada dirinya. Tak pernah ku bayangkan bahwa aku akan kembali merasakan kecemburuan sebagaimana kecemburuan ketika engkau bercerita kepadaku tentang teman-teman lelakimu di masa lalu.
Ul, berusaha ku tetap menjadi kesadaranku bahwa mungkin ini hanya hayalanku, sehingga berusaha sedapat mungkin aku tidak terlalu masuk dalam pusarannya, meski kadang aku terseret masuk dalam pusaran airnya.
Ul, gimana menurutmu? apakah engkau menghendaki ini dengan menyengaja --dengan ijin Tuhanmu-- untuk kembali bangkit jiwa dan bersemayam dalam raga yang kau pilihkan untukku? Ataukah ini hanya hayalanku karena belum juga mampu ku redam segala rindu akan hadirmu?
Ul, tak akan mungkin semua ini ku ceritakan selain kepadamu. Bukan karena aku takut ditertawakan, namun lebih karena hanya padamu aku bisa bercerita lepas, bebas, tanpa khawatir engkau akan mencibirku.
Ul, kadang ku rasakan terlalu lama engkau tidak mengunjungi malam-malamku. Kadang benar-benar malam menjadi impian akan keindahan pertemuan denganmu, dalam rindu yang menggebu, dalam cinta yang menggelora, dalam seutuh sepenuh jiwa untuk menyatu bersama. Bergumul kasih berpeluk sayang. Mengalir aliran lewat bibir berpagutan, berbagi kehangatan dalam dekap berpelukan.
Ul, benar-benar merindumu dalam raga dan jiwaku.................................