Kamis, 18 Oktober 2012

the next story

Ul, ah...gimana ki. Aku mulai bingung Ul. Aku  ga ngerti apa sebenarnya yang terjadi. Hampir dua minggu Jun ga bisa atau tepatnya ga mau berkomunikasi sama sekali. Awalnya aku mengira mungkin ia lagi ada masalah besar yang harus diselesaikan dan ia butuh ketengangan untuk menyelesaikannya, namun sudah hampir dua minggu dan ia tetap ae ga mau berkomunikasi.
Ul, beberapa kali aku mencoba mengajaknya komunikasi dengan menanyakan hal-hal biasa yang dulu sering kami lakukan, beberapa kali juga aku mencoba melakukannya dengan memberi berita biasa yang sedang terjadi di sini. Biasanya ia akan memberi komentar meskipun cuma beberapa kata, tapi ini tidak sama sekali.
Ul, kamu tahu kan, aku sangat tidak bisa diam ketika aku merasa ada sesuatu yang salah sedang terjadi. Aku pasti akan berusaha untuk terus mencari tahu sebenarnya apa yang terjadi. Itupun tidak bisa tak hindari dalam hal ini, meskipun dalam porsi dan cara yang jauh berbeda.
Ul, dulu ketika kamu engkau marah, cara marahmu juga mendiamkanku, biasanya aku akan selalu bertanya ke awakmu mengapa engkau marah dan biasanya juga tapi ga sampai 3 hari pasti kau gomong ke aku mengapa engkau marah, meski kadang setelah itu kau kembali ga mau ngomong ke aku. Itu cukup bagiku, aku tahu dan kan ku biarkan engkau marah hingga reda setelah beberapa hari.
Tapi ini Jun, she is not you Ul, tentu aku tidak bisa berlaku sama seperti apa yang tak lakukan padamu.
Beberapa hari ini aku berpikir untuk berkirim email atau tidak, dan tadi aku baru saja mengirim email ke alamat email Jun. Ul, tetap saja aku tidak bisa tahan untuk terus berada dalam kebingungan karena tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi dan aku putuskan untuk bertanya (meskipun tentu saja aku juga tidak tahu apakah emailku akan menjadi jalan bagi penyelesaian masalah atau malah memperkeruh persoalan?).
Ul, kalau mau mengira-ngira apa yang terjadi maka ada beberapa kemungkinan (tapi ini hanya versiku lho, bukan apa yang sebenarnya terjadi).
Pertama, Jun marah karena aku bilang kadang aku sangat merindukan perempuan dan aku pengen nikah, tambah lagi aku bilang bahwa ia adalah salah satu perempuan yang memiliki kans besar untuk kuajak nikah. Karena Jun pernah bilang bahwa ia tidak bisa membayangkan Lana punya ibu baru.
Sungguh Ul, meskipun saat ini seringkali kerinduanku padamu dapat diturunkan tensinya (atau mungkin sedikit banyak terobati) ketika aku berbicara dengannya, tapi kalau hal ini membuat hubunganku dengannya buruk maka tentu akan aku katakan bahwa aku tidak akan menikah, kecuali ia membolehkannya.
Kedua, mungkin beberapa tulisanku ataupun ucapanku membuatnya tersinggung. Tapi sungguh Ul, semua yang ku tulis dan ku ucap adalah benar adanya. Aku hanya ingin ia tahu apa yang sebenarnya, tak ada maksud sedikit pun untuk menyakiti hatinya, apalagi dengan sengaja merusak hal baik yang sudah terjalin di antara kami.
Ketiga, mungkin Jun baru bertarung dengan dirinya sendiri untuk menentukan langkah hidupnya dan ia tidak mau ada orang lain yang mengganggu prosesnya. Dan tidak ada yang salah dengan hal itu.

Ul, sebenarnya aku hanya ingin bahwa meskipun kami tidak bisa saling berkomunikasi, namun aku setidaknya aku tahu bahwa kami sedang tidak dalam masalah. Aku tidak akan marah (dan memang tidak punya hak untuk marah) misalnya Jun mengatakan padaku, mas pean ga usah nggubungi aku selama aku di Arizona. It's OK bagiku, asal memang tidak ada masalah yang terjadi di antara kami.

Tapi Ul, selama aku ngerasa bahwa sesuatu yang salah terjadi. Sungguh Ul, aku pasti akan berusaha untuk mencari tahu letak permasalahannya. Kau kan tahu Ul, aku paling tidak kuat untuk menyimpan masalah sendiri, pasti stress kalau kayak gitu.

Ul, aku juga masih saja seperti dulu, hanya bisa bercerita dengan satu orang, tidak lebih. Dan setelah engkau tidak ada, Jun perlahan-lahan menjadi orang itu. Aku perlahan-lahan merasakan kenyamanan tersendiri ketika bercerita dengannya. Sama denganmu dulu. Dan kalau itu tidak bisa ku lakukan maka menulis menjadi jalan terakhirku.

Bedane Ul, kalau dulu aku lagi punya masalah denganmu, aku pun juga akan membicarakannya denganmu (ingat gak, ketika suatu waktu kita punya masalah, lalu aku bercerita padamu tentang isteriku yang lagi marah padaku via sms?) karena memang aku ga bisa bercerita kepada orang lain.
Jelas yang seperti itu ga bisa tak lakukan kepada Jun, lagian kadang aku juga ngerasa ga adil dengan anak itu, benar memang bahwa seperti katamu ada saat di mana ia jauh lebih dewasa dibandingkan aku, tapi tetap saja ia juga punya masalah sendiri yang dihadapi dan kamu tahu Ul, ia tidak pernah menceritakan masalah yang dihadapinya kepadaku sehingga aku pun kadang menjadi merasa ga enak, khawatir kalau beberapa di antara ceritaku akan membebani pikirannya. (Beda dengan kita dulu yang selalu bertukar cerita--meski tentu saja kita sama-sama tahu bahwa kita tetap memiliki rahasia masing-masing yang ga pernah bisa kita bagi dengan orang lain, meskipun itu pasangan kita sendiri).

Ah, entahlah Ul, aku hanya berharap bahwa semua ini akan berakhir dengan baik, benar-benar aku tidak menginginkan atau berharap bahwa pada akhirnya hubunganku dengan Jun, Anip, Aam, Bue, Mas Fuad, Mas Ib menjadi renggang karena masalah-masalah yang datang kemudian.

Ul, aku selalu berharap engkau tetap menemaniku, memberiku ide untuk mensikapi setiap masalah dengan baik (dalam hal ini jelas aku tidak mengenal Jun dan engkau tentu lebih mengenalnya daripada aku).

Sudah dulu Ul, lagian hari ini aku berangkat pagi, so harus segera bersiap-siap (tetap saja aku masih ingat betapa engkau sewot ketika jam segini aku belum ngapa-ngapa padahal harus masuk kelas jam 7, he he).

The last, Ul love U as always dan merindumu adalah bagian dari nikmat terbesarku....