Jumat, 28 Desember 2012

semoga engkau tersenyum Ul

Semoga yang tak ceritakan kali ini membuatmu sedikit tersenyum Ul.

Ul, alhamdulillah sekarang tanah kang lih telah benar-benar menjadi milik kita, beberapa hari lalu aku telah melunasinya. Mungkin inilah cara Allah menjaga keyakinan di hati kita, atau mungkin juga cara Allah menunjukkan bahwa ketika kita berniat baik dan meyakininya kita akan mendapat jalan untuk melakukannya.
Sungguh Ul, sempat aku tidak yakin bahwa aku akan dapat melunasinya tahun ini, dulu memang aku berjanji pada diriku sendiri bahwa tahun 2012 tanah itu harus sudah lunas (kau tahu Ul, kang lih begitu baik dengan membolehkanku nyicil pembayarannya, kalau harus kontan mungkin tidak akan mampu aku membayarnya).
Awal Nopember aku mulai khawatir apakah aku bisa melunasinya tahun ini atau tidak, karena beberapa hal yang tak usahakan untuk dapat melunasinya ternyata belum berhasil sehingga aku belum memiliki cukup dana untuk melunasinya. Bahkan hingga pertengahan Desember pun aku belum memilikinya, hingga aku sempat khawatir bahwa aku tidak mampu melunasinya tahun ini. Aku tahu Ul, bahwa engkau sangat ingin kita memiliki tanah itu, dan setelah engkau berpindah ke dimensi cahaya, aku berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan membeli tanah itu, untukmu.
Dan alhamdulillah Ul, pada minggu ketiga Desember sesuatu yang tak pikir tak dapat aku peroleh tahun ini bisa aku dapatkan, sebuah rejeki yang akhirnya aku gunakan untuk melunasinya. Dan yups, kini kita sudah memilikinya Ul. Secara utuh tanah itu  sekarang sudah jadi milik kita (dan sesegera mungkin insya Allah akan disertifikatkan).
Selain itu Ul, rejeki tersebut dapat pula aku gunakan untuk membayar hutangku padamu yang kemudian aku titipkan ke panti dengan harapan semoga bisa menjadi bagian dari kebaikan yang akan terus mengalir padamu. Dan dapat juga ku gunakan untuk membelikan Lana sepeda (sepeda lamanya sudah ga bisa digunakan lagi Ul, sudah terlalu kecil dan rusak--sebenarnya Lana memintanya sekitar 3 bulan lalu Ul, sayang saat itu aku tidak memiliki uang sehingga aku bilang padanya, 'Na sok ya nak bapak duwe duit', dan hebatnya Ul, kalau berkait dengan uang Lana selalu bisa terima--satu lagi kemurahan Allah untuk meringankan bebanku). Dan kau tahu Ul, betapa senangnya ia (sungguh sangat senang rasanya bisa membuatnya begitu gembira--engkau juga kan?).
Sungguh Ul, inilah salah satu kemurahan Allah menurutku, cara Allah membuat orang yang percaya tetap berada dalam lindungan-Nya. Sungguh ini merupakan salah satu kemurahan Allah bahkan dalam keadaan yang begini kacau Ia tetap memberikan kemurahannya, dalam kesedihan Ia tetap menurutkan kebahagiaan.
Ul sungguh aku sangat bersyukur, satu per satu impianmu, impian kita mulai berjalan dan mewujud.
Semoga engkau selalu dan semakin baik di sana Ul, aku yakin rinduku padamu sebanding dengan rindumu padaku. Semoga kita segera bertemu dengan cara yang telah ditentukan olehNya untuk kita.

Love you so much as always

Kamis, 27 Desember 2012

Masih tentangku

Ul, maafkan aku ya, kayaknya aku semakin gila, aku semakin ga bisa mengendalikan diriku, semakin tak bisa mengkontrol diriku.
Ul, dalam keadaan seperti ini sungguh aku membutuhkan hadirmu, dalam bentuk dan wujud apapun atau siapapun, aku membutuhkan seseorang untuk mengingatkanku, mengembalikanku pada jalanku, memarahiku ketika aku melenceng dari jalurku, menyemangatiku saat aku kehilangan arah dan tujuan, membangunkanku dari tidur dan kemalasanku. Dan engkau tahu Ul, hingga kini hanya engkau yang bisa melakukan itu. Hanya engkau yang diberi kemampuan oleh Ia yang memiliki segala kehendak untuk melakukan itu.
Ul, hanya dalam dua minggu aku kembali kehilangan isya' ku, sudah hampir sebulan aku kehilangan tahajjud, dhuha menjadi penuh lobang dan semakin jarang, satu rawatib yang coba ku abadikan juga sering ku tinggalkan, wirid dzikir semakin sambil lalu ku lakukan, Qur'an mungkin sudah 2 bulan tak kusentuh. Ah Ul, aku benar-benar berada dalam ketakutan akan hilangnya arah dan tujuan.
Dan kau juga tahu Ul, kondisi psikisku yang menurun dan kehilangan arah tujuan juga mempengaruhi kondisi fisikku, sudah dua minggu bahkan lebih tubuhku masih juga belum kembali fit, mudah lelah, sakit di persendian, mata berkunang, kepala pening, dan lidah pahit adalah hal-hal wajar yang kini aku alami, meski aku tetap bersyukur pada Allah karena masih dalam kondisi yang dapat ditahan oleh tubuhku sehingga kesehatan fisikku saat ini masih baik dan mungkin semakin baik  dibandingkan beberapa hari lalu.
Ul target liburanku pun kayaknya gagal total, aku rencanakan belajar database untuk membuat base sekolah akhirnya tak dapat kulakukan (akibat hancurnya harddisk pada hari perpindahanmu ke dimensi cahaya aku masih malas untuk menginstal kembali program database dan mulai mempelajarinya), kursus online ku tidak mampu kujalani dengan baik (aku baru melihat satu lecture pada minggu pertama padahal ini sudah minggu kelima menjelang keenam dengan lecture tiap minggu rata-rata sekitar 6 lecture). Menata kembali rumah juga belum mampu aku lakukan karena secara fisik aku benar-benar mengalami kemunduran dan kelemahan (meski sudah tak lagi bergetar ketika berdiri), dan bunga dan tanaman depan rumahpun belum mampu kurawat dengan benar (setelah sekitar sebulan lalu ku tata ulang).
Ul, sungguh hingga sekarang aku masih merasa jiwaku kosong, hampa, isinya masih bersamamu pada hari perpindahanmu ke dimensi cahaya, ragaku masih melanggah  mengikuti insting hayawaninya. Tak ada kendali dari jiwa, tak ada arahan dari hati.
Dan kau pasti juga tahu Ul, dalam keadaan seperti ini aku tidak bisa melakukan apapun, aku menjadi mayat hidup yang berjalan hanya mengikuti arus dan insting belaka, takkan ada tindakan dan langkah yang bisa benar-benar bermakna. 
Maafkan aku Ul, karena mau tidak mau seluruh beban dan kewajibanku pun tidak mampu aku lakukan dengan baik bahkan kadang ku abaikan dalam keadaan seperti ini (mendidik Lana, mengirimimu do'a, menyambung silaturrahmi dengan semua yang pernah menyambung silaturahmi denganmu, menjaga komunikasi dengan orang-orang yang engkau sayangi, dan segala kewajiban-kewajiban lain baik yang bersifat ilahi maupun manusiawi).
Maafkan aku Ul, atas ketak mampuanku untuk mengendalikan diriku, untuk tetap menguasai diriku, untuk tetap menjaga segala yang engkau percayakan padaku.
Sungguh Ul, dalam keadaan seperti ini aku sangat membutuhkanmu, membutuhkan hadirku dalam wujud dan bentuk apapun atau siapapun yang engkau pilih untuk menjalankan peranmu padaku.
Aku merindumu Ul, rindu segala marahmu saat aku melenceng dari jalurku, rindu segala ucapmu saat aku kehilangan semangatku, rindu setiap ancammu kala aku kehilangan arah tujuanku, rindu kesabaranmu untuk meneguhkan kembali aku dari keruntuhanku, rindu segala yang ada pada dirimu.
Ul, maafkan aku, sungguh aku membutuhkan hadirmu agar aku tak terlarut dalam keterombang-ambinganku, agar aku tak benar-benar kehilangan arah tujuanku.
Ul, love you so much as always...



Kamis, 20 Desember 2012

AKU

Ul, sudah dua minggu sejak hari perpindahanmu dan jiwaku belum juga kembali, jiwaku masih berada di tempat yang tidak dapat ku tarik kembali. Sudah dua minggu dan aku masih raga tanpa jiwa, badan tanpa hati, jasmani tanpa ruhani, tak ada keinginan, tak ada semangat, tak ada arah tujuan.
Ul, tak pikir cerita ini tidak lebih dari sebuah bukti bagiku bahwa selama ini apa yang tak yakini adalah benar. Aku yakin kondisi raga seseorang sangat dipengaruhi oleh kondisi kejiwaannya, jika secara psikis seseorang lagi sakit, lagi tidak punya apa-apa sebagai alasan untuk bertahan, maka raga seseorang pasti akan bertemu dengan berbagai kekurangan dan akan mulai kehilangan kemampuannya untuk menjaga diri, untuk mempertahankan segala kemampuan dan kekuatannya menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan sehari-hari raga.
Ul, aku ga nyangka kalau hal ini akan kembali terjadi padaku, bahwa aku akan kembali kehilangan seluruh jiwa dan ragaku kembali runtuh dan luluh dalam segala kelemahannya, menyerah pada apapun yang menyambanginya.
Ul, semua dimulai dua minggu lalu, Jum'at 7 Desember, menjelang shalat jum'at, aku benar-benar tak mampu mengendalikan diriku, hanya ada kemarahan yang tak lagi mampu aku bendung, dan akhirnya, engkau tahu, notebook menjadi pelampiasan kemarahanku dan hancurlah harddisknya, hilanglah seluruh data yang ku miliki dan jelas ga mungkin bagiku untuk mendapatkannya kembali, bahkan hingga kini tak juga mampu kukembalikan harddisk itu (meski akhirnya aku tetap bisa menggunakan notebook dengan menggunakan harddisk lainnya, dan harus tak gunakan secara eksternal).
Ul setelah itu ku coba untuk memanggil kembali jiwaku dengan melakukan berbagai hal yang akan membangkitkan kebaikan jiwa dan mengurangi segala kemarahan yang masih tersisa. Ku pergi ke Solo, ke Purwodadi, dan juga ke Semarang, tapi tetap saja belum juga mampu ku panggil kembali jiwaku, ku temukan kembali semangat hidupku.
Dan engkau tahu Ul, hari Minggu kemarin, tubuhku benar-benar tak mampu lagi menahan seluruh bebannya, seluruh persendianku rasaku nyeri, sakit saat ku gerakkan, tubuhku lemas tanpa tenaga, kepalaku pening yang aku tahu bahwa itu bukan sekedar penyakit fisik, mulutku rasanya pahit ketika aku makan dan minum, dan yang paling lucu, perutku mudah sekali lapar, sehingga rasanya aku pengin makan terus namun males karena mulutku pahit. Minggu malam Senin kemarin--menurutku--adalah yang paling parah, aku benar-benar terkapar, bahkan untuk berdiri pun rasanya badanku gemetar. Aku benar-benar takut waktu itu Ul, aku takut kalau tubuhku benar-benar tak mampu lagi menahannya sehingga aku harus masuk rumah sakit. Aku benar-benar ga mau masuk rumah sakit lagi--masih saja aku trauma dengan rumah sakit--, tapi alhamdulillah, pagiku--meski badan masih lemas dan persendian bahkan kulitku pun rasanya sakit ketika disentuh--kayaknya kondisi badanku sudah lebih baik. Lagian aku mesti benar-benar bertahan karena engkau tahu Ul, Lana akan menjadi sedih dan menangis jika ia tahu bahwa aku sakit--Lana seperti memiliki ketakutan tersendiri jika melihat aku sakit, ia seperti tidak bisa terima kalau bapaknya sakit, sesuatu yang mungkin menjadi wajar karena ia pun tahu bahwa ia hanya punya bapak, sebuah kenyataan yang kadang membuatku menangis dan sedapat mungkin untuk menahan sakit apapun agar tidak kelihatan di hadapannya.
Dan sampai sekarang pun aku masih terasa pening di kepala, lemah di tubuh, pahit di lidah, nyeri di persendian dan lapar yang cukup menyiksa (karena biasanya perutku tidak gampang lapar) meski kini sudah berkurang dan tak lagi begitu menyiksa seperti hari-hari sebelumnya.
Ul, beberapa obat dan suplemen sudah ku gunakan dan ku usahakan untuk mengembalikan kembali kekuatan dan kondisi badanku namun tetap saja belum mampu mengembalikan vitalitas dan kesehatan badanku sehingga aku semakin yakin bahwa ini bukan sekedar penyakit fisik, namun lebih pada sekedar penyakit fisik yang hanya merupakan efek dari kondisi psikis yang tak lagi mampu ku kuasai dan ku kendalikan. Rasanya kok tidak masuk akal bagiku jika seseorang sakit malah menjadi selalu lapar, namun aku bersyukur karena jika aku tidak merasa sering lapar mungkin aku bahkan tidak akan makan (kau tahu Ul, ketika secara psikis aku mengalami gangguan, biasanya aku malas untuk makan dan biasanya perutku tidak pernah protes dengan hadirnya rasa lapar).
Ul, sebenarnya sebelum tanggal 7, aku memiliki beberapa rencana dan agenda, aku pengin belan sql untuk membuat dan merancang database selama liburan, dan juga aku ingin benar-benar mengikuti dan berperan aktif dalam kursus online yang dimulai tanggal 26 Nopember dan berlangsung selama 12 minggu. Dan engkau pasti tahu Ul, dua-duanya tidak mungkin aku lakukan dalam kondisi seperti ini. Benar Ul, sampai sekarang (ketika libur sekolah sudah berjalan hampir seminggu) belum juga aku punya semangat dan keinginan untuk kembali melakukan apa yang ku rencanakan, bahkan program sql yang kuperlukan hingga sekarang belum juga aku install kembali. Dan untuk kursus online yang aku ikut (aku ambil tema How to think) yang sekarang sudah berjalan 4 minggu dan akan memasuki minggu kelima, tetap saja belum ku sentuh sama sekali, padahal tiap minggu ada tugas yang harus diselesaikan (minimal 5/6 tugas).
Ah, entahlah Ul, sampai kini pun aku ga ngerti kapan bisa ku dapatkan lagi semangatku, kapan ku temukan kembali jiwaku, kapan mampu ku bangkitkan lagi gairahku.
Ul, aku tahu bahwa aku mesti tetap hidup (hidup dalam arti sebenarnya, hidup dalam sebuah keutuhan antara jiwa dan raga, bukan sekedar raga yang melangkah tanpa jiwa) karena aku tahu aku mesti menghebatkan Lana, aku mesti melaksanakan amanat yang engkau berikan kepadaku, kepercayaan yang engkau serahkan pada pundakku.
Namun aku juga tahu Ul bahwa jiwaku ada dalam dirimu, semangatku mengalir dari keinginan-keinginanmu, gairahku bangkit dari mimpi-mimpimu, maka aku minta maaf Ul jika aku masih saja mengganggumu dengan memintamu untuk mengisi kembali ragaku dengan jiwaku yang bersatu dengan jiwamu, mengobarkan kembali semangat yang menyala dalam keinginan-keinginanmu.
Maka, hadirlah selalu bersamaku, bersatu kita dalam cinta yang tak pernah mati.
Ah, mungkin ini yang bisa aku ceritakan padamu kali ini.
I love you Ul, always love you...
rinduku padamu mengalir dari tiap pori tubuhku, memancar dari setiap titik yang membentuk jiwaku. Aku merindumu dalam seutuh seluruh diriku, raga dan jiwa, lahir dan batin, jasmani dan ruhani...
peluk cium selalu untukmu...

Minggu, 16 Desember 2012

pengen cerita tapi belum bisa

Ul, sekolah mulai libur. Kembali aku bingung mesti ngapain. Kemarin aku ada rencana untuk belajar membuat database, tapi ga ngerti apakah jadi tak lakukan atau tidak. Notebook belum normal so bikin kerja dengan jaringan tidak maksimal, lola dan bikin emosi ae, belum lagi rasa malasku yang masih saja bergelayut manja, semangat yang belum kutemukan kembali sejak hari perpindahanmu ke dimensi lain, ah entahlah Ul........
Banyak hal yang ingin ku ceritakan padamu Ul. Ga kuat aku jika mesti menanggung semua sendiri. Aku rapuh...
Ul.....bingung aku untuk mulai bercerita dari mana, dari diriku, dari Lana, dari sekolah, dari Jun, dari kita, ah....mungkin lain kali saja Ul aku bercerita, mungkin lain kali aku akan membuat tema untuk setiap ceritaku sehingga bisa lebih enak, bisa lebih runtut, bisa lebih memiliki alur.
Lagi kali aja ya Ul....hari ini ternyata aku belum mampu bercerita, masih terlalu penat aku untuk mulai bercerita, masih terlalu sempit hati untuk mulai mengurai kisah.
I love you so much....
peluk cium dan belaiku untukmu.....

Sabtu, 15 Desember 2012

Sudah Seminggu

Hai Ul, ku rindu selalu segalanya darimu, senyum, tawa, cemberut, marah, dan apapun saja yang berasal dan berhubungan denganmu, he he...
Ul, sudah seminggu dan aku belum mampu kembali temukan arahku, dalam seminggu aku menjadi males untuk melakukan apapun, semua tak biarkan begitu saja, serangkaian rencana yang dibuat pada minggu-minggu sebelumnya terbengkalai tanpa usaha untuk menyelesaikannya. Dan selalu saja faktor yang mendukungku untuk menjadi semakin malas saja, mulai dari notebook jebol, jaringan internet sering ngadat dan hal-hal lain yang membuatku tidak mungkin untuk melakukan rencana-rencana itu.
Ul, kayake aku benar-benar kacau kali ini, bahkan sudah lebih dari seminggu ini aku mengambil keputusan untuk melangkah di area kiri spiritualitas, semua hal yang biasa aku lakukan, semua hal yang terkait dengan ritualitas untuk meningkatkan kepekaan jiwa kutinggalkan, hanya hal-hal mahdhoh ae yang tak lakukan, ku tinggalkan dhuha, ku tinggalkan tahajud, ku tinggalkan wirid, ku tinggalkan mendaras al-Qur'an, shalat fardlu pun ku lakukan hanya sebentar, tanpa wirid tanpa duduk tenang.
O ya Ul, mulai minggu terakhir November aku ikut semacam kuliah online. Aku ambil materi How to Argue and Reason, materi dapat diunduh secara online setiap minggu, materi berupa ceramah (lectures), sudah tiga minggu berjalan, sudah lebih dari 20 lectures yang ku dapatkan, namun sayang belum ada yang ku cermati dengan sungguh-sungguh, bahkan dari 20-an tes yang diberikan baru 2 tes yang dilakukan, semua masih tak biarkan begitu saja, belum sempat aku mendengarkannya (ato mungkin tepate masih terlalu malas aku untuk memelototi lectures itu).
Ah entahlah Ul, putaran kebengalanku dengan Tuhan mungkin semakin cepat, sehingga titik-titik di mana aku cenderung "melanggar" perintah Tuhan dan melakukan larangan-Nya semakin sering aku lakukan (kau tahu kan Ul, yang paling sering tak lewatkan adalah shalat Isya', dalam 3 bulan ini mungkin sudah lebih dari 3 kali aku terlewatkan shalat isya'--berarti kurang dari sebulan putaran keliaranku kembali ke titik asalnya, sesuatu yang tak pikir sudah hilang ketika kita menikah dulu, karena sebelumnya aku juga seperti itu dengan intensitas yang lebih jarang).
Ul, aku ga ngerti apakah karena kondisi psikologisku tidak baik maka kemudian segala sesuatu berjalan tidak baik. Ada-ada saja hal yang membuatku menjadi tersinggung dan marah tanpa mampu ku kendalikan. Atau karena beberapa hal berjalan tidak sesuai yang ku harapkan maka kondisi psikologisku menjadi semakin labil. Ah, entahlah Ul...
Wis sik ya Ul, satu hal yang aku tahu pasti Ul, aku mencintaimu sepenuh hatiku, aku merindumu sepanjang waktu....
Love you as always....
eeeeemmmmmmmmmm.........ah...

Senin, 10 Desember 2012

ku pejamkan mata dan kita kembali bersama

dalam terpejam ku temui dirimu
mengajakmu kembali bersamaku
menikmati matahari
menikmati keindahan
menikmati kemegahan
menikmati kehangatan

dengan memejamkan mata
ku penuhi tuntutan rindu
menghadirkanmu di hadapku
bercengkrama kita di kursi tua
nikmati pagi dengan kesejukannya

ku pejamkan mataku
dan engkau pun hadir bagiku
kapanpun
di manapun
cukup pejamkan mata
dan cinta kembali bersama
dan rindu kembali temukan pengobat dahaga

ku katupkan mata
ku masuki dunia di luar raga
dunia bagi jiwa-jiwa pecinta
di mana sang kekasih bertahta
tempat pertemuan penuh cahaya
tempat kesucian tak pernah ternoda

cukup dengan memejamkan mata
kembali kita saling bersua
memadu kasih membagi cinta

cukup dengan memejamkan mata
dan semua kembali seperti semula

Jumat, 07 Desember 2012

Maafkan aku sayang...

Ul...
maafkan aku untuk setiap kekecewaan yang engkau rasakan karenaku
maafkan aku untuk setiap janji yang belum juga mampu aku penuhi
maafkan aku untuk tiap titik luka yang engkau alami bersamaku
maafkan aku untuk segala kekurangan yang aku miliki
maafkan aku atas kebahagiaan yang baru seujung kuku
maafkan aku untuk setiap angan yang belum juga mewujud dalam kenyataan
maafkan aku atas ketakmampuanku menjaga raga dan jiwamu
maafkan aku, belum juga mampu ku bangun tempat belajar sebagaimana inginmu
maafkan aku, belum juga mampu ku hidupkan lagi apa yang telah engkau bangun bersamaku
maafkan aku, belum juga ku temukan jalan untuk menghebatkan Lana, putra kita, putramu dan putraku
maafkan aku, belum juga mampu ku buka jalan menuju tanah suci, berhaji bersamamu
maafkan aku, masih saja aku bocah gegabah yang belum mampu belajar dari waktu
maafkan aku, begitu banyak kekurangan dalam diriku dan hampir tak ada keistimewaan yang dapat dibanggakan di hadapmu
maafkan aku, masih jauh aku dari impian dan harapanmu

peluk cium selalu untukmu, dalam rindu yang tak pernah surut ataupun layu

Kamis, 06 Desember 2012

hanya rindu

Ul, apa lagi yang mesti ku ceritakan padamu? Kerinduan yang tanpa batas? Cinta yang terus bergelora? Atau segala cerita yang beredar dan berlangsung di sekitar kita?.
Ah Ul, sebenarnya apa yang terjadi adalah bahwa aku benar-benar ingin selalu bersamamu, dan cerita hanyalah salah satu cara agar aku tetap merasa bersamamu, berbagi denganmu.
Ul, apa yang saat ini benar-benar aku inginkan, harapkan, butuhkan adalah kebersamaan denganmu, kebersamaan jiwa, kebersamaan dalam rindu dan cinta.
Ul, hari-hari ini adalah hari-hari di mana segala keindahan begitu merasukiku, merasakan sebanyak mungkin kasih dan cinta menyebar dalam seluruh jiwa, mengalir bersama nadi ke seluruh pori.
Ul seperti butuhku pada makanan untuk raga, demikian juga butuhkan pada kebersamaan kita dalam jiwa. Cinta adalah tanaman yang mesti dirawat dan dijaga oleh dua jiwa yang menyatu dalam satu nafas cahaya. Cinta adalah keabadian selama kita meyakini dan meresapinya.
Ul merindumu adalah sebuah kenikmatan dan kegelisahan yang dianugerahkan Tuhan kepadaku untuk bersamamu menjadi kita yang tak lagi membedakan aku dan kamu.
Ul, ah entahlah apa aku masih mampu bercerita padamu ketika rindu begitu menguasai kalbu, ketika rindu menjadi pemegang kendali seluruh desir dan denyut nadi yang menjalari seluruh tubuh dan diriku, raga dan jiwaku.
Ul, inilah hari-hari di mana cahaya begitu gemerlap, bintang begitu terang, indah memancar di langit semesta jiwa, hangat menyapa beku sukma.
Ul, inilah rindu sempurna ketika jawaban terbaiknya adalah sua.
Ul, rindu memeluknya raga dan jiwaku
rindu kebersamaan denganmu dalam ada dan tiadamu
rindu menikmati segala keindahan yang tak ternah berkurang kedahsyatan dan keluarbiasaan.
rindu menyatu jiwa bersamamu, arungi samudera kasih di atas sampan kecil cahaya di atas samudera hidup mengharu biru

Rabu, 05 Desember 2012

untukmu puisiku

sungguh ku nikmati seluruh hari-hariku bersamamu
dulu, kini, dan entah sampai kapan aku tak t ahu
karena keabadian ku harapkan dari semua itu

sungguh ku nikmati setiap detakku kala bersatu dengan detakmu
di tempat yang aku sendiri tak tahu
mengalir berkejaran kita di sepanjang waktu
tak ada jeda, tak ada bosan, tak ada jemu
hanya ada tawa, canda, dan seluruh kegembiraan kalbu
berguling kita di hamparan rumput lembut bagi beludru

sungguh ku nikmati saat-saat kebersamaan kita yang tak pernah sirna
dulu, kini, dan ku harap akan sepanjang masa
tiap getarku adalah getarmu, getar kita
tiap denyutku adalah denyutmu, denyut kita
nafasku adalah nafasmu, nafas kita
kebersatuan dalam jiwa, abadi sepanjang masa
karna hanya raga yang mampu sirna
sedang jiwa abadi bersama Asalnya

sungguh ku nikmati saat nafasku merindu nafasmu
sungguh ku nikmati saat desahku merindu desahmu
sungguh ku nikmati saat diriku menyatu dengan dirimu
dalam desah, dalam gairah, dalam gelombang rindu menderu kalbu

ah, entahlah sayang, kadang aku sendiri tak tahu mesti bagaimana keabadian jiwa kualirkan, ku ungkap dalam bentang kata yang seringkali menghilang makna
aku merindumu dalam hadir dan tiadamu
aku merindumu dalam kebersamaan jiwa maupun keterpisahan raga
aku merindumu dalam keramaian dan kesenyapan
aku merindumu dalam seiring tarik nafas yang keluar masuk paru
aku merindumu dalam seluruh dan segalaku...

Senin, 03 Desember 2012

Ul, it's about me and Jun

Hai Ul, tetep ae kangen awakmu, meski tiap hari ku sebut namamu sebagaimana kunikmati desah-desah berat mengalir bersama nafasku.

Ul, kayake Jun benar-benar marah, jengkel, kecewa, mangkel dan segala perasaan ga bersahabat bersatu dalam dirinya ketika harus bersinggungan denganku. Mungkin juga hari-hari ini ia tidak akan pernah mau bersinggungan denganku, bahkan mungkin apapun yang datang dariku akan langsung dihindari dan dibuang biar tidak membuat sesuatu yang tidak mengenakkan hati.
Aku tahu Ul, semua berasal dari salahku, sebuah kesalahan yang sebenarnya tak maksudkan sebagai sebuah candaan, tapi rupanya aku salah tempat dan waktu, so akhirnya menjadi rusak seluruh bangunan komunikasi yang baru saja mulai terhubung lagi.
Ul, kalau aku umpamakan kesalahan yang aku lakukan mungkin adalah nyala api yang menghanguskan seluruh rumah dan bangunan yang untuk membangunnya membutuhkan waktu sangat lama namun untuk menghanguskannya hanya membutuhkan satu percik nyala, dan kesalahan yang aku lakukan telah menjadi percik itu, sehingga bangunan komunikasiku dengan Jun hancur berantakan--tak tahu aku apakah telah menjadi arang atau abu--.
Ul, sungguh aku menyesal dan kecewa dengan diriku, tapi apa lacur semua sudah terjadi, ku coba untuk meminta maaf--meskipun aku juga tidak tahu apakah cara yang ku gunakan dapat diterima atau malah membuat Jun semakin memandangku tak berharga di hadapnya--. Aku tahu Ul, Jun memiliki arti tersendiri bagiku, ia bukan sekedar adik iparku, ia mulai memiliki tempat tersendiri dalam hatiku, tempat yang berada tepat di samping tempatmu, tempat di mana aku merasa nyaman untuk bercerita, untuk mengatakan apapun yang aku rasakan tanpa merasa harus menjaga kerahasiaan.
Ul, aku tidak pernah menyalahkan atau kecewa dengan apa yang ia lakukan, karena menurutku adalah haknya untuk bersikap apapun atas apa yang ia rasakan, atas apa yang ia dapatkan, atas apa yang aku lakukan padanya.
Ul, aku ga ngerti juga kadang aku benar-benar ingin berbicara, bercerita dengannya, berbagai segala beban dalam dada, dan berbagi berbagai rencana seperti dulu kita lakukan bersama.
Ul, aku juga merasakan detak berbeda ketika dalam dirinya--meskipun seringkali juga ku rasakan detakmu ada di dalamnya--ada sedetak kegelisahan, ada sedetak kekecewaan, ada sedetak kemarahan, ada sedetak kerinduan yang kadang menyelip tak terduga.
Ada kalanya juga aku mesti diam lama, mengingat segala peristiwa ketika beberapa kejadian serupa terjadi ketika aku bersama Jun hampir sama seperti beberapa peristiwa yang pernah kita lalui bersama--meski dalam waktu dan set yang berbeda--. Ada beberapa tanda-tanda yang kadang membuatku berpikir bahwa ia adalah perempuan yang engkau tunjukkan padaku untuk menjadi dirimu. 
Ul, mungkin itu juga yang kemudian membuatku melakukan beberapa hal yang membuat Jun merasa tidak nyaman, mungkin kecewa, bahkan marah atau memutuskan untuk tidak bersinggungan sama sekali denganku.
Ah, entahlah Ul, tak aku apa yang sebenarnya, jelas ku rasakan ada sesuatu yang istimewa dalam diri Jun bagiku, meski hingga kini belum bisa aku menetapkan apa sesuatu yang istimewa itu (dan seringkali tak pernah mampu ditetapkan karena seringkali cukup untuk dimengerti dan dinikmati, he he).
Ul, aku tak mungkin bohong padamu dengan mengatakan bahwa diamnya Jun tidak berpengaruh apapun bagiku, karena bagiku, siapapun ia, siapapun yang sudah memiliki tempat istimewa dalam jiwaku, tidak mungkin ia tidak menggelisahkanku ketika ia mulai 'mengabaikanku'.
Ul, kadang aku berpikir apakah aku harus mengatakan semuanya padanya, atau cukuplah ini menjadi sesuatu yang hanya kita yang tahu, aku dan kamu. Ah, entahlah Ul, lihat saja semoga segalanya kembali menjadi seperti sediakala.
Ul, hari ini aku tidak terlalu berharap bahwa Jun mau kembali berbicara, berkomunikasi denganku,--lewat apapun dan dua minggu ini aku merasa ia benar-benar tak mau bersinggungan denganku meski aku berusaha untuk menyapanya--, mungkin satu-satunya harapan yang paling masuk akal bagiku saat ini adalah bahwa ketika ia pulang kami bisa kembali ngobrol seperti biasa atau minimal kami bisa memperlihatkan sikap biasa di hadapan orang-orang yang ada di sekitar kami.
Ul, mungkin ini dulu ceritaku padamu, nanti kita sambung lagi.

I love you so much...
Aku merindumu sepanjang waktu....

Sabtu, 01 Desember 2012

luruh

ya Allah...
Ul....
aku hilang arah
tak tahu ke mana mesti melangkah
sendiri dipersimpangan beribu jalan
bingung mana nyata mana hayal

Ul...
aku hilang tujuan
tenggelam dalam pusaran selaksa keinginan
tak tahu mana yang mesti didahulukan
terpaksa ku duduk diam dalam tangisan

Ul...
aku butuh uluran tangan
benar-benar butuh uluran tangan
dalam bentuk lisan dan tindakan

Ul...
bantu aku memohon pada Tuhan
untuk hadirkan tangan-tangan pertolongan
melalui jalan yang Ia layakkan

Allah...
Engkau Sang Maha Pendengar
Maha Pemberi Terbaik bagi tiap insan
amin itu yang ku harapkan...

Jumat, 30 November 2012

the most difficult to handle...

It's true. For me, this is the most difficult to handle. Lana and all about him.
Sungguh Ul, saat engkau berpindah ke dimensi yang lebih tinggi aku benar-benar merasa bahwa akhir hidupku mungkin akan dimulai. Dan Lana adalah alasan terkuatku untuk tetap bertahan.
Aku tahu aku tak mungkin bisa hidup tanpamu, so jika aku tetap tanpa hadirmu tetap saja aku tak akan mampu. Maka, aku katakan kepada jiwa untuk tetap bersama, karna fana hanya dimiliki oleh raga, fana tidak menyentuh jiwa.
Pada awal-awal perpindahanmu ke dimensi lain, aku benar-benar belum menyadari hal ini Ul, aku mulai menyadari bahwa ada hal yang lebih sulit dan lebih berat dari perpisahan denganmu setelah aku beberapa bulan kemudian ketika aku mulai mampu menghadirkan kebersamaan jiwa bersamamu. Ketika aku mulai menyadari bahwa raga kita adalah wadah bagi jiwa kita dan jiwa kita tetap hidup dan hadir meski tidak dalam wadah raga.

Ul, aku tahu Lana berbeda dengan anak-anak lainnya, bahkan sebelum perpisahan denganmu pun ia sudah berbeda. Ia memiliki ukuran tersendiri atas apapun yang ia lakukan. Ia memiliki standar tersendiri atas tingkat resiko apapun yang akan ia lakukan. Jelas bagiku bahwa ia memang telah dipersiapkan Tuhan untuk menghadapi hidupnya.
Namun, aku juga manusia biasa, sepandai apapun aku berusaha untuk meyakini bahwa Lana berbeda dengan anak-anak lainnya, tetap saja ada saat-saat tertentu mau tidak mau aku memperhatikan perkembangan psikologisnya dan memperbandingkannya dengan anak-anak seusianya, bahkan dengan anak-anak yang berusia di bawahnya.
Ul, terus terang hal yang paling menggelisahkanku dalam perkembangan psikologis Lana adalah tingkat ketergantungannya dengan orang lain (terutama mbak Nani). Hingga saat ini Lana tetap belum bisa ditinggal mbak Nani, di sekolah ia masih harus ditemani mbak Nani di dalam kelas, padahal teman-temannya sudah tidak ditunggu para pengantarnya, bahkan di TPQ mbak Nani malah harus ikut berada di sampingnya, ketika teman-temannya sudah tidak ditunggu siapa-siapa.
Aku bingung Ul, gimana cara melepaskan ketergantungan itu secara pelan-pelan. Setiap kali aku mencoba untuk menggantikan mbak Nani nganter sekolah yang terjadi adalah Lana malah nangis dan ga mau berangkat. Ah mbuhlah Ul, gak ngerti ku mesti bagaimana.
Ul, kadang aku juga tidak bisa menghindari untuk membandingkan perkembangan intelektual Lana dengan anak-anak sebayanya. Ketika anak-anak sebayanya bahkan anak-anak yang secara usia berada di bawahnya sudah mulai menghafal dan mengenal angka dan huruf, Lana tetap saja belum mampu untuk melakukannya. Benar memang bahwa itu bukan ukuran apakah seorang anak terbelakang atau tidak, namun kadang aku benar-benar ga bisa menghindarkan diri untuk tidak membandingkannya.
Dan kau tahu Ul, masalah terbesarku adalah bahwa ternyata aku benar-benar belum mampu untuk menjadi seorang pembelajar bagi Lana. Aku benar-benar tak mampu membuat Lana belajar dan senang belajar bersamaku. Aku benar-benar bingung Ul, kadang ga ngerti harus melakukan apa agar bisa memaksimalkan pembelajaran Lana sesuai dengan model dan karakternya.
Belum lagi ketika tiba-tiba Lana kehilangan seluruh kendali dirinya, ketika tiba-tiba ia menginginkan sesuatu dan ketika tiba-tiba ia seperti kehilangan apa yang ia inginkan. 
Kau tahu Ul, beberapa kali Lana tiba-tiba ndak mau berangkat sekolah, benar-benar ndak mau. Gak tahu aku mesti bagaimana mensikapinya, kadang juga tak biarkan ia ga berangkat sekolah. 
Ul, kadang aku juga berpikir jangan-jangan Lana terlalu terbebani dengan sekolahnya. Pagi ia mesti di TK dan sore di TPQ, tapi aku juga berpikir kalau tidak seperti itu trus gimana cara membelajarkan Lana. Sungguh Ul aku benar-benar ga tahu harus melakukan apa untuk memaksimalkan kemampuan dan potensi Lana, jangankan melakukan hal itu, ngajari Lana nulis ae aku ga bisa, bingung gimana carane.
Ul, aku tidak terlalu bingung ketika Lana sakit, karena bagiku itu jauh lebih mudah diatasi daripada hal-hal yang bersifat non-fisik. Mungkin hari-hari ini yang bisa ku berikan kepada Lana baru sebatas pemenuhan dalam persoalan-persoalan fisik--itupun aku yakin masih dalam batas yang jauh dari sempurna--
Dan kau tahu Ul, segala sesuatu yang berhubungan dengan Lana dan hal-hal yang terkait dengan cara menghebatkan Lana adalah hal yang sering membuatku berpikir bahwa aku tidak mungkin mampu menjalankan peran ini sendiri, aku butuh orang lain untuk membantuku menjalankan peran ini dan itu bukan mbak Nani. Mbak Nani ga bisa karena mbak Nani selalu memposisikan diri sebagai emban bagi Lana.
Aku butuh seseorang yang bisa tak ajak bicara, bertukar pikiran, dan memberi masukan bagaimana dan apa yang mesti aku lakukan agar mampu membuka jalan bagi Lana dalam proses perkembangan pribadi dan intelektualnya.
Ah, entahlah Ul, aku sendiri kadang sudah tidak terlalu peduli dengan apa yang terjadi pada diriku, dan Lana bukan aku, Lana adalah garis masa depan yang akan menghadirkan dan mengabadikan jiwa kita dalam lintas sejarah kehidupan. 
Ul, benar-benar kadang aku merasa tidak akan sanggup melakukan ini sendiri, aku butuh seseorang untuk bersama-sama denganku, denganmu, dalam usaha membelajarkan dan menghebatkan Lana untuk menjalani garis hidupnya. Dan aku tak terlalu peduli posisi apa yang mesti dimiliki seseorang itu, boleh saja ia memiliki posisi apapun asal ia mau bersama-sama denganku, bersama kita, membuka jalan kehebatan bagi Lana.

Ah, sudahlah Ul, kita lihat saja apa yang akan terjadi....

Aku merindumu Ul, rindu hadirmu, rindu segala yang ada di dirimu....


Senin, 26 November 2012

Sabtu, 24 November 2012

ceritaku kali ini

Ul, aku mulai khawatir bahwa rinduku padamu yang terlalu menggebu padamu hari-hari ini akan kembali membawaku dalam balut keresahan keindahan yang melingkupi seluruh diriku, nalar dan hatiku, seperti pada masa-masa dulu.
Aku kembali terlalu merindumu hingga seluruh nalar pikirku dikuasai oleh aliran rindu, hanya ada resah indah pada tiap tarikan nafasku, akalku tak lagi sehat karena seluruh isi kepalaku penuh dengan kerinduan padamu. Tak ada sesuatu pun yang mampu menggerakkanku untuk melakukan segala wajib yang mesti aku jalankan kecuali secuil kesadaran nalar yang tersisa yang menyuruhku untuk tetap melaksanakan wajibku, meski hanya raga tanpa jiwa.
Ul, ternyata aku tetaplah anam seperti ketika itu, yang ketika rindu begitu meliputi diriku tak ada yang bisa ku lakukan selain menikmati seluruh rindu dalam kegelisahan dan keresahan. Tak ada hasrat untuk melakukan apapun, tak ada dorongan untuk bertindak apapun.
Meski sekarang mungkin ada sedikit hal yang membedakan, kalau dulu mungkin aku benar-benar tidak akan melakukan apapun dalam kungkungan rindu, cukup dengan menutup kamar dan merebahkan badan seharian atau pergi ke suatu tempat yang bisa mengalirkan setiap tetes kerinduan. Sekarang aku tak bisa lakukan itu lagi, tak mungkin ku tinggalkan kelasku dengan alasan ini, tak mungkin ku pergi begitu saja tanpa mengajak Lana, meski akibatnya semua meski ku lakukan tanpa jiwa, hanya gerakan raga tanpa makna (ah, semakin tua memang semakin kehilangan spontanitasnya).
Dan kau tahun Ul, yang lebih aku khawatirkan adalah ketika aku pada akhirnya benar-benar tak mampu menanggung rindu ini, aku khawatir malah merusakkan segalanya, karena yang aku tahu hingga saat ini adalah bahwa dalam keadaan sangat merindumu aku biasanya menjadi seseorang yang benar-benar tak mau diganggu, menjadi seseorang yang seakan berada di dimensi lain kehidupan, menjadi seseorang yang sangat mudah untuk menjadi berang. Aku takut sensitifitasku menjadi-jadi, hingga semua berujung pada kemarahan-kemarahan yang tak semestinya.
Ah entahlah Ul, banyak hal yang memaksaku untuk memikirkan kembali segala langkahku, banyak hal yang membuatku berpikir ulang tentang segala tindakanku, banyak hal yang membuatku mempertanyakan kembali motif-motif yang berada di balik tiap perilakuku. Kebaikan atau keburukan. Ketulusan dan pamrih yang terbungkus. Kelapangan dada atau kemarahan yang tak tertahankan. Pasrah atau menyerah.
Ah entahlah Ul, hingga saat ini belum juga kutemukan cara untuk menghadapi semua.........
Aku benar-benar merasa sendiri kali ini Ul, tak ada teman bicara, tak ada tempat bercerita, tak ada kerindangan dan kesejukan yang bisa kugunakan untuk sekedar beristirahat dan menyandarkan kepala.
Kadang aku ingin marah, benar-benar marah, tapi marah dengan siapa? kepada siapa? karena apa?
Semua kadang serasa benar-benar hampa, tanpa makna, tak ada nilai dan harga.
Ul, ah.....

Ul, ku merindumu, semoga aku selalu mampu menahankan itu...... 

Jumat, 23 November 2012

terkapar........

menggigil dingin menembus tulang sumsum, berlapis selimut pun tak kan mampu usir dingin, dan aku tahu apa sebabnya sebagaimana engkau pasti juga memahaminya.
raga kelelakianku membutuhkan raga keperempuanmu, tubuh biologisku butuh kehadiran hangat tubuhmu. gigil tubuh ini hanya bisa diobati dengan desah nafas memburu, bersama nafasku dan nafasmu. bergumul di atas ranjang, saling merapatkan badan, dan menyatukan gairahku dan gairahmu, mengalirkan hasrat dalam tubuhku menemui hasrat dalam tubuhmu, menggelinjang dalam puncak pencapaian, kemudian terkapar bersama dalam senyum kepuasan, dan hangatpun menyebar ke seluruh badan.
tak ingin aku berapologi mengapa seperti ini, karena tak ada apologi ataupun argumentasi,

peluk cium selalu untukmu
dalam dingin malam-malamku

Rabu, 21 November 2012

Aduh Ul, aku ngaco lagi...

ah Ul, kayake aku ngaco lagi nih.
Baru dua hari ini Jun mulai kembali mau berkomunikasi, dan hari ini aku ngaco lagi ketika ngasih comment di status fb. 
Ul, ga tahu juga tiba-tiba ingin kasih comment, aku hanya ngerasa bahwa Jun lagi menanggung sesuatu yang berat sehingga seringkali dalam nulis di wall sesuatu yang membuatku kadang kaget, dan hari ini aku ga bisa menahan diri untuk tidak kasih comment, dan ternyata aku kembali menyentuh wilayah psikologis yang sangat sensitif sehingga menurutku Jun kembali jengkel dan efeke mungkin ia tidak akan mau lagi berkomunikasi denganku, entah untuk berapa waktu (seperti apa yang ia lakukan dalam waktu hampir dua bulan ini).
Ul, hari-hari ini aku begitu merindumu, dan sebenarnya juga aku butuh ngobrol dengan Jun. Bukan untuk apa-apa, hanya sekedar ngobrol yang biasanya bisa membantuku mengatasi rasa rinduku.
Ah, ga ngerti lah Ul, entah berapa lama Jun akan kembali tidak mau berkomunikasi denganku, meski tetep ae aku berharap tidak terjadi.
Ul, ga ngerti juga kenapa hari-hari ini aku rasakan rindu begitu melimpah di hati, rindu akan kebersamaan bersamamu, rindu untuk kembali berbagi cerita denganmu , rindu segala yang ada dalam dirimu.
Ul, ga tahu juga mengapa getarku begitu menekan dalam beberapa hari ini. Dan engkau tahu Ul, dalam keadaan  seperti ini sebenarnya aku tidak lagi mampu melakukan apapun, karena hati dan jiwaku tak lagi bersama dengan ragaku. Aku menjadi raga tanpa jiwa, raga yang melangkah hanya mengikuti tata nalar akan sebuah kebiasaan. Jiwa dan hatiku membumbung tinggi dalam rindu, rindu bersamamu.
Ah, ga ngerti lah Ul, apa lagi yang  mesti ku ceritakan padamu. Yang jelas hari ini mungkin aku telah melakukan ketidak sengajaan yang telah merusak sesuatu yang baru mulai kembali baik. Hari ini aku telah melakukan sebuah ketidak sengajaan yang mungkin saja akan mengembalikanku dalam sebuah kegelapan dalam sebuah pola hubungan, yang aku sendiri tak pernah tahu sampai kapan.
Jelas aku tak ingin demikian Ul, dan sungguh tak pernah terbersit sedikitpun keinginan untuk menambah beban, menggores luka, ataupun mendalamkan pedih yang dirasakan Jun, aku hanya ingin sebenarnya mencoba untuk ikut berbagi dengan harapan dapat membuat sesuatu menjadi lebih mudah dan lebih ringan, beban menjadi tak lagi begitu menekan, meski kadang antara keinginan dan kenyataan seperti bertolak belakang.
Ah Ul, aku lagi benar-benar merindumu dan sebenarnya aku perlu dan butuh Jun untuk sekedar ngobrol agar rindu padamu tak terlalu menggebu dan menguasai hati dan pikirku.
Sudahlah Ul, semoga semua berakhir pada kebaikan.
Ul, aku merindumu, selalu merindumu, hingga dalam hati dan pikirku tertutup oleh segala sesuatu tentangmu. 
Ul I love you more and more.....

Senin, 19 November 2012

Kembali Merayumu

Ul, terus saja kangen menggelayut manja di lengan jiwaku, dalam dingin malam saat musim mulai berganti. Ah, kelelakianku kadang begitu menggebu akan hadir keperempuanmu, bersama desir mengalir, bersama dingin merambat dari dada ke sekujur raga.
Ul kau tahu aku tak bisa membunuh apapun yang muncul dalam hatiku. Bagiku semua adalah karunia, semua punya masa, semua ada saat hadir dan sirnanya. Jadi, apapun yang hadir coba ku nikmati, coba ku resapi, meski kadang membuatku jatuh kembali dan kembali.
Ul, aku tahu aku hanya setengah bahkan mungkin tak ada lagi. Engkau penggenggam hatiku, pengisi jiwaku. Cintamu mengalir dalam nadiku, menggerahkan langkah dan arah hidupku. 
Ini bukan pemujaan sayang, ini adalah caraku menikmati apa yang hidup di hati, caraku meresapi apa yang mengalir di jiwa, caraku mensyukuri apa yang dianugerahkan Sang Pemilik Segala.
Ul aku tak peduli orang bilang aku terjebak dalam masa lalu. Aku tak peduli orang mengatakan bahwa jika terjebak di masa lalu orang tak akan mampu melihat masa depan dengan benar.
Ul sebenarnya juga aku tidak pernah benar-benar tahu, apakah tetap merasakan cintamu mengalir dalam nadiku adalah sebuah keterjebakan di masa lalu? Apakah mengabadikan apa yang tumbuh di jiwa adalah sebuah kesalahan yang akan merusak masa depan?
Sungguh aku tak tahu, aku hanya menuruti apa yang ku pikir sebagai kata hatiku. Aku hanya mengikuti aliran yang berasal dari rasaku, tanpa perlu penentangan, tanpa perlu bertanya pada pendapat nalar. 
Ul, yang aku tahu cinta adalah persoalan jiwa, bukan wilayah nalar. Cinta jauh berada di atas tata nalar dan nalar tak diperlukan kala kita berada dalam dekap cinta. Hanya nalar yang mengenal dan membedakan masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Cinta berada di atas semua itu. Cinta dalam jiwa mampu melihat masa lalu, masa sekarang, dan masa datang dalam satu kali pandangan.
Ul, selama ini dan hingga saat ini aku sangat percaya dengan rasa yang mengalir di hatiku. Aku percaya bahwa apapun yang ada dalam desir jiwaku adalah kebenaran yang mesti aku ikuti. Sebuah kenyataan yang harus aku terima dan jalani.
Aku percaya cinta adalah matahari yang tak akan pernah kehilangan keutuhannya dan rindu adalah rembulan yang senantiasa menanti dan mendamba pancarannya.
Ul, tak akan pernah habis kata untuk mengurai cinta dan rindu padamu, meski pada akhirnya kata kembali kehilangan makna dalam hadirmu.
Ul, seperti yang sering ku katakan padamu, setiap orang dipersiapkan Tuhan untuk menghadapi dan menjalani garis hidupnya. Apapun yang terjadi pada kita, apapun yang aku lewati, apapun yang aku rasakan, semua pada akhirnya akan berujung pada usaha Tuhan untuk mempersiapkan jiwaku dalam menjalani garis hidupku.
Namun satu hal yang menurutku pasti Ul, bahwa engkau adalah penyempurna jiwa hingga kita menjadi sebuah keutuhan. Bahwa cinta kita adalah sebuah keabadian, bahwa rinduku adalah sebuah kenyataan yang membahagiakan, mesti tentu saja dalam kegelisahan yang kadang hampir tak tertahankan.
Ul, ku coba terima apapun dengan hati lega, meski tetap saja tak bisa ku sirnakan sebuah harapan 'SUATU SAAT ENGKAU AKAN KEMBALI MENJAWAB RINDUKU DALAM WUJUD PEREMPUAN PILIHANMU'. Karena sungguh aku membutuhkanmu dalam wujud lahir untuk bersama menghebatkan Lana.
Ul sungguh aku berharap hingga saat itu tiba--jika memang saat itu ada--tetaplah bersama kita dalam jiwa, kita bertemu di alam khusus bagi pecinta dan sang kekasih untuk sekedar mengurangi dahaga rindu, temani Lana dalam malam-malam saat mimpi mulai merenda.
Ul, aku merindumu, benar-benar merindumu, dalam jiwa dan ragaku, lagi dan lagi.
Ul, I love You as always. more and more...

Minggu, 11 November 2012

mbuh lah.....

ya Allah, kadang seperti tidak mampu lagi aku menahan semua, kadang seperti tidak kuat lagi aku untuk menanggung semua.

Ampunkan aku ya Rabb, karena hingga kini aku belum benar-benar mampu untuk tegak kembali, untuk benar-benar tegar--dan Engkau Maha tahu akan hal itu--.

Ul, semakin ku tahu bahwa engkaulah tempat menyandar kepalaku ketika berat tak lagi tertahankan, engkau selalu menyediakan dadamu untuk meletakkan kepala lelahku,

Ul, ah....engkau segalanya bagiku.........

Ul, terlalu aku merindumu, dalam sadar dan lelapku, dalam jiwa dan ragaku, dalam diam dan bicaraku.....

Ul, dan aku pun tak tahu lagi mesti bicara apa padamu.....setiap huruf kehilangan bentuknya, setiap kata kehilangan maknanya, setiap kalimat kehilangan pesannya, setiap syair kehilangan keindahannya.....semua luruh di depanmu...........

Ah Ul...........love you as always.....

Jumat, 09 November 2012

Ul, masih saja seperti dulu (rinduku padamu)

Ul, kembali rindu padamu. Rindu yang selalu menderu, tak ada surut bahkan semakin besar. Detak-detak kegelisahan yang membahagiakan.
Ul, kadang memang benar-benar tak tertahankan. Benar memang perbedaan alam bukan merupakan penghalang kebersatuan jiwa, bahwa jiwa akan mampu melintasi perbedaan dimensi, namun kadang hadirmu secara raga tetap saja merupakan kerinduan yang menggetarkan, membuatku kadang kehilangan segala akal dan kewarasan, ya akal dan kewarasan. Dua hal yang mungkin hanya ada ketika jiwa masih berada dalam kungkungan raga.
Ul, seperti malam ini, benar-benar ku kembali merindu hadir nyatamu. Ya aku tahu, tak mungkin itu. Tapi rindu tetaplah rindu, keluar dari segala bentuk nalar. Rindu adalah anugerah terindah yang hadir bersama dengan anugerah cinta.
Ul, tak tahu lagi aku apa yang mesti ku tulis untuk sekedar mengungkapkan rinduku padamu, rindu pada keberpaduan jiwa kita, yang kadang sangat sulit aku lakukan karena jiwaku masih berada dalam rengkuhan raga.
Ul, tak ada lagi kata untuk ungkapkan kerinduanku, tak ada kalimat untuk jelaskan betapa aku sangat merindumu, tak ada lagi syair yang mampu mengkiaskan gelombang kegelisahanku, tak ada lagi....
Tapi yang pasti Ul, aku rindu padamu, jiwa dan ragaku. Dan aku bersyukur untuk itu. Bersyukur karena Ia Sang Pemilik Segala masih tetap menanam rasa rindu di hatiku, tetap memelihara rasa cinta dalam jiwaku, tetap memperkenankan kita bersatu berpadu dalam jiwa.
Aku merindumu, jiwa dan ragaku. Love you so much as always....

Selasa, 06 November 2012

Merasa Diabaikan untuk Kali Pertama; Luar Biasa

Ul, mungkin selama ini perjalanan hidupku terlalu mudah, banyak keinginanku terpenuhi dengan cara yang seringkali jauh lebih mudah daripada yang aku perkirakan. Aku belum pernah putus cinta, belum pernah kecewa atas setiap hubungan yang aku jalani.
Ul kau tahu kan bahwa cinta pertamaku pada seorang perempuan adalah dirimu, dan engkau menerimanya sehingga kemudian kita menyatu. Semua indah bersamamu, tak ada kesedihan, kekecewaan, dan kemarahan apapun yang mampu mengalahkan kebahagiaan dan keindahan cinta kita.
Ul aku juga belum pernah benar-benar diabaikan oleh siapapun dalam hubungan--baik pertemanan maupun pola hubungan lainnya--sehingga real aku belum pernah benar-benar merasakan bagaimana rasa ketika merasa disisihkan, merasa diabaikan, bahkan dalam pertengkaran dan perselisihan yang paling hebat selama inipun--baik dengan teman maupun dengan rekan kerja--aku belum pernah benar-benar merasa tersisihkan atau terabaikan.
Ul cinta yang aku rasakan darimu, cinta yang menyatu dalam jiwa kita mengajarkan padaku bahwa sesengit apapun permusuhan yang diberikan kepada kita asal dalam hari kita masih penuh dengan cinta, maka tak akan mungkin rasa permusuhan mampu memenangkan pertarungan dengan cinta. Cinta berasal dari hati dan pasti akan sampai juga di hati.
Ul aku juga sangat jarang gagal untuk membujuk orang dengan kata-kataku, kecuali denganmu--karena denganmu kata-kataku hilang makna, karena engkaulah sumber dari setiap kata yang mengalir dari lisanku.
Dan tiba-tiba Ul, dalam sebulan ini aku merasa benar-benar diabaikan. Bukan oleh orang yang selama ini menunjukkan penentangan padaku, bukan oleh orang yang selama ini menggelar permusuhan denganku. Tapi oleh orang yang selama ini kurasakan sudah sangat dekat denganku--secara jiwa tentu--. Ya Jun Ul orang itu. Kalau kamu adalah orang pertamaku dalam cinta, keindahan pertama yang melahirkan berjuta keindahan lainnya, maka Jun adalah orang pertama yang membuatku merasa terabaikan, tanpa makna, ah.. ga lucu ya, he he.
Kau tahu kan Ul, aku pernah merasakan begitu dekat dengan Jun, sehingga apapun bisa kuceritakan padanya--kau ingat hanya ada satu orang yang aku bisa bercerita apapun dengannya, hanya ia yang memiliki kedekatan jiwa denganku. Ketika kita masih bersama, engkau orang itu dan ketika engkau telah berpindah ke dimensi alam lain, maka perlahan Jun menjadi orang itu.
Tiba-tiba aku tidak dapat berkomunikasi dengannya, ia menjadi tak tersentuh. Ini benar-benar kali pertama aku merasa diabaikan, disisihkan. Dan rasanya luar biasa. Muncul kegelisahan luar biasa yang disertai ketakutan akan rusaknya sebuah hubungan baik.
Ul, hari-hari pertama merasa terabaikan mampu membuatku benar-benar ga tahu apa yang mesti kulakukan. Kulakukan segala hal agar dapat kembali mengakses komunikasi dengannya, tapi ternyata gagal. Banyak hal yang membuatku mengalami ketakutan yang begitu menggelisahkan, aku takut aku telah menghancurkan suatu hubungan baik tanpa kusadari. Aku takut bahwa kedekatan kami mesti hancur padahal aku sudah mulai tergantung padanya. Aku takut ini, aku takut itu dan seterusnya.
Bayangkan saja Ul, kami yang biasanya selalu bertukar cerita, bahkan hampir tiap hari sms-an, ngobrol di fb atau pakai skype, tiba-tiba benar-benar tak bisa berkomunikasi sama sekali. Berubah dari orang yang merasa sangat dekat menjadi orang yang seperti tak dikenal memang luar biasa, luar biasa menyakitkan, luar biasa menggelisahkan, luar biasa menakutkan.
Pada hari-hari pertama aku masih berusaha untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan Jun memang jauh lebih keras darimu, aku tidak bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Ia hanya menulis aku lagi ada masalah mas dan ga bisa bicara dengan siapapun.
Ul, hari-hari ini aku sudah tidak ingin lagi mendesaknya untuk bercerita, yang jelas saat ini aku tidak memiliki akses komunikasi untuk berbicara dan ngobrol dengannya.
Ah Ul, kadang aku benar-benar pengen kembali bisa bercerita dan ngobrol dengan Jun seperti dulu (meski aku masih bisa bercerita dengannya dengan berkirim email atau lainnya, tapi ya yang terjadi hanya monolog bukan dialog). Tidak bisa pula ku pungkiri bahwa ketika aku berkirim email, sms, atau apapun tetap saja aku ingin ia membalasnya (meski aku juga tahu bahwa kemungkinan besar Jun tidak membalasnya).
Ah Ul, inilah pengalaman pertama aku merasa diabaikan, luar biasa menyesakkan dada, luar biasa menggelisahkan, luar biasa menggoncangkan, luar biasa.....
Ul, pengalaman pertama aku merasa diabaikan, membuatku belajar banyak hal. Membuatku sadar bahwa tak semestinya aku membebani Jun dengan berbagai persoalan dan permasalahanku, persoalan Lana, persoalan kita.
Dan tentu saja Ul, aku mesti berterima kasih pada Jun atas apa yang terjadi. Jelas ini merupakan salah satu titik dalam proses pendewasaan diri. Sebuah mata kuliah kehidupan yang selama ini belum pernah kuambil.
Tak usah khawatir Ul, ini bukan kemarahan, ini bukan kekecewaan. Lagian ga mungkin aku marah pada Jun karena ia tidak melakukan kesalahan apa-apa. Percayalah Ul, menyatu jiwa kita menyatu pula apa yang ada di dalamnya. Engkau menyayanginya, aku pun menyayanginya, dan rasa sayang yang memancar dari jiwa kita tidak memungkinkanku untuk marah atau membencinya. Itu juga yang selama ini mengalir dalam diri kita, tak akan kemarahan, kebencian, kekecewaan yang akan mampu memenangkan pertempuran dengan cinta yang memancar dari kebersatuan jiwa kita.

Ul, aku juga ga tahu apakah pada suatu saat nanti aku akan bercerita tentang hal ini pada Jun atau tidak. Entahlah lihat saja situasi dan kondisine, he he..

Kali ini sudah ya Ul, percayalah aku masih meyakini bahwa ketulusan cinta dan menyatu jiwa kita tidak akan mampu dikotori oleh kebencian dan rasa permusuhan.

Love you so much as always....
See you....

Senin, 05 November 2012

Ul, engkau keindahan pertamaku

Setiap segala sesuatu pasti ada awalnya. Ada peristiwa pertama yang menjadi titik awal dari sebuah rangkaian peristiwa yang mengikutinya. Sebuah rangkaian yang akan pada akhirnya merupakan sebuah proses dari perjalanan panjang kehidupan seseorang menuju kedewasaannya.
Dan seperti yang kita tahu Ul, setiap peristiwa pertama pasti akan menjadi peristiwa yang benar-benar akan membekas, akan sangat berkesan--baik yang menyenangkan maupun yang tidak--dalam kehidupan seseorang. Peristiwa pertama pula yang biasanya akan menjadi tonggak bagi jalan kehidupan dan pandangan serta keyakinan seseorang atas sesuatu.
Peristiwa pertama juga akan memberikan beban yang sangat menekan pada saat mengalaminya, sebuah campuran dari kesenangan, ketakutan, kekhawatiran, kebahagiaan. Tak peduli apakah peristiwa pertama itu langsung membuat mata kita berbinar atau menangis darah, semuanya akan memberikan tekanan yang pasti berat dirasakan.
Peristiwa pertama juga memberi kita kejutan-kejutan yang kadang tidak pernah kita pikirkan, membuat kita bertemu hal-hal yang yang tak pernah kita bayangkan, bahkan seringkali membuat kita berpikir, 'kok bisa ya aku jadi kayak gini?'.
Ul, salah satu syukur terbesarku adalah bahwa engkau adalah peristiwa pertamaku dalam cinta, pintu awal bagiku untuk mengenal cinta dan kerinduan. Aku belajar segala keindahan, keagungan, nikmatnya kerinduan, indahnya kegelisahan, kesucian rasa, semua berawal dari anugerah cinta antara kita.
Cinta ini pula yang kemudian mengajarkan padaku bahwa pada hakikatnya segala sesuatu berasal dan lahir dari cinta. Dan bahwa cinta hanya mampu menghasilkan keindahan, keagungan, kesucian. Penderitaan, pengorbanan dan kegelisahan akibat cinta adalah sebuah keindahan. Rindu adalah sebuah kegelisahan yang begitu terdambakan.
Cinta ini pula yang mengajarkan padaku bahwa tak layak bagi kita untuk membunuh rasa cinta di hati hanya karena kita membenci. Bahwa cinta pada akhirnya akan merangkul kebencian dalam dekap hangatnya.
Cinta ini pula yang membuatku selalu bergelora, bersemangat memandang hidup daripada sebelumnya.
Cinta ini pula yang kemudian membuatku selalu berusaha untuk tidak membalas kebencian dengan kebencian, untuk tidak membalas permusuhan dengan permusuhan, untuk tidak membalas dendam dengan dendam.
Cinta ini pula yang membuatku selalu merasa hangat, merasa tak pernah sendiri karena jiwa kita tak mungkin tidak bersama, cinta telah menyatukannya dan cinta abadi berada dalam jiwa.
Cinta ini pula yang membuat rasa marah, rasa kecewa, rasa putus asa tak pernah mampu menghancurkan optimisnya yang mengalir darinya, bahwa pada akhirnya kasih sayang akan menghilangkan kemarahan, cinta akan menghapus kekecewaan, dan jiwa yang penuh dengan cinta akan menukar keputus asaan dengan cahaya harapan.
Perpindahanmu ke dimensi lain kehidupan memang begitu menggoncangkan tata jiwaku, namun cinta kita telah mengembalikan kesadaranku bahwa cinta adalah masalah jiwa, masalah ruh. Cinta kita adalah kebersatuan jiwa kita, keterpaduan ruh kita sehingga tak ada lagi aku, tak ada lagi kamu. Yang ada cuma kita, cinta kita, jiwa kita, ruh kita. Dan itu tidak pernah sirna, itu abadi dalam jiwa, tidak pernah mati karena yang bisa mati hanya raga kita, sekarang ragamu yang telah purna, entah kemudian kapan ragaku akan menyusulnya.
Cinta kita tetap sama, hidup dalam jiwa kita, bersatu dan berpadu ruh. Mesti kadang tetap saja rindu akan pertemuan raga begitu menggoda dan menelanjangi sisi khayawaniyahku.
Seabadi ruh memancar dari Entitas Sang Segala Maha, begitu pula segala sesuatu yang berada dalam jiwa.
Ah, Ul, engkaulah keindahan pertama yang membuatnya melihat segalanya sebagai keindahan. Cinta kita adalah anugerah terindah pertama yang membuatku memandang segala peristiwa dari sisi indahnya, dari sisi kenikmatan dalam menjalaninya. Membuatku mulai memandang segala peristiwa adalah sebuah keindahan yang mesti disyukuri, segala penderitaan adalah sebuah seni indah dan agung yang diciptakan Tuhan untuk kita nikmati, resapi, jalani yang akan membawa kita menuju sempurna takdir kita.
Ah Ul, karena engkau keindahan  pertamaku, maka segala yang mengalir darimu, segala yang berkaitan denganmu tak dapat menghasilkan apapun bagiku kecuali keindahan dan keagungan. Kegelisahan karenamu adalah kegelisahan yang terdambakan, kesedihan mengingatmu adalah kesedihan yang menyenangkan. Kerinduanku padamu yang selalu bergulung dan menggulung adalah keresahan luar biasa yang begitu kudambakan. Engkau pula yang dititahkan bagiku sehingga setiap huruf darimu menjadi bercahaya, setiap kata menjadi keindahan tak terkira, setiap baris menjadi bait puisi dan syair.
Ah Ul, segalanya menuju titik syukur kepada ilah yang telah menetapkanmu sebagai keindahan pertamaku, keindahan yang selalu melahirkan dan menghadirkan keindahan-keindahan dan keluar biasaan baru dalam perjalanan hidupku.

Ul, you're still everything for me (beside God). Love you so much...dan merindumu selalu merupakan keresahan paling indah bagiku....
See you in a special place for us (tempat di mana sang pecinta dan sang kekasih menempati singgasananya)

Sabtu, 03 November 2012

It's about me Ul

Ul, banyak hal yang ingin ku ceritakan padamu, meski rasanya hampir tak lagi dapat ku menulis lagi, semakin tak dapat ku menulis, semakin banyak hal yang ingin ku bagi denganmu.
Ul, bingung juga mesti dari mana memulainya, ya sudahlah mengalir saja ya, ga pa pa kan cerita kali ini di awali dari antah berantah, ga jelas ujung pangkalnya. Lagian kamu kan juga ngerti Ul, ketika terlalu banyak hal mulai menumpuk di kepala dan rasaku, aku jadi ga bisa bercerita, kalaupun akhirnya bercerita ya jadinya sering ga urut dan melompat-lompat.
Ul, beberapa hari ini rasanya badanku belum kembali pulih seperti semula, rasanya proses recovery menjadi lebih lambat daripada sebelumnya. Mungkin sudah mulai tua ya, he he.
Ul mungkin cuaca juga menjadi salah satu faktor yang membuat kondisi tubuh ga bisa benar-benar fit. ah.....ya ngono lah Ul, daya tahan tubuh mungkin makin bertambah usia makin rapuh pula........
Ul tanpa sadar ternyata cara berpikirku pun juga berubah, bergeser. Sekarang ini aku mulai terganggu dengan pertimbangan kepantasan atas apa yang akan tak lakukan. Padahal kau tahu kan Ul, dulu kita tidak terlalu memusingkan apakah yang akan kita lakukan pantas atau tidak, asal apa yang kita lakukan baik dalam pikiran kita, maka kita lakukan.
Ul, sekarang aku mulai mempertimbangkan faktor-faktor di luar diriku untuk memutuskan apakah sebuah tindakan akan aku lakukan atau tidak, meskipun menurutku baik, tapi kalau dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain bisa jadi aku tidak jadi lakukan.
Ul, aku mulai kehilangan spontanitas dalam mensikapi persoalan, mulai muncul dalam diriku kekhawatiran-kekhawatiran yang pada akhirnya mematikan spontanitasku, nyaliku mulai berada dalam kendali tata aturan nalar, keberanian mulai tunduk di bawah pertimbangan-pertimbangan pikiran. Akibatnya apa yang aku lakukan menjadi semakin lambat, pertimbangan atas berbagai resiko yang mungkin akan kuhadapi mengambil waktu cukup banyak di awal--jauh sebelum tindakan itu sendiri dilakukan--.
Ah Ul, mungkin benar aku sudah mulai tua, mulai usang, mulai kehilangan keberanian untuk mengambil resiko, mulai kehilangan keberanian untuk berbeda dan mengabaikan pendapat sekitar, mulai mempertimbangkan banyak hal yang seringkali malah membuatku kehilangan keberanian untuk melakukan dan memutuskan suatu tindakan.
Ah Ul, mungkin benar aku sudah mulai usang, tua, dan mungkin sudah saatnya untuk digantikan. Daya kreatif berkurang, keberanian hampir hilang, spontanitas kehilangan kehebatan.
Ul kau tahu bagaimana rasanya ketika spontanitas mulai menghilang, ketika nyali mulai berada di bawah kendali nalar, ketika ekspresi dan aktualisasi mulai terganggu dengan pendapat orang?
Tiba-tiba semua persoalan menjadi jauh lebih rumit, jauh lebih repot, jauh lebih sulit untuk diselesaikan, karena ketika kita menggunakan pendapat orang lain masuk dalam pertimbangan untuk memutuskan suatu tindakan, pada saat yang sama kita pasti harus bertarung dengan diri kita sendiri, antara menjaga diri yang khas dan menempatkan diri dalam kepantasan yang nyaman.
Ul kadang sering aku meragukan kemampuanku untuk menahan segala kejadian--tanpamu di sisiku--namun aku terus mencoba meyakini bahwa apapun yang terjadi adalah garis terbaik yang ditetapkan Allah untukku, untukmu, untuk kita. So, seberat dan seperih apapun tentunya aku akan mampu. Lagian trus gimana dengan Lana jika aku menyerah? Tak ada menyerah dalam inginku karena aku tahu engkau dalam abadimu tetap bersamaku--meski kita di alam dengan dimensi berbeda--, kebersamaan kita tak lagi kebersamaan raga, namun kebersamaan jiwa.

Wis sik ya, Ul..emmmmmm.....aahhhhhhhhhhh...........
Love you as always....
dan aku tahu bahwa rindu adalah bukti bahwa cinta di dada masih tetap bergelora...

(Mohon perkenan pada Ia yang Putuskan Segala, semoga ijinkanmu sering temuiku untuk memadu rindu, dan bersama Lana untuk curahkan kasih bunda)

Rabu, 31 Oktober 2012

Lana is Lana

Ul, Lana is still Lana, Lana ya Lana. Mungkin itu yang hari-hari menjadi cerita menarik. 
Kau tahu Ul beberapa hari ini Lana melakukan beberapa hal yang tidak biasa ia lakukan, mulai dari tiba-tiba ga mau ngaji, tiba-tiba ga mau berangkat sekolah, disuruh cukup rambut ga mau dan beberapa hal lain yang sudah menjadi rutinitasnya tiba-tiba ia tidak mau melakukan.
Ul, dalam beberapa hari ini aku melihat Lana sebagai benar-benar gambaran kecil kita berdua, keras kepalamu dan juga ngengkelku dua-duanya ada dalam dirinya dan kadang muncul dengan tiba-tiba. Bayangkan saja tiba-tiba aku harus berhadapan dengan diriku sendiri sekaligus dirimu dalam satu waktu, seorang yang kalau sudah punya keinginan tidak bisa ditawar ditambah selalu punya alasan untuk membenarkan keinginannya, ah....mesti banyak belajar lagi nih...
Ul, benar kata orang bahwa yang paling mampu untuk mengalahkan orang tua adalah anaknya sendiri. Mengapa demikian? aku berpikir mungkin bukan sekedar karena orang tua terlalu menyayangi anaknya, mungkin juga--selain karena sayang--orang tua juga melihat dirinya sendiri dalam diri anaknya. Jadi, mana mungkin seseorang mampu mengalahkan atau mengabaikan dirinya sendiri.
Ul, sebenarnya aku sendiri bingung dengan sikap Lana akhir-akhir ini yang seringkali berubah dengan tiba-tiba. Bisa saja kadang ia jenuh dengan aktivitas harian yang ia lakukan, pagi ke TK, sore TPQ, habis magrib Fasolatan (kalau yang ini kita juga kan, sama-sama mudah bosen dengan rutinitas yang kita lakukan) sehingga kadang ia ingin melakukan sesuatu yang berbeda dengan rutinitas biasa, mungkin inilah refreshing a la Lana, he he...
Ul, mungkin juga ia sedang benar-benar merindukanmu sehingga seluruh energi dan fokusnya hanya padamu dan akibatnya ia merasakan malas luar biasa untuk melakukan apapun selain mengingatmu (kadang aku juga seperti itu kog) dan ia tidak tahu harus melakukan apa untuk mengalirkannya, so yang ia lakukan ya pokoke ogah melakukan apa-apa, ah entahlah Ul....
Ul sampai sekarang pun aku masih benar-benar bingung dan tak tahu apa yang mesti ku lakukan untuk memberi Lana bimbingan, pengarahan, dan pembelajaran terbaik (selain memasukkannya ke TK dan TPQ). Serius Ul, sampai sekarang aku belum menemukan cara yang tepat untuk membelajarkan Lana, karena bagiku Lana is a special one, berbeda dengan anak-anak seusianya baik dalam sikap, pilihan, tata pikir dan lain sebagainya.
Ul, Lana tetaplah Lana kita yang dulu, yang selalu heboh dalam mensikapi segala sesuatu, mulai dari hal yang menyenangkan hingga hal yang tidak menyenangkan. Beberapa hari lalu ketika tiduran di tempat bue, tiba-tiba ia kejatuhan kotoran tokek, ia bilang, 'bapak ki rek teles gene?', kemudian tak lihat, e ternyata ada kotoran tokek di bajunya, maka ku jawab, 'ga pa-pa, mung keno telek tikus', tahu bahwa ia kena kotoran di bajunya, langsung ia ribut, mulai dari minta basuh tangan yang katanya baunya ga enak, terus langsung minta gantu baju--padahal yang kena mung sedikit--dan ga mau ketika tak bilang, ayo bali ganti klambine nang omah, tetap ae ia minta bajunya ditanggalkan dan akhirnya malah tidak berbaju (mung pakai singlet) baru mau ia pulang dengan singletan dan ambil baju ganti. 
Paginya, tiba-tiba ia bilang Bapak Lana ga pe sekolah, tak tanya lha ngapa? sakit?, ia diam saja meski menurutnya satu-satunya alasan adalah males karena terlalu jenuh (mungkin ia lagi boring dengan sekolah). Tak desak dengan pertanyaan, eee seperti biasa ia tetap ae diam dan mulai nangis...
Ah....kalau sudah gini aku yang kalah Ul, so akhire ya ga sekolahlah hari itu......
Ul, kadang aku berpikir jangan-jangan beban yang diterima Lana dengan beragam kegiatan belajarnya terlalu berat baginya. Jangan-jangan aku juga sudah mulai menuntutnya untuk bisa melakukan banyak hal yang sebenarnya ia belum mampu melakukannya, sehingga kadang ia merasa malas untuk melakukannya.
Ah, entahlah Ul......biasanya dalam keadaan seperti ini aku akan menghubungi Jun kemudian berdialog tentang hal ini dan hal-hal yang berkaitan sehingga seringkali menemukan beberapa alternatif untuk mensikapinya, tapi kali ini aku tidak bisa melakukannya. Kau tahu sendiri kan Ul, saat ini aku tidak memiliki akses komunikasi dialogis dengannya, entahlah sampai kapan....ya cuma aku berharap ini ga akan terjadi terlalu lama lah, he he...
Ah, sudahlah Ul, mungkin ini dulu cerita kali ini....Seringlah tengok rumah dan temani Lana ya (aku juga lho, kan aku juga kangen, he he...)

see you, love you so much as always.....
tunggu aku di pantai rindu karena aku akan datang dengan gelombangnya...he he....

Senin, 29 Oktober 2012

Ul,.....

Uuulllll.....susah temen nata hati, menstabilkan tata jiwa.....untung saja engkau tetap berada dan bersemayam di hati, menyatu jiwa....jika tidak entahlah aku pun ga tahu bakal gimana jadinya....he he...

Sabtu, 27 Oktober 2012

Ternyata Berat Juga

Ul, mungkin yang disebut sebagai cobaan yang sebenarnya adalah ketika kita merasa mulai terbebani dengan masalah yang kita hadapi, dan sebelum masalah itu selesai sudah datang lagi masalah secara beruntun sehingga kita benar-benar merasa tak bisa apa-apa lagi.
Ul, bulan ini aku benar-benar merasa bulan yang sangat berat. Masalah datang beruntung tanpa aku bisa menceritakannya pada siapapun. Diawali dengan Jun yang memutuskan untuk tidak lagi berkomunikasi, padahal kau tahu Ul, ia sudah menjadi the one bagiku, orang yang aku bisa bercerita apa saja padanya. Belum lagi aku mampu menata hatiku, tiba-tiba datang idul adha dan aku ga bisa menyediakan hewan kurban, sesuatu yang juga sangat menekan hatiku, membuatku tiba-tiba menangis, menyesal, sedih dan beragam perasaan menyatu yang pada akhirnya hanya terungkapkan dalam tangis sembunyi-sembunyi (dan bisa dengan tiba-tiba muncul dan muncul lagi).
Bahkan hari-hari ini mungkin aku benar-benar tak mampu lagi untuk menyembunyikan beban di wajahku, sehingga mungkin banyak orang bisa melihat dengan jelas bahwa aku lagi ada masalah (sesuatu yang selama ini berusaha aku sembunyikan dan biasanya mampu aku lakukan). Seperti kemarin, tiba-tiba saja aku ga bisa menahan tangis ketika pulang dari masjid, tiba-tiba saja ketika berjalan aku begitu sedih dan merasakan beban sangat berat menghimpit dada dan kepala sehingga menangis dengan begitu saja tanpa bisa aku tahan (hal seperti ini baru sekali kurasakan sebelumnya, yakni selama beberapa hari setelah kepindahanmu dengan alam yang berbeda). Suatu keadaan yang menurutku hanya muncul ketika aku benar-benar merasakan kehilangan yang luar biasa, kehilangan pegangan, kehilangan sandaran, kehilangan tempat berbagi.
Dan hari ini tambah lagi masalah yang membuat rencanaku hari ini untuk mencoba menata tanaman depan rumah gagal karena seluruh sendiku rasanya lumpuh, tak ada keinginan sama sekali untuk melakukan sesuatu. Rasanya seperti meledak kepala dan dadaku. Begitu kuat masalah menekan tanpa aku bisa bercerita kepada siapapun. Mungkin ini yang bisa membuat orang stress dan kehilangan kesadaran, ketika masalah begitu berat menekan pikiran dan perasaan sementara tak ada tempat untuk bercerita, ga da tempat untuk mengalirkan beban yang menekan.
Ul, belum pernah aku mengalami hal ini, biasanya seberat apapun masalah yang datang, aku masih cukup tenang, cukup santai untuk mensikapinya karena aku tahu bahwa ada tempat aku untuk bercerita (meski tidak selalu aku menceritakan masalahku, tapi cukup bagiku untuk mengurangi beban masalah ketika aku masih bisa bercerita dengan seseorang yang aku nyaman dengannya). Kali ini benar-benar aku tidak bisa bercerita dengan siapapun, karena dari dulu sampai seperti kau tahu Ul, aku hanya bisa bercerita pada satu orang, hanya satu orang, dan setelah kepindahanmu, aku merasakan the one adalah Jun, yang saat ini pun lagi tidak mau berkomunikasi denganku.
Ah, entahlah Ul, entah bagaimana dan apa yang mesti ku lakukan. Aku hanya mencoba untuk berpikir positif bahwa ini adalah salah satu cara yang dilakukan Tuhan untuk membuat kita semakin dewasa, semakin kuat menghadapi kehidupan, dengan cara memberi kita masalah yang seakan tak mampu kita selesaikan, kemudian menambah masalah secara beruntun sebelum masalah pertama benar-benar dapat kita selesaikan. Benar-benar berat menekan, melumpuhkan seluruh kekuatan dan keinginan, meruntuhkan seluruh keinginan untuk bertahan.
Ah, entahlah Ul, aku hanya mencoba untuk tetap yakin bahwa apapun yang ditimpakan adalah dalam batas kemampuan kita untuk menghadapinya. Bahwa cara Tuhan untuk mendewasakan jiwa kita adalah dengan memberi kita masalah yang sedikit lebih sulit, sedikit lebih berat, sedikit lebih kuat dari kemampuan kita saat ini.
Ah, entahlah Ul, tak bisa lagi aku menuliskan apa yang mesti kulakukan.....Kita lihat saja apa yang akan terjadi berikutnya...

I love you so much, ...jangan pernah tinggalkan aku dalam kesendirian jiwa, karena tanpamu aku bukan hanya rapuh, namun hancur berantakan....

Segalanya berasal dari-Nya, tentu Ia juga telah mempersiapkan cara penyelesaiannya....