Selasa, 13 April 2010

ah....

Ul, sungguh berat bagiku untuk bermain muka di depan Lana, putra semata wayang kita. Hampir semua yang ada di dirinya merupakan warisan darimu. Gayanya, manjanya, marahnya, ngambegnya, keinginannya semua selalu terkait denganmu.
Ul, Lana juga tidak pernah suka aku bermuram durja, kesedihan di wajahku tidak pernah dapat ia terima, seperti dulu engkau juga begitu khan?. Kau selalu mencari tahu ketika semburat tidak menyenangkan muncul di rautku. Baginya Ul, tidak boleh ada air mata di mataku. Tidak boleh ada kesedihan di wajahnya. Tidak boleh ada duka di mukaku. Tidak boleh ada kemarahan di diriku. Jika ia merasakan semua itu, ia akan menangis keras luar biasa. Ia akan terus menangis hingga rautku kembali gembira.
Ul, bagi Lana aku mesti selalu gembira, selalu mau diajak bercanda, selalu ramah tanpa marah.
Ul, sungguh berat bagiku untuk bermain muka di depan Lana. Sesedih dan semarah apapun aku, tak boleh ia melihatnya. Betapapun terisak aku, tak boleh ia mengetahuinya. Seluruh duka lara, sedih sengsara, biarlah itu milikku semua, bukan miliknya.
Ul, sungguh berat bagiku untuk bermain muka di depan Lana. Meski ku tahu aku mesti melakukannya.
Ul, di alammu sana, dengan izinNya, jelas engkau lebih tahu keadaanku dan keadaan Lana, temani aku, bantu aku, ingatkan aku untuk semua lalaiku.
Ul, dengan caramu, hadirlah di setiap tarikan nafasku, temani seluruh langkah perjalanku, cumbui hati dan jiwaku.
Ul, aku rindu padamu, sungguh rindu padamu
Ul, kapan kita bertemu?
Peluk ciumku selalu untukmu.