Jumat, 03 November 2017

Sayang....

adalah rindu yang mendetak selalu
dalam hati sepanjang waktu
adalah cinta yang tetap terpelihara
sebagai anugerah dari Sang Kuasa
tak ada waktu yang mampu
mengubah ataupun mengganggu
saat rindu telah ditaman
oleh Sang Pemilik Kehidupan
tak ada aral yang mampu melintang
saat cinta masih diperkenankan bersarang
dalam jiwa oleh Sang Penggenggam
kita hanya sekedar
sekedar jalani yang telah ditebar
dalam hamparan takdir kehidupan
kita hanya sebatas menerima
terima seluruh garis sebagai keindahan anugerah-Nya
terima setiap jalan yang dihamparkan-Nya

ah... aku rindu padamu
sepenuh hati dan jiwaku
ah...aku cinta padamu
sepenuh seluruh sebanding
anugerah dari Sang Pemegang Tangan

Senin, 02 Oktober 2017

Tanggung

Segala puji bagi Dzat yang di tangan-Nya ketetapan setiap makhluk yang ada. Shalawat dan salam senantiasa kita sanjungkan kepada ia yang kehadirannya merupakan rahmah bagi semesta raya.
Hai Ul, sayangku, cintaku, rinduku. Kadang memang aku ingin kembali memanggilmu dengan beragam panggilan yang seringkali engkau tolak namun sering dari sudut matamu engkau juga senang dengan panggilan-panggilan seperti itu.
Aku tahu, insya Allah engkau senantiasa berada dalam lindungan dan kehangatan kasih Sang Maha Segala, aku berharap engkau selalu menemani Lana dalam perkembangan dan perjalanannya.
Ul, aku tidak tahu bagaimana memulai cerita kali ini. Sungguh ada banyak hal yang ingin ku ceritakan kepadamu. Begitu banyak hal yang sangat ingin aku bagian kisahnya denganmu, bahkan saking banyaknya mungkin sampai aku tidak tahu lagi darimana dan bagaimana aku harus bercerita kepadamu.
Ul, ada saat ketika aku benar-benar merasa sendirian, merasa membutuhkan seseorang untuk sekedar bercerita, ada saat ketika aku benar-benar merasa membutuhkan kehadiran seseorang yang mau mendengar keluh kesah dan kisah, meski sering aku bilang bahwa idealnya keluh kesah hanya kepada Ia Sang Pemilik Segala.
Ah, sudahlah Ul, peluk cium dariku untukmu, 

Senin, 04 September 2017

Cerita tentang Lana

Hai Ul, semoga senantiasa engkau berada dalam naungan kasih sayang Sang Maha Penyayang, semoga senantiasa engkau dilimpahi dengan limpahan rahmat dari Sang Maha Pemberi Rahmat, semoga segala kebaikan senantiasa melingkupimu, amin.
Ul, bagaimana kabar? aku yakin--Isya Allah--engkau selalu dalam keadaan baik, aku yakin hari-harimu penuh dengan keindahan dan rahmat. 
Ul, beberapa hari ini--mungkin malah sudah hampir dua minggu--Lana kena borok di kepala. Awalnya hanya beberapa yang tak pikir akibat ketombe. Tak pikir setelah dikasih obat dalam beberapa hari akan sembuh dan masalah ketombe dapat diselesaikan dengan mengganti shampoo dan memberi minyak rambut. Urusan ketombe alhamdulillah sudah dapat teratasi, namun urusan borok ternyata tidak semudah itu. Memang setelah dikasih obat alhamdulillah borok menunjukkan seperti akan sembuh, sudah tidak lagi berair dan tidak lagi menyebar lebih banyak, namun yang jadi masalah ternyata Lana susah untuk menahan diri untuk tidak menggaruknya, apalagi saat tidur. Jadi ketika pagi hari setelah mandi tak kasih salep luka, sore hari mulai kelihatan hasilnya, namun pagi hari berikutnya--alih-alih semakin baik dan mengering--kembali borok menjadi luka baru, bahkan beberapa titik yang sebelumnya hampir sembuh menjadi terbuka akibat kena garuk waktu tidur. 
Ul, kadang aku agak bingung bagaimana mengatasinya. Benar memang bahwa segala kesembuhan berasal dari Allah, namun tidak salah juga bahwa proses kesembuhan juga mengikuti hukum alam (sunnatullah) bahwa sebuah luka mesti diupayakan agar cepat sembut dengan memberinya ramuan atau obat.
Ul, sudah dua kali tak minta Lana untuk mencukur rambut agar memudahkan untuk mengoleskan salep. Namun dua kali pula Lana tidak mau rambutnya dicukup plontos, jadi bisa jadi kulit kepala yang ada lukanya tidak teroles salep akibat terhalang rambut.
Ul, baru saja tadi aku agak kesal, bingung, jengkel atau apapun lah namanya. Sebelum tidur--untuk menjaga agar Lana tidak menggaruk kepala, aku bungkus tangannya dengan kaos, namun ketika aku 'nglilir' ternyata kain pembungkus tangannya sudah lepas semua, dan ketika aku menyentuh kepala Lana, ternyata luka borok yang kemarin sudah mulai kering kembali basah, dan ketika tak lihat ternyata banyak luka baru muncul akibat kena garukan tangan.
Ul, mungkin aku memang sering tidak sabaran, meski aku tahu bahwa ini adalah salah satu tanda bahwa memang belum saatnya borok Lana sembuh, bahwa ketika tiba waktunya--tentu semua merupakan kehendak Allah--maka borok di kepala Lana pasti sembuh. Namun, mengetahui bahwa semua terjadi atas kehendak Allah tidak lah sama dengan benar-benar meyakini bahwa semua adalah kehendak-Nya.
Ul, aku berharap semoga diberi kesabaran dan ketelatenan untuk merawat luka Lana. Dan juga berharap semoga engkau tidak bosan-bosan untuk selalu mendampingiku dalam membimbing dan menjaga Lana. Aku yakin engkau melihat semua yang terjadi bahkan penglihatanmu jauh lebih dalam dibandingkan apa yang bisa aku lakukan, karena engkau berada di tempat yang lebih dekat dengan Sang Pemilik Segala Penglihatan.
Ul, semoga senantiasa kita diperkenankan untuk selalu bersama, berjalan seiring untuk membimbing apa yang menjadi amanah bagi kita sebagai orang tua.
Oh ya Ul, sudah lama aku tak melihatmu di alam  yang memungkinkan kita bertemu, jelas aku rindu padamu, semoga engkau mendapat perkenan untuk bertemu denganku, agar dahaga rindu merasakan kesegaran mata air cinta yang mengalir bersama dengan hadirmu.
Sudah dulu ya, semoga Ia senantiasa melimpahkan segala kebaikanNya kepada kita, kepadamu, semoga kita senantiasa berada dalam naungan kasih dan sayangNya, semoga segala keburukan dihindarkan dari kita.
Love you so much....

Senin, 07 Agustus 2017

Ceritaku kali ini

Hai Ul, aku yakin insya Allah keadaanmu baik-baik saja bahkan mungkin jauh lebih baik lagi.
Ul, mulai tahun pelajaran ini aku sudah tidak lagi menjadi kepala MTs Putera Sunniyyah Selo. Memang aku sendiri yang merencanakan ini, tapi ternyata memang susah untuk menghilangkan kebiasaan memberi instruksi, memang susah untuk diam ketika ada sesuatu yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, memang susah untuk tiba-tiba menunggu instruksi atas sesuatu yang biasanya memberi instruksi.
Dan tampaknya Tholhah juga masih dalam proses adaptasi, ada beberapa kali ia agak canggung ketika memutuskan sesuatu, ada kesan ada rasa ewuh pakewuh ketika ingin melangkah, tapi sekarang tampaknya ia mulai mengerti dan memahami posisi barunya.
Ul, tak pikir ketika aku sudah lagi menjadi kepala madrasah, aku bisa lebih banyak waktu untuk bersama Lana, berusaha memberikan bimbingan sebaik-baiknya sebagai bagian dari tanggung jawab orang tua, tapi ternyata tidak semudah itu. Meskipun benar bahwa aku memiliki lebih banyak waktu bersama Lana--tentunya dibandingkan ketika masih jadi kepala madrasah--ternyata aku juga masih bingung mesti bagaimana mendampingi Lana. Kayaknya aku juga mesti kembali belajar bagaimana bisa bicara dengan baik, bagaimana bisa mendampingi proses belajar Lana, dan seterusnya. Kau tahu kan Ul bahwa aku dulu tidak termasuk orang yang tekun belajar, bahwa aku juga bukan termasuk orang yang tahu bagaimana cara belajar yang baik, sehingga akibatnya aku juga belum bisa mengajari Lana dengan baik, masih saja bingung bagaimana melakukan pendekatan kepada Lana sehingga ia benar-benar merasa nyaman ketika belajar bersama aku (ingat kan Ul, dulu kita pernah bersepakat bahwa kamu yang akan menjadi tempat akhir bagi Lana untuk mengadu dengan seluruh kelembutanmu sebagai ibu, sedang aku mendapat peran untuk menjadi pengawas dengan seluruh ketegasan sebagai bapak).
Belum lagi, Tholhah memintaku untuk tetap berada dalam sistem, ia memintaku untuk menjadi Wakabid Kurikulum (jabatan yang dulu dipegangnya), aku jelas tidak bisa menolak karena ketika aku mohon ijin pak Niam untuk berhenti, aku berjanji tetap akan membantu dan ikut menjaga perkembangan MTs Pa. Ternyata pekerjaan yang menjadi bagian bidang Kurikulum cukup banyak juga, dan membutuhkan waktu maupun pikiran yang cukup menyita, untungnya aku diberi staff, sehingga pekerjaan yang sifatnya administratif bisa tak minta staff mengerjakan. Selain itu, jam mengajarku juga membengkak, dari 8 jam pelajaran menjadi 36 jam pelajaran. Ternyata masuk kelas mulai jam 07.00 - 13.15 terus menerus melelahkan juga. Begitu sampai rumah paling hanya bisa bertanya ke Lana, shalat belum. Itupun jika Lana belum berangkat diniyyah.
Ul, memang benar tetap saja laki-laki selembut apapun tidak akan pernah menjadi seorang ibu bagi anak-anaknya, karena menurutku seorang ibu, sesibuk apapun ia tak pikir hati dan pikirannya akan senantiasa bersama dengan anak-anaknya, seorang ibu akan senantiasa menciptakan tali psikologis yang mengikat dirinya dengan anak-anaknya.
ah, entahlah Ul, selalu saja ketika menulis untukmu antara apa yang ingin aku ceritakan dan apa yang aku tuliskan selalu tidak pernah berimbang, begitu banyak yang ingin aku ceritakan, begitu banyak yang ingin aku bagikan, namun pada akhirnya begitu sedikit yang bisa aku tuliskan, begitu sedikit yang bisa aku kisahkan.
Semoga lain kali aku bisa bercerita lebih banyak lagi (dulu pun aku juga seperti ini kan Ul, saat bersamamu engkau yang selalu lebih banyak mampu menceritakan segala hal kepadaku, sedang aku--meskipun sebenarnya juga ingin bercerita banyak hal--pada akhirnya hanya mampu menceritakan beberapa hal saja, meskipun kata orang-orang aku ini banyak bicara).
Selamat kembali menikmati istirahatmu, jangan lupa dengan caramu ingatkan aku ketika apa yang aku lakukan keluar dari yang semestinya, mohonkan juga pada Ia Sang Maha Segala, semoga Ia berkenan menganugerahkan kepadaku kemampuan untuk menjalankan dan melaksanakan segala peran dan amanah yang ditetapkan untukku, semoga Ia senantiasa menghadirkanmu padaku. Amin
love you so much.....

Minggu, 02 Juli 2017

Rinduku kepadamu

rinduku kepadamu
tak tahu bagaimana aku mesti mengungkapkannya
rinduku kepadamu
entah bagaimana aku mampu menjelaskannya
rinduku kepadamu
tak mampu aku menjabarkannya dengan kata
rinduku kepadamu
adalah denyut yang mengalir dalam jiwa
rinduku kepadamu
adalah nafas yang menandai hidupnya sukma
rinduku kepadamu
.............

Kamis, 04 Mei 2017

ya, begitulah...

hai Ul, rindu padamu? ya mestilah.
banyak hal yang sangat ingin aku ceritakan, namun entah mengapa aku seperti kehilangan kemampuan untuk bercerita, entah mengapa aku seperti kehilangan kemampuan untuk merangkai kata, entah mengapa aku seperti kehilangan kemampuan untuk kembali membariskan huruf, menyusunnya menjadi kata, membariskannya menjadi kalimat dan akhirnya merangkainya menjadi sebuah cerita.
Ul, mungkin sebagaimana sebuah perjalanan, saat ini aku seperti mengalami proses putaran ke bawah sebuah roda, ada hal-hal yang tak rasakan sebagai sebuah kemunduran, baik dalam pengetahuan, pemahaman, semangat, maupun amalan-amalan. Banyak hal yang muncul di depannya seakan menunjukkan bahwa putaran roda memang telah melalui titik klimaksnya sehingga ini sudah mulai putaran turunnya. 
Ul, aku tidak tahu, dan mungkin tidak akan pernah tahu, seberapa kuat putaran naik yang bisa aku lakukan setelah roda sampai pada titik nadirnya, tapi rasanya memang perlu untuk mempersiapkan diri, untuk menata diri, untuk mencadangkan kekuatan yang lebih besar agar setelah sampai titik nadir roda kehidupan mampu melakukan putaran naik dan membuat lingkaran kehidupan menjadi lebih besar daripada lingkaran sebelumnya.
Ada beberapa hal yang kayaknya mesti aku lakukan, ada beberapa hal yang mesti aku lepaskan, ada beberapa hal yang mesti aku tinggalkan meskipun mungkin pada satu sisi aku masih sangat ingin untuk mengabaikan, untuk mempertahankan, untuk tetap memegang.
Jelas ada rasa khawatir, rasa takut, rasa eman ketika mencoba memutuskan untuk memulai sesuatu yang baru, untuk meninggalkan dan menanggalkan sesuatu yang saat ini telah berada dalam genggaman, tapi bukankah seperti pernah engkau katakan bahwa ketakutan bukan untuk dihindari, ketakutan hadir untuk kita hadapi.
Aku juga tahu Ul bahwa sebenarnya tingkat keberanianku untuk menghadapi kekhawatiran dan ketakutan jauh lebih rendah dibanding dengan keberanianmu untuk menghadapi keduanya. Aku tidak ingin beralasan kenapa seperti itu karena engkau juga tahu kadangkala alasan hanya sebuah topeng yang kita gunakan untuk menutupi kelemahan dan kekurangan kita, untuk membenarkan tindakan dan langkah yang sebenarnya kita ketahui kurang pas, kurang tepat, kurang benar.
Ah, entahlah Ul, mungkin itu yang bisa aku katakan, entahlah, mbuhlah...
peluk cium untukmu dalam segenap rindu...

Minggu, 15 Januari 2017

Kembali tentang Lana

Hai Ul, semoga senantiasa berlimpah dengan rahmah dan anugerah dari Dzat yang kasih sayang-Nya melampaui kemurkaan-Nya.
Ul, kali ini aku ingin bercerita tentang cahaya mata kita, Lana. Atas perkenan Ia yang seluruh takdir berada di tangan-Nya, aku yakin engkau juga tahu dan merasakan bahwa dalam beberapa hari ini selalu saja ada hal yang berkaitan dengan Lana yang membuat aku cenderung susah untuk mengendalikan diri.
Tadi saja aku habis nyubit Lana karena aku kembali tak mampu mengendalikan diri. Sebenarnya mungkin bukan sepenuhnya salah Lana, mungkin karena harapanku saja yang terlalu berlebih atas ia sementara aku belum melakukan apapun untuk mematutkan diri atas harapan yang aku sandarkan padanya.
Mungkin sebenarnya aku sendiri yang salah. Salah karena mungkin aku belum mampu memaksimalkan perhatianku kepadanya.
Sebenarnya mungkin masalahnya sederhana, selama ini aku merasa bahwa Lana sudah mampu membaca dengan cukup baik, meskipun aku tahu belum cukup lancar dan belum mampu dengan mudah memahami isi apa yang ia baca.
Ul, mungkin sekitar dua minggu lalu, aku menyuruh Lana untuk langsung belajar setelah mengaji. O ya, Lana kembali mengaji di rumah. Jadi setelah shalat magrib, Lana mengaji denganku di rumah. Sebelumnya ia ngaji di Thoha, karena guru ngaji di langgar sedang hamil tua dan sekarang baru melahirkan. Tapi karena yang ngaji di Thoha sering tidak ada teman, maka Lana tidak mau lagi dan memilih ngaji di rumah. Biasanya Lana mengaji Juz Amma kemudian lanjut denga fasholatan, dan kemudian diakhiri dengan hafalan surat-surat pendek. 
Pada hari-hari pertama Lana cukup bersemangat untuk belajar, apalagi ketika aku belikan ia lampu belajar. Ia membaca buku-buku ringan yang ia sukai namun bukan buku pelajaran. Setelah beberapa hari ia mulai agar malas dan cenderung ngeles ketika tak suruh belajar. Ketika aku minta ia membaca buku-buku pelajarannya, selalu saja ia cari-cari alasan.
Tadi, ketika aku memintanya belajar, dengan ogah-ogahan ia akhirnya belajar, namun tidak sampai lima menit katanya sudah selesai, lalu aku minta Lana untuk membaca keras denganku, ia menolak. 
Ketika aku memaksanya, Ul, aku kaget ketika aku tulis kata Sastra, kemudian minta Lana membaca satu suku kata pertama Sas, ia membacanya Sa dengan menyertakan huruf s, ku coba mengejakan suku kata 'bas' ia membacanya ba tanpa huruf s.
Aduh Ul, kamu tahu rasanya hampir meledak aku, campuran antara marah, kecewa, dan merasa bahwa aku belum melakukan hal terbaik untuk mendidik Lana. Apalagi ketika Lana mulai menangis--biasaya Lana ketika merasa tidak mampu melakukan sesuatu atau tidak mau maka ia akan mulai menangis meskipun tidak aku marahi--dan kau juga tahu Ul, ketika Lana mulai menangis maka seluruh fokusku pun akan hilang, bercampur antara perasaan marah, kasihan, dan entah rasa apalagi yang jika diterus-teruskan aku pun akan menangis pada akhirnya.
Ul, ketika itu aku mulai kehilangan kemampuan untuk mengendalikan diri, aku dekati Lana kemudian aku cubit pahanya, ia menjerit dan menangis--sebenarnya hatiku juga menangis tapi aku juga ingin Lana mulai belajar untuk menyelesaikan masalahnya tidak dengan menangis tapi dengan berusaha keras menghadapinya--.
Setelah itu aku katakan kepadaya, Na sekalian ae tak ciwel genah larane nak nangis nangiso, ra usah nangis nak ra iso, tapi belajar ben iso, ra sah nangis nang angel, ngko nak wis iso mesti gak angel maneh.
Ul, kadang aku merasa seakan-akan tidak mampu untuk mendidik Lana dengan baik, kadang aku merasa bahwa hadirmu merupakan jawaban atas ketidakmampuanku ini, tapi bagaimana mungkin aku meragukan setiap ketetapan-Nya, bukankah segala yang terjadi adalah anugerah-Nya, jalan dan proses yang sudah ditata sedemikian rupa bagi kita untuk menuju takdir terbaik kita?
Ul, aku hanya berharap semoga Sang Maha Kasih mempenankan engkau sering hadir mengunjungiku, dalam tidur maupun sadarku, dalam kebersamaan wujud mimpi maupun kebersamaa rasa bersamamu.
O ya Ul, sekitar tiga bulan lalu Lana bilang bahwa ia mau khitan pas liburan sekolah bahkan sudah meminta tanggal 20 Desember untuk khitan. Banyak orang yang sudah ia beritahu, bahkan mas Fuad sempat bertanya kapan Lana khitan, tak jawab saja, lha lihat ae mas, aku ngerti Lana kok.
Ketika Anip mengajak Lana ke Pare saat liburan, ia sangat senang. Namun ketika mendekati waktunya, ia mengubah rencana dengan mengatakan bahwa ia akan khitan jadi ga bisa ke Pare (rencana ke Pare tanggal 19 Desember).
Kau tahu Ul, tanggal 18 Desember aku kembali bertanya ke Lana apakah ia jadi khitan atau tidak? Tahu apa jawabannya, 'sik bapak tak pikir-pikir sik'. Aku langsung kepikiran, ah....kayake ki ga sido.
Ternyata benar ketika pada tanggal 20 aku tanya lagi, ia bilang 'ga sah saiki bapak sok ae..'. Akhire ya gak jadi ke Pare sekaligus juga ga jadi khitan. he he he
Mungkin itu ceritaku kali ini, selamat menikmati kembali istiharatmu, maaf jika aku masih sering mengganggumu.
Kau tahu dan merasakan betapa cinta dan rinduku padamu merupakan salah satu anugerah terindah yang senantiasa akan berusaha aku syukuri.
Love you so much.....see you...

Rabu, 11 Januari 2017

Cerita Lagi

Hai Ul, semoga kelimpahan nikmat dan karunia selalu tercurah untukmu dalam naungan dan lindungan Sang Pemberi Segala.
Ul, tak rasa-rasake aku kok tambah kacau ya, kesombongan kayake mulai menguasai. Kesombongan yang dibungkus dengan kepura-puraan rendah hati.
Ah....mbuhlah Ul, pada satu sisi aku merasa bahwa aku memang tidak layak lagi untuk menjadi kepada. Ada banyak hal yang menurutku menjadi alasan ketidak layakanku. Mulai dari bahwa aku kehabisan waktu bersama Lana, padahal semakin hari Lana semakin membutuhkan kehadiranku, semakin hari Lana semakin perlu untuk didampingi. Ada orang yang bilang dan mengatakan padaku bahwa aku mestinya melakukan pendekatan dan memberi pengertian kepada Lana, tapi bukankah mestinya aku yang mengerti Lana, bukan sebaliknya? Bukankah mestinya orang tua yang mengerti anaknya, bukan sebaliknya anak yang harus mengerti orang tua?.
Lalu, pikiran-pikiranku tentang seks, tentang belaian perempuan kadang terlalu kuat membelitku. Aku gak ngerti ini wajar atau tidak, ini karena sebagai laki-laki aku membutuhkan belaian perempuan atau hanya sekedar nafsu yang tak terkendali, sehingga bahkan aku melakukan hal-hal yang dulu sama sekali tak pernah terpikirkan. Padahal menurutku seorang pemimpin, sekecil apapun bentuknya, bukan saja seorang yang menjadi titik akhir bagi berputarnya roda organisasi, lebih dari itu seorang pemimpin adalah ruh, jantung bagi organisasi atau kelompok yang dipimpinnya. Kamu tahu kan Ul, bagaimana fungsi jantung bagi tubuh dalam sebuah hadits, apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuh dan apabila dia rusak rusaklah seluruh tubuh.
Dalam kondisi seperti ini, bagiku jelas bahwa aku menjadi jantung yang tidak baik sehingga aku tidak berani untuk tetap menjadi jantung, mungkin kalau sekedar otak, ga pa pa lah, lagian dulu aku pernah bilang bahwa aku hanya bisa mengajar di dua tempat, di Sunniyyah dan di sekolah yang aku dirikan.
Selain itu Ul, menurutku ada beberapa orang yang lebih baik dari aku, terutama dalam kondisi psikisnya. Ada beberapa guru yang lebih stabil secara psikologis, ada yang lebih memiliki pengalaman dalam memimpin, ada yang ibadahnya jauh lebih baik dari yang mampu aku lakukan, ada yang lebih ikhlas dan loyal terhadap madrasah daripada yang bisa aku berikan.
Tapi Ul, pada sisi lain, aku mudah menceritakan hal itu kepada beberapa orang, Bu Sihah, Pak Niam, Kang Lih, Pak Muklis, mengenai hal-hal itu--terutama poin satu dan tiga--aku masih belum berani cerita ke orang lain mengenai poin kedua. Kembali hanya padamu aku bisa menceritaka semua.
Bukan masalah cerita yang membuat aku takut dan khawatir, tapi di balik cerita itu, tak rasakan semakin muncul keinginan untuk dipuji, untuk menunjukkan betapa baik aku, merasakan kebanggaan diri atas kehebatan yang sebenarnya tidak pernah aku miliki. Aku mulai benar-benar ingin disanjung, dikatakan sebagai orang yang aneh dalam arti baik, ikhlas, memperhatikan orang lain, mampu menghormati orang lain, dan serentetan pujian-pujian lainnya.
Aku takut Ul, aku takut kesombongan dan keangkuhan akan menggilasku, aku membakarku menjadi abu.
Ul, pada sisi lainnya--mungkin kau sudah tahu juga karena mungkin dari alammu kau bisa melihat da mendengar semua yang aku lakukan dan apa yang tersembunyi dari pandangan mata lahir orang-orang di sekitarku--aku juga merasakan kekhawatiran bagaimana jika benar aku sudah tidak lagi jadi kepala, bagaimana dengan penghasilan material, bagaimana dengan sikapku, apakah aku masih tetap biasa sebagaimana apa adanya, atau aku akan bersikap sebagaimana orang yang lagi mengalami post power sindrome.
Ah, entahlah Ul....thanks telah hadir kembali dan meluangkan waktu untuk menemuiku kembali di dunia antara yang memungkinkan pertemuan kita. Terima kasih atas segalanya. Sebenarnya ada banyak cerita lagi yang ingin aku tuliskan untukmu, meski mungkin tanpa tak kasih tahu engkaupun sudah tahu--dengan perkenan-Nya apa sih yang tidak mungkin--entah itu tentang Lana ataupun tentang aku, tentang kita. Tapi kali ini mungkin cukup ini saja dulu ya, miss you so much....

Ul, sungguh aku merindumu, betapa setiap denyutku selalu mengeluarkan fibrasi kuat dan indah setiap kali namamu membelai telingaku....dan aku yakin kau pun pasti tahu serta merasakannya.
Peluk cium dariku.............see you

Senin, 09 Januari 2017

...dan aku lupa....

...dan aku seperti lupa bagaimana cara menulis sayang, padahal ada banyak hal yang ingin aku goreskan.....