Minggu, 24 Januari 2010

Engkau bagiku

Betapa berat ku rasa sejak tiadamu, isteriku. Kerinduan semakin membuncah tanpa tahu bagaimana menghadirkan pertemuan. Sepi semakin menjadi tanpa tahu bagaimana cara mensikapi. Aku tahu, isteriku, Allah tidak pernah meninggalkanku. Tapi ini hukum dalam percintaan dan kerinduan. Keindahan cinta ada dalam rindu, isteriku. Dan kepastian rindu adalah pengharapan mendalam atas adanya sebuah pertemuan.

Hanya dalam pertemuan rindu lah cinta mendapatkan keagungan dan kesyahduannya.
     Kadang yang ku ingin hanya segera bertemu denganmu, isteriku. Menyusulmu kalau perlu. Bersemayam di sampingmu.
   
 Kini Lana menjadi satu-satunya alasan bagiku kenapa aku mesti bertahan, mengapa aku mesti menyisakan nafasku, mengapa aku harus berdiri tegak dan melangkah tegap. Masa depan Lana harus menjadi niscaya. Bukan sekedar angan kita.
  
 Sungguh isteriku, kadang aku merasa tak mampu lagi untuk bertahan. Kadang diriku seakan tak kuat lagi tahan beban. Berjalan tanpa keutuhan jiwa. Melangkah tanpa keseluruhan hati. Menapak dengan sukma entah di mana.
 
 Tak mungkin juga ku dikte Ia yang Maha Segala, agar tiap malam perkenankanmu temui aku. Biar berkurang sepi ini. Biar terobat rindu ini. Biar ku rasa kembali kebersamaan hati.

Ku rasakan rinduku semakin menjadi. Gundah semakin membuncah. Sepi semakin menjadi. Aku tahu sifat rindu, semakin hari semakin dalam, semakin menuntut pertemuan. Tiadanya pertemuan akan membuat sepi makin tak terkendali, makin kuasai hati.

Meski dunia dan isi ditawarkan, tak kan pernah mampu gantikan. Isteriku, isteri adalah segala bagi suami. Engkau segala bagiku. Anugerah terbesar setelah iman. Dunia tak ada arti di hadap nilaimu bagiku. Tiadamu juga meniadakan diriku.

Isteriku, ah... tak tahu lagi aku harus berucap tentangnya. Terlalu banyak yang tak dapat diungkap kata. Terlalu tinggi untuk dicerna kalimat. Terlalu agung untuk mampu diurai huruf