Senin, 12 Agustus 2013

Ceritaku kali ini (it's about me)

Hai Ul, semoga rahmah Allah senantiasa bertambah melimpah mengalir padamu.
Ul, kali ini aku cuma pengen cerita tentang kegilaanku pada Ramadlan dan Syawal ini. Aku ga tahu apakah yang akan ku ceritakan ini nanti akan membuatmu tertawa, kecewa, atau malah bahkan bersedih, tapi aku berharap ceritaku kali ini hanya akan membuatmu tertawa dan menertawakan kekonyolan dan kegilaanku (sesuatu yang sebelumnya juga tidak pernah aku perkirakan sama sekali, sesuatu yang sebelumnya juga tidak pernah ku sangka akan terjadi padaku...).
Ul, mungkin Ramadlan dan puasanya kali ini merupakan salah satu Ramadlan dan puasa terburuk bagiku (kalau aku menggunakan sudut pandang religiusitas dan psikologis penghambaan) dan Syawal serta idul fitrinya pun tampaknya juga merupakan salah satu yang buruk kali ini.
Ah..Ul, aku kadang tertawa sendiri, mentertawakan kegilaan dan kekonyolanku kali ini tapi sekaligus kadang aku menangis tersedu, menyadari betapa kacau dan gila apa yang aku lakukan kali ini.
Ok, kita mulai aja cerita kali ini...
Ul, tidak ada yang istimewa ku rasakan menjelang puasa tahun ini, semua tiba-tiba menjadi hambar, tiba-tiba semua menjadi seperti di ruang hampa, tanpa hasrat tanpa makna. Sepi, sunyi, sendiri. Aku merindumu Ul, benar-benar merindumu, sebagaimana biasanya, tapi kali ini hasrat untuk kembali menghadirkan jauh melebihi tahun-tahun lalu, ah...mungkin benar kata orang Ul, bahwa satu-satunya hal yang tidak akan pernah bisa akrabi dan kita biasakan meskipun telah lama kita bersamanya adalah kesendirian--sendiri--.
Ul, sudah tiga setengah tahun kita tidak berada dalam dimensi yang sama, sudah tiga setengah tahun aku mencoba untuk menjadi biasa tanpamu, sendiri melakukan segala sesuatu, sudah tiga setengah tahun aku berulang kali mencari dan menggunakan banyak hal yang berhubungan denganmu untuk kembali merasakan hadirmu, sudah tiga setengah tahun dan tetap saja aku tak pernah mampu merasa wajar dan biasa dalam kesendirianku tanpamu, sudah tiga setengah tahun tetap saja tak pernah cukup kurasakan kebersamaan denganmu dalam kesatuan jiwa, sudah tiga setengah dan aku semakin merasa asing dengan kesendirianku tanpamu. Dan tahun ini Ul, aku semakin berharap engkau kembali hadir dalam nyataku--tentunya dalam wujud lain yang padanya ku rasakan hadirmu--.
Ul, aku tidak hendak mengatakan bahwa ramadlan kali ini tidak ada satupun hal menyenangkan yang terjadi, ada dan mungkin banyak banyak, tapi secara umum ramadlan kali ini aku benar-benar kacau, tak ada semangat berpuasa, sahur, maupun berbuka, tak ada keinginan besar untuk tadarus (kau tahu Ul, kali ini bahwa satu juz pun aku tak selesai--kayake aku cuma bisa bertadarus 2 surat yang tidak terlalu panjang di juz 18 kalo ga salah), tarawih juga tak sempurna ku jalankan. Ah, entahlah Ul...
Dan ini yang menurutku paling 'gila' Ul--sesuatu yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya, sesuatu yang sebelumnya aku pikir akan mampu akan lewati pelan-pelan tanpa harus mengalami hal-hal yang cenderung 'gila' dan konyol--aku benar-benar tak mampu mengendalikan hasrat kelelakianku, aku benar-benar tak mampu untuk menahan diri dari keinginan untuk memenuhi hasrat akan seks. Aku bertemu dengan batasku untuk menahan diri dari sebuah kebutuhan biologis seorang laki-laki. 
Ul, kita pernah mendengar cerita tentang khalifah Umar yang melakukan inspeksi malam kemudian mendengar rintihan perempuan yang merindu 'kehangatan' suaminya yang sedang bertugas untuk berperang, kemudian ia bertanya kepada puterinya, Khafsah--isteri Nabi--tentang batas umum seorang perempuan yang telah bersuami untuk menahan gairah seksualnya, dan Khafsah menjawab empat bulan, maka kali ini aku menemukan kenyataan bahwa ternyata aku benar-benar tak lagi kuasa untuk menahan hasrat ini ketika mencapai tiga tahun setengah.
Sebenarnya sudah sejak dulu aku sadar bahwa aku belum mampu--atau mungkin tidak pernah benar-benar akan mampu--menghilangkan hasrat seksualitas yang ada dalam diriku. Aku sadar bahwa aku masihlah seorang laki-laki dengan usia yang masih cukup panas untuk menggelorakan keinginan dan memiliki kebutuhan atas hasrat seksual, namun selama ini aku berhasil mengatasinya dengan berbagai cara--meskipun aku tahu beberapa cara yang aku lakukan mungkin tidak akan bisa diterima oleh beberapa orang--mulai dari wudlu, shalat 2 rakaat, membaca qur'an, membaca, melihat, atau bahkan menonton video-video porno maupun hal-hal lain yang bisa aku lakukan untuk menahan diri dari melakukan hal-hal yang tak pikir akan menyeretku pelan-pelan menuju tindakan-tindakan seksualitas yang menyimpang.
Ul, entahlah aku sendiri tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, tapi Ramadlan kali ini aku benar-benar tidak mampu menahan diri untuk 'memuaskan' hasrat itu, dan aku pun tak kuasa untuk menahan diriku dari melakukan hal-hal yang selama ini ku anggap sebagai bagian dari perilaku seksual yang 'menyimpan'--meskipun aku juga tahu beberapa orang mengatakan bahwa hal ini tidak termasuk penyimpangan seksual--. Aku melakukan masturbasi Ul dan parahnya bukan sekali namun lebih dari tiga kali (please jangan tertawakan ketak mampuanku Ul...)
Ah Ul, aku benar-benar kembali merindumu kali ini, merindu hadirnya dalam wujud nyatamu, merindu kebersamaan denganmu untuk memadu rindu, bergumul dalam gairah yang terus memburu.
Ul, mungkin salah satu hal terbaik yang terjadi pada Ramadlan kali ini adalah bahwa hubunganku dengan Jun sudah kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya, tampaknya segala bias yang ada perlahan-lahan bisa kami kendalikan (aku percaya bahwa kerenggangan atau keakraban hubungan di antara dua orang ditentukan oleh dua perasaan yang saling mempengaruhi dari dua orang itu--tidak peduli siapa yang memulai kerenggangan ataupun keakraban, yang jelas jika salah satu di antara dua orang tersebut berubah sudut pandangnya maka secara otomatis akan terjadi juga perubahan dalam pola hubungan di antara keduanya). Aku sangat bersyukur dengan hal itu Ul, sungguh aku sangat mensyukurinya...
Tapi Ul, aku juga kaget setengah mati ketika aku menemukan fakta baru bahwa aku melihat sangat banyak--bahkan mungkin terlalu banyak menurutku--percikan dirimu dalam diri Jun, aku merasakan sesuatu yang hilang saat perpindahanmu ke dimensi lain hadir kembali dalam dirinya. 
Ul, tidak dapat ku pungkiri bahwa aku senang dengan kenyataan itu, aku senang karena aku kembali merasakan hadirmu dalam wujud nyata, tapi jujur aku juga harus mengatakan bahwa aku senang sekaligus juga mengalami ketakutan. Aku takut--jika semakin banyak percikan dirimu ku lihat pada diri Jun--aku tidak mampu mengendalikan diriku lagi, aku bisa benar-benar menganggap Jun sebagai dirimu dan jika itu terjadi bisa saja aku akan melakukan hal-hal yang akan menghancurkan hubungan baik yang ada di antara kami, bisa saja aku tiba-tiba memeluknya atau bahkan menciumnya ketika tak lagi mampu ku tahan seluruh hasratku akan dirimu.
Ul, terbersit keinginan untuk mengatakan semua pada Jun agar ia mulai berhati-hati denganku karena hal ini, tapi aku lebih khawatir lagi jika aku mengatakan padanya apa yang ku rasakan saat ini, maka hubungan kami yang mulai berjalan seperti dulu akhirnya kembali renggang dan penuh kecanggungan--atau bahkan bisa saja malah Jun menjadi benar-benar marah dan tak lagi mau bertegur sapa denganku--(sesuatu yang tidak pernah bisa aku terima jika aku menjadi sebab rusaknya hubunganku dengan seseorang yang sangat engkau banggakan dan sayangi). Tapi jika suatu saat aku benar-benar tak lagi mampu menahannya maka mau tidak mau aku juga akan mengatakan padanya, dan aku berharap saat itu Jun dalam keadaan baik secara psikologis sehingga ia mampu memandang hal ini sebagai sesuatu yang terpisah dari hubungan kami sebagai kakak dan adik (ipar). (Aku berharap suatu saat aku akan menceritakan seluruh fakta ini kepadanya dalam keadaan yang benar-benar netral dan tidak akan mempengaruhi hubungan baik yang ada di antara kami--atau bahkan kalau boleh aku berharap--malah akan mempererat hubungan kami).
Ul, aku hanya berharap bahwa apapun yang terjadi hari ini ataupun apa yang akan terjadi di masa depan tidak akan merubah apapun yang ada di antara kami, di antara aku dan Jun, di antara aku dan Anip, di antara aku dan Aam, di antara aku dan bue, di antara aku dan mbak Rima, di antara aku dan Mas Fuad, di antara aku dan Mas Ib, di antara aku dan orang-orang yang mengenal dan menyayangimu. (atau bahkan membuat kami menjadi semakin dekat dan akrab).
O ya Ul, ada sedikit cerita di lebaran kali ini. Cerita yang dibuat oleh angkatan terakhir yang pernah engkau ajar, anak-anak MI era Susilo, Milachun, Mia, Nia, dan kawan-kawannya. Ul, angkatan ini ku anggap sebagai salah satu angkatan terbaik MI dalam hal menjalin silaturrahmi dengan guru-gurunya. Setiap lebaran anak-anak ini masih mau berkumpul kemudian mengunjungi guru-gurunya, termasuk ke rumah kita. Dan tahun ini mereka mengungkapkan sesuatu yang benar-benar membuatku terharu, membuatku benar-benar menahan air mata agar tidak tertumpah, membuatku ingin 'memukul' mereka karena mereka hampir saja membuatku menangis di hadapannya, membuatku benar-benar kehilangan kata-kata.
Kau tahu Ul apa yang dikatakan Susilo untuk mewakili kawan-kawannya setelah meminta maaf kepadaku?. Ia berkata: "kalah titip kagem bu Ul nggih pak". "Titip apa?", kataku. "Titip mintakan maaf kami kepada bu Ulya". Sungguh Ul, hampir saja aku menangis kalau saja tak ku ingat bahwa anak-anak itu masih berada di rumah kita, masih ada di depanku. Memang benar Ul, bahwa setiap hari aku sendiri selalu menyebutmu, bukan sekali atau dua kali bahkan mungkin ratusan kali, namun sampai sekarang setiap kali ada orang yang menyebut namamu aku tak bisa menghindarkan diri dari rasa haru dan akibatnya seringkali aku menangis sendiri (makanya Ul aku tidak terlalu suka jika ada orang menyebut namamu di hadapanku karena aku tidak terbiasa dan tidak suka menangis di hadapan orang lain, aku terbiasa dan lebih suka menangis sendiri atau bersamamu di malam-malamku).
Ul, itu dulu ya cerita kali ini, tolong jangan tertawakan aku atas kegilaan, kekonyolan dan ketidakmampuanku kali ini, tapi jika engkau ingin tertawa, ya tertawalah, tersenyumlah karena aku tidak akan pernah bosan untuk melihat dan mendengar senyum ataupun tawamu...
I love you so much as always...
Semoga rindu kembali mempertemukan kita di salah satu malam dingin di musim kemarau ini agar kerontang jiwaku segera tersirnakan dengan siraman kesejukan dalam hadirmu.
Aku merindumu dan selalu menantimu di ujung malam sebelum pagi mengganti hari.